BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Membaca shalawat menjadi salah satu
bukti cinta kita kepada Nabi SAW. Kita wajib mencintai Nabi SAW, karena
beliaulah yang telah membawa kita ke jalan Allah SWT. Orang yang membaca shalawat
pasti orang yang mencintai Nabi SAW, tidak mungkin orang yang membencinya. Oleh
sebab itu kita disarankan untuk senantiasa bersholawat kepada Beliau, kapan pun
dan dimanapun (bukan hanya dalam ceremoni atau ketika susah saja) sesuai dengan
firman Allah di atas (Al-Ahzab:56). Tentunya cara bersholawatnya harus dengan
cara yang baik dan benar serta tidak berlebihan. Ketika bersholawat, maka harus
disertai dengan mengingat perjuangan Nabi SAW seperti halnya Beliau selalu
mengingat umat-umatnya. Nabi SAW selalu sayang kepada umatnya bahkan sampai
akhir hayatnya yang diingat adalah umatnya, maka kita pun harus membuktikan
rasa sayang kepada Beliau, diantaranya dengan senantiasa bershalawat dan
mengikuti sunnahnya.
Dimasyarakat,
kemudian berkembang syair-syair untuk memuji Nabi SAW, oleh sebagian bahkan
sering diadakan acara shalawatan tetapi kadang kala dilakukan dengan berlebihan
bahkan sambil dikeraskan. Sesungguhnya kegiatan seperti ini diawali semenjak
zaman Shalahuddin Al-Ayyubi. Ketika itu kaum muslimin membutuhkan motivasi
dalam berperang (perang salib). Karena bertepatan dengan bulan Rabiul awwal
(bulan kelahiran Nabi) maka, Shalahuddin al-Ayyubi memiliki ide untuk merayakan
hari kelahiran Nabi SAW, yang kemudian dikenal dengan istilah Mauludan.
Rangkaian acara tersebut diantaranya dilakukan dengan membuat sayembara untuk
membuat syair-syair untuk mengingat perjuangan Nabi saw agar kaum muslimin
semakin mencintai Nabi SAW dan mendapat motivasi untuk berperang. Syair-syair
tersebut kemudian berkembang bahkan dijadikan sebagai bacaan dalam ceremoni shalawatan.
Jadi shalawatan seperti itu sesungguhnya bukan bagian dari Ibadah tetapi hanya
ceremoni saja, bahkan bisa disebut kegiatan kesenian saja.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latarbelakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah:
1. Apa pengertian shalawat
?
2. Apa keutamaan membaca
shalawat ?
3. Apa lafazh-lafazh
shalawat yang diajarkan Nabi Muhammad SAW ?
4. Apa saja bagian-bagian
dari shallawat ?
5. Apa hubungan antara
shalawat dan syafa’at ?
6. Bagaimana hukum
pengucapan lapazh sayyidina dan maulana dalam shalawat ?
7. Kapan dan dimana waktu
dan tempat yang baik membacakan shalawat ?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan ditulisnya makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian
shalawat.
2. Mengetahui keutamaan
shalawat.
3. Mengetahui
lafazh-lafazh shalawat yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.
4. Mengetahui
bagian-bagian shallawat.
5. Mengetahui hubungan
antara shalawat dan syafa’at.
6. Mengetahui hukum pengucapan
lafazh “sayyidina” dan “maulana” dalam shalawat.
7. Mengetahui tempat dan
waktu dimana baiknya membaca shalawat.
D.
Metode
Penulisan
Dalam
penyusunan makalah ini metode penulisan yang kami gunakan adalah metode
kepustakaan, dengan mencari bahan-bahan materi dari berbagai sumber, baik media
cetak ataupun dari kajian-kajian Islam multi media.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Shalawat
Secara
etimologis shalawat adalah bentuk jamak dari bentuk tunggal shalah (الصلاة)
yang berarti doa (lihat: Al-Mu'jamul Wasith). Secara terminologis,
shalawat memiliki sejumlah pengertian antara lain sebagai berikut:
a.
Shalawat
dari Allah kepada manusia yang bermakna memberi rahmat seperti dalam QS
Al-Ahzab 33:43 :
uqèd Ï%©!$# Ìj?|Áã öNä3øn=tæ ¼çmçGs3Í´¯»n=tBur /ä3y_Ì÷ãÏ9 z`ÏiB ÏM»yJè=à9$# n<Î) ÍqY9$# 4 tb%2ur tûüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ $VJÏmu ÇÍÌÈ
Artinya :
Dialah yang memberi rahmat kepadamu
dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu
dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang
kepada orang-orang yang beriman.
b.
Shalawat
dari malaikat kepada umat Islam (mukminin) yang bermakna permohonan ampun
malaikut untuk umat Islam.
c.
Shalawat
dari seorang muslim kepada muslim yang lain yang bermakna doa seperti dalam QS
At-Taubah 9:103 :
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya :
Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan
mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.
[658] Maksudnya: zakat
itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada
harta benda
[659] Maksudnya: zakat
itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan
harta benda mereka.
d.
Shalawat
dari manusia kepada Allah yang bermakna ibadah khusus pada Allah dalam waktu
dan cara tertentu sesuai syariah seperti dalam QS Al-Kautsar 108:2 :
Èe@|Ásù y7În/tÏ9 öptùU$#ur ÇËÈ
Artinya :
Maka dirikanlah shalat
karena Tuhanmu; dan berkorbanlah[1605].
[1605] Yang dimaksud
berkorban di sini ialah menyembelih hewan Qurban dan mensyukuri nikmat Allah.
Membaca
shalawat kepada Nabi Muhammad SAW mengandung pengertian berdoa kepada Allah Swt
agar Nabi Muhammad SAW dan keluarganya selalu dilimpahkan kesejahteraan dan
keberkatan. Tujuan dari membaca sholawat agar kaum muslimin mendapatkan syafaat
(Syafa’atul Uzhma) di akherat nanti. Dasarnya ialah firman Allah SWT :
¨bÎ) ©!$# ¼çmtGx6Í´¯»n=tBur tbq=|Áã n?tã ÄcÓÉ<¨Z9$# 4 $pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#q=|¹ Ïmøn=tã (#qßJÏk=yur $¸JÎ=ó¡n@ ÇÎÏÈ
Artinya :
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk
Nabi[1229]. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya[1230].
[1229]
Bershalawat artinya: kalau dari Allah berarti memberi rahmat: dari Malaikat
berarti memintakan ampunan dan kalau dari orang-orang mukmin berarti berdoa
supaya diberi rahmat seperti dengan perkataan:Allahuma shalli ala Muhammad.
[1230]
Dengan mengucapkan Perkataan seperti:Assalamu'alaika ayyuhan Nabi artinya:
semoga keselamatan tercurah kepadamu Hai Nabi.
Ibnu
Hajar al-Makki menyimpulkan makna shalawat sebagai berikut: shalawat dari Allah
berarti rahmat, dari malaikat dan manusia berarti doa atau permohonan rahmat
untuk Nabi Muhammad.
B.
Keutamaan
Membaca Shalawat
عن أنس بن
مالك قال: قال رسول الله مَن صلَّى عليَّ صلاةً واحدةً ، صَلى اللهُ عليه
عَشْرَ صَلَوَاتٍ،وحُطَّتْ عنه عَشْرُ خَطياتٍ ، ورُفِعَتْ له عَشْ دَرَجَاتٍ»
رواه النسائي وأحمد وغيرهما وهو حديث صحيح
Artinya :
Dari Anas
bin malik radhiallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadaku
satu kali maka Allah akan bershalawat baginya sepuluh kali, dan digugurkan
sepuluh kesalahan (dosa)nya, serta ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan
(di surga kelak)”[SHAHIH. Hadits Riwayat An-Nasa’i (no. 1297), Ahmad (3/102 dan
261), Ibnu Hibban (no. 904) dan al-Hakim (no. 2018), dishahihkan oleh Ibnu
Hibban rahimahullah, al-Hakim rahimahullah dan disepakati oleh adz-Dzahabi,
rahimahullah juga oleh Ibnu hajar rahimahullah dalam “Fathul Baari” (11/167)
dan al-Albani rahimahullah dalam “Shahihul adabil mufrad” (no. 643). ].
Hadits yang agung ini menunjukkan
keutamaan bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan anjuran
memperbanyak shalawat tersebut [Lihat “Sunan an-Nasa’i” (3/50) dan
“Shahiihut targiib wat tarhiib” (2/134)], karena ini merupakan sebab turunnya
rahmat, pengampunan dan pahala yang berlipatganda dari Allah Ta’ala [Lihat
kitab “Faidhul Qadiir” (6/169)].
Beberapa faidah penting yang
terkandung dalam hadits ini :
·
Banyak
bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan tanda
cinta seorang muslim kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam [Lihat
kitab “Mahabbatur Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bainal ittibaa’
walibtidaa’” (hal. 77).], karena para ulama mengatakan: “Barangsiapa yang
mencintai sesuatu maka dia akan sering menyebutnya” [Lihat kitab “Minhaajus
sunnatin nabawiyyah” (5/393) dan “Raudhatul muhibbiin” (hal. 264).].
·
Yang
dimaksud dengan shalawat di sini adalah shalawat yang diajarkan oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang shahih (yang biasa dibaca
oleh kaum muslimin dalam shalat mereka ketika tasyahhud), bukan shalawat-shalawat
bid’ah yang diada-adakan oleh orang-orang yang datang belakangan, seperti
shalawat nariyah, badriyah, barzanji dan shalawat-shalawat bid’ah lainnya.
Karena shalawat adalah ibadah, maka syarat diterimanya harus ikhlas karena
Allah Ta’ala semata dan sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam [Lihat kitab “Fadha-ilush shalaati wassalaam” (hal. 3-4), tulisan
syaikh Muhammad bin Jamil Zainu.]. Juga karena ketika para sahabat
radhiyallahu ‘anhuma bertanya kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “(Ya
Rasulullah), sungguh kami telah mengetahui cara mengucapkan salam kepadamu,
maka bagaimana cara kami mengucapkan shalawat kepadamu?” Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab: “Ucapkanlah: Ya Allah, bershalawatlah kepada (Nabi)
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarga beliau…dst seperti shalawat
dalam tasyahhud [SHAHIH. Riwayat Bukhari (no. 5996) dan Muslim (no. 406)].
·
Makna shalawat
kepada nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah meminta kepada Allah Ta’ala
agar Dia memuji dan mengagungkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dunia
dan akhirat, di dunia dengan memuliakan peneyebutan (nama) beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam, memenangkan agama dan mengokohkan syariat Islam yang beliau
bawa. Dan di akhirat dengan melipatgandakan pahala kebaikan beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam, memudahkan syafa’at beliau kepada umatnya dan menampakkan
keutamaan beliau pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk [Lihat kitab
“Fathul Baari” (11/156)].
·
Makna
shalawat dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya adalah limpahan rahmat,
pengampunan, pujian, kemualian dan keberkahan dari-Nya [Lihat kitab “Zaadul
masiir” (6/398).]. Ada juga yang mengartikannya dengan taufik dari Allah
Ta’ala untuk mengeluarkan hamba-Nya dari kegelapan (kesesatan) menuju cahaya
(petunjuk-Nya), sebagaimana dalam firman-Nya:
uqèd Ï%©!$# Ìj?|Áã öNä3øn=tæ ¼çmçGs3Í´¯»n=tBur /ä3y_Ì÷ãÏ9 z`ÏiB ÏM»yJè=à9$# n<Î) ÍqY9$# 4 tb%2ur tûüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ $VJÏmu ÇÍÌÈ
Artinya
:
Dialah
yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu),
supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan
adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (QS
al-Ahzaab:43).
C.
Lafazh-Lafazh Shalawat
Lafazh shalawat yang paling
ringkas yang sesuai dalil-dalil yang shahih adalah :
اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
“Ya Allah,
limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad”.
[SHAHIH. HR.
At-Thabrani melalui dua isnad, keduanya baik. Lihat Majma’ Az-Zawaid 10/120 dan
Shahih At- Targhib wat Tarhib 1/273].
Kemudian terdapat riwayat-riwayat lain
yang Shahih dalam delapan riwayat, yaitu :
1.
Dari jalan
Ka’ab bin ‘Ujrah
اللهم صل على
محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد اللهم بارك
على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada
Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat
kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi)
Maha Mulia. Ya Allah, Berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana
Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji (lagi) Maha Mulia”.
[SHAHIH, HR.
Bukhari 4/118, 6/27, dan 7/156, Muslim 2/16, Abu Dawud no. 976, 977, 978, At
Tirmidzi 1/301-302, An Nasa-i dalam "Sunan" 3/47-58 dan "Amalul
Yaum wal Lailah" no 54, Ibnu Majah no. 904, Ahmad 4/243-244, Ibnu Hibban
dalam "Shahih" nya no. 900, 1948, 1955, Al Baihaqi dalam
"Sunanul Kubra" 2/148 dan yang lainnya]
2.
Dari jalan
Abu Humaid As Saa’diy
اللهم صل على
محمد وعلى أزواجه وذريته كما صليت على إبراهيم ، وبارك على محمد وعلى أزواجه
وذريته كما باركت على إبراهيم ، إنك حميد مجيد
Artinya :
“Ya Allah,berilah shalawat kepada
Muhammad dan kepada isteri-isteri beliau dan keturunannya,sebagaimana Engkau
telah bershalawat kepada Ibrahim. Ya Allah, Berkahilah Muhammad dan
isteri-isteri beliau dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberkahi
Ibrahim,Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”
[SHAHIH, HR. Bukhari 4/118, 7/157,
Muslim 2/17, Abu Dawud no. 979, An Nasa-i dalam "Sunan" nya 3/49,
Ibnu Majah no. 905, Ahmad dalam "Musnad" nya 5/424, Baihaqi dalam
"Sunanul Kubra" 2/150-151, Imam Malik dalam "Al Muwaththo' 1/179
dan yang lainnya].
3.
Dari jalan
Abi Mas’ud Al Anshariy
اللهم صل على
محمد وعلى آل محمد كما صليت على آل إبراهيم وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت
على آل إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد
Artinya :
“Ya Allah
berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana
Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim, dan berkahilah Muhammad dan keluarga
Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim atas sekalian alam,
Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”
[SHAHIH, HR
Muslim 2/16, Abu Dawud no. 980, At Tirmidzi 5/37-38, An Nasa-i dalam
"Sunan" nya 3/45, Ahmad 4/118, 5/273-274, Ibnu Hibban dalam
"Shahih" nya no. 1949, 1956, Baihaqi dalam "Sunanul Kubra"
2/146,dan Imam Malik dalam "AL Muwaththo' (1/179-180 Tanwirul Hawalik
Syarah Muwaththo'"]
4.
Dari jalan
Abi Mas’ud, ‘Uqbah bin ‘Amr Al Anshariy (jalan kedua)
اللهم صل على
محمد النبي الأمي وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم وبارك على
محمد النبي الأمي وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد
مجيد
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada
Muhammad yang ummi dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah
memberi bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.Dan berkahilah Muhammad
Nabi yang ummi dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi
keluarga Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi)
Maha Mulia”.
[SHAHIH, HR. Abu Dawud no. 981, An
Nasa-i dalam "Amalul Yaum wal Lailah" no. 94, Ahmad dalam
"Musnad" nya 4/119, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no.
1950, Baihaqi dalam "Sunan" nya no 2/146-147, Ibnu Khuzaimah dalam
"Shahih" nya no711, Daruquthni dalam "Sunan" nya no
1/354-355, Al Hakim dalam "Al Mustadrak" 1/268, dan Ath Thabrany
dalam "Mu'jam Al Kabir" 17/251-252]
5.
Dari jalan
Abi Sa’id Al Khudriy
اللهم صل على
محمد عبدك ورسولك كما صليت على آل إبراهيم وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت
على إبراهيم
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada
Muhammad hambaMu dan RasulMu, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada
Ibrahim. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau
telah memberkahi Ibrahim”.
[SHAHIH, HR Bukhari 6/27, 7/157, An
Nasa-i 3/49, Ibnu Majah no. 903, Baihaqi 2/147, dan Ath Thahawiy dalam
"Musykilul Atsaar" 3/73]
6.
Dari jalan
seorang laki2 shabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
اللهم صل على
محمد وعلى أهل بيته وعلى أزواجه وذريته كما صليت على آل إبراهيم إنك حميد مجيد
وبارك على محمد وعلى أهل بيته وعلى أزواجه وذريته كما باركت على آل إبراهيم إنك
حميد مجيد
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada
Muhammad dan kepada ahli baitnya dan istri-istrinya dan keturunannya,
sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji (lagi) Maha Mulia. Dan berkahilah Muhammad dan kepada ahli baitnya dan
istri-istrinya dan keturunannya, sebagimana Engkau telah memberkahi Ibrahim,
sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”.
[SHAHIH, HR. Ahmad 5/347, Ini adalah
lafazhnya, Ath Thowawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/74], dishahihkan
oleh Al Albani dalam “Sifaat sahalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”, hal
178-179]
7.
Dari jalan
Abu Hurairah
اللهم صل على
محمد و على آل محمد وبارك على محمد و على آل محمد كما صليت وباركت على إبراهيم
وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada
Muhammad dan keluarga Muhammad, dan berkahilah Muhammad dan keluarga
Muhammad,sebagaimana Engkau telah bershalawat dan memberkahi Ibrahim dan
keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”.
[SHAHIH, HR
Ath Thowawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/75, An Nasa-i dalam
"Amalul Yaum wal Lailah" no 47 dari jalan Dawud bin Qais dari Nu'aim
bin Abdullah al Mujmir dari Abu Hurairah , Ibnul Qayyim dalam "Jalaa'ul
Afhaam Fish Shalati Was Salaami 'alaa Khairil Anaam (hal 13) berkata,
"Isnad Hadist ini shahih atas syarat Syaikhaini (Bukhari dan Muslim), dan
dishahihkan oleh Al Albani dalam "Sifaat sahalat Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam", hal 181 ]
8.
Dari jalan
Thalhah bin ‘Ubaidullah
اللهم صل على
محمد و على آل محمد كما صليت على إبراهيم و على آل إبراهيم إنك حميد مجيد وبارك
على محمد و على آل محمد كما باركت على إبراهيم و آل إبراهيم إنك حميد مجيد
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada
Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada
Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha
Mulia. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah
telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim,sesungguhnya Engkau Maha Terpuji
(lagi) Maha Mulia”.
[SHAHIH, HR. Ahmad 1/162, An Nasa-i
dalam "Sunan: nya 3/48 dan "Amalul Yaum wal Lailah" no 48, Abu
Nu’aim dalam "Al Hilyah" 4/373,semuanya dari jalan 'Utsman bin Mauhab
dari Musa bin Thalhah, dari bapaknya (Thalhah bin 'Ubaidullah), dishahihkan
oleh Al Albani].
D.
Pembagian-pembagian
Shalawat
E. Hubungan Antara Shalawat dan Syafa’at
Perintah
di dalam firman Allah SWT tentang shalawat dalam Qs. Al Ahzab ayat 56 adalah
bersifat umum, tidak dijelaskan waktu dan caranya. Oleh karena itu kaum
muslimin dapat memanjatkan shalawat kapanpun dan dimanapun berada. Dan yang
paling utama adalah membaca shalawat ketika beribadah. Dengan demikian membaca
shalawat untuk Nabi dan kelauarganya ada 2 macam:
- Membaca shalawat ketika shalat. Hukum membaca shalawat ini adalah wajib dan harus menggunakan kalimat yang dicontohkan oleh Nabi, yaitu berdasarkan hadits:
عَنْ
حُمَيْدٍ السَّاعِدِيُّ أَنَّهُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ كَيْفَ نُصَلِّي
عَلَيْكَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُولُوا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا
بَارَكْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيمَ
إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. (رواه مسلم
Artinya:
Diriwayatkan
dari Abu Humaid as-Sa‘diyyi, sesungguhnya mereka berkata: Ya Rasulullah,
bagaimana kami bershalawat atas engkau? Rasulullah SAW menjawab: katakanlah
olehmu (lafadznya terdapat pada hadits di atas), yang artinya: ‘Wahai Allah,
limpahkanlah kemurahan-Mu atas Muhammad, dan atas istri-istrinya dan
keturunannya sebagaimana yang telah Engkau limpahkan kepada Ibrahim, dan
limpahkanlah berkat-Mu atas Muhammad, istri-istrinya dan keturunannya sebagaimana
yang telah Engkau limpahkan kepada Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji,
Maha Mulia’.” [HR. Muslim].
عَنْ كَعْبِ
بْنِ عُجْرَةَ فَقَالَ سَأَلْنَا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللهِ كَيْفَ الصَّلاَةُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ
فَإِنَّ اللهَ قَدْ عَلَّمَنَا كَيْفَ نُسَلِّمُ عَلَيْكُمْ قَالَ قُولُوا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ
بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. (متفق عليه
Artinya:
Diriwayatkan
dari Ka‘ab bin ‘Ujrah, kami bertanya kepada Rasulullah SAW, kami berkata: Ya
Rasulullah, bagaiamana bershalawat atasmu Ahlul Bait? Sesungguhnya Allah telah
mengajarkan kepada kami bagaimana mengucapkan salam kepada engkau. Rasulullah
SAW berkata, katakanlah olehmu: (lafadz terdapat pada hadits di atas), yang
artinya: ‘Wahai Allah, limpahkanlah kemurahan-Mu kepada Muhammad dan
keluarganya sebagaimana Engkau telah melimpahkan kepada Ibrahim dan
keluarganya. Wahai Allah, limpahkanlah berkat-Mu kepada Muhammad dan
keluarganya sebagaimana yang telah Engkau limpahkan kepada Ibrahim dan
keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji, Maha Mulia’.” [Muttafaq Alaih].
Berdasarkan
2 hadits di atas maka ada dua macam bacaan shalawat dalam shalat yang
dicontohkan oleh Nabi SAW. Bacaan tersebut tidak boleh dikurangi dan dilebihkan.
- Membaca
shalawat di luar shalat. Hukum membaca shalawat ini adalah sunnah.
Membaca shalawat sama artinya dengan membaca do’a karena shalawat artinya Do’a, maka mengucapkan shalawat diluar shalat sama seperti mengucapkan doa, yaitu harus ikhlas semata-mata mencari ridla Allah, dengan berbisik dan lemah lembut, tidak dengan suara yang keras, sebagaimana firman Allah Swt:
ä.ø$#ur /§ Îû Å¡øÿtR %Yæ|Øn@ ZpxÿÅzur tbrßur Ìôgyfø9$# z`ÏB ÉAöqs)ø9$# Íirßäóø9$$Î/ ÉA$|¹Fy$#ur wur `ä3s? z`ÏiB tû,Î#Ïÿ»tóø9$# ÇËÉÎÈ
Artinya
:
Dan
sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut,
dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah
kamu Termasuk orang-orang yang lalai.
Dalam suatu hadits disebutkan pula
sebagai berikut:
عَنْ أَبِي
مُوسَى، قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ فِي سَفَرٍ. فَجَعَلَ النَّاسُ يَجْهَرُونَ
بِالتَّكْبِيرِ. فَقالَ النَّبِي صلى الله عليه وسلم: أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا
عَلَى أَنْفُسِكُمْ. إِنَّكُمْ لَيْسَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِباً.
إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعاً قَرِيباً
[رواه البخاري]
Artinya:
Diriwayatkan
dari Abu Musa, ia berkata: Kami pernah bersama Nabi SAW dalam suatu perjalanan,
kemudian orang-orang mengeraskan suara dengan bertakbir. Lalu Nabi SAW
bersabda: Wahai manusia, rendahkanlah suaramu. Sebab sesungguhnya kamu tidak
berdoa kepada (Tuhan) yang tuli, dan tidak pula jauh, tetapi kamu sedang berdoa
kepada (Allah) Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat.” (HR. Buhkari, No. 44/2704)
Di
dalam Firman Allah SWT surat al-A’raf ayat 205, Allah memerintahkan kepada kaum
Muslimin agar berdoa dan berzikir dengan merendahkan diri dan tidak mengeraskan
suara. Demikian pula hadits yang diriwayatkan Abu Musa, menegaskan agar
merendahkan suara dalam berdoa kepada Allah, sebab Allah SWT tidak tuli dan
tidak jauh, melainkan Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Lafadz shalawat di
luar shalat tidak diatur, sama halnya seperti berdo’a, maka boleh menggunakan
lafadz apa saja yang dipahami, namun begitu menggunakan lafadz yang dicontohkan
oleh Nabi SAW seperti dalam shalat adalah lebih baik.
Syafa‘atul
‘Uzhma adalah pertolongan atau pengampunan yang diberikan oleh Allah Swt kepada
sebagian manusia di akhirat nanti. Pengampunan ini diberikan dengan cara
memberikan izin kepada Nabi Muhammad SAW untuk melaksanakannya. Pada saat itu,
konon umat manusia akan berada dalam kebingungan dikarenakan kesalahan dan
khilaf mereka selama hidup di Dunia. Semua umat manusia akan mencari
pertolongan agar terhindar dari azab Allah SWT. Maka umat manusia akan
mendatangi para nabi untuk meminta syafa’at (pertolongan). Para Nabi menyatakan
bahwa mereka tidak sanggup melaksanakannya. Akhirnya atas petunjuk Nabi Isa as,
umat manusia disarankan untuk mendatangi Nabi Muhammad SAW agar beliau memohon
kepada Allah Swt sehingga derita yang mereka tanggung itu hilang dan tidak
bingung lagi. Setelah Nabi Muhammad SAW berdoa, maka Allah Swt mengabulkannya
dengan memberi izin kepada beliau untuk memberi syafa‘at (pertolongan) kepada
mereka yang dipilih oleh Nabi SAW berdasarkan izin dari Allah SWT, maka Nabi
Muhammad SAW akan membebaskan orang-orang yang beriman dari derita itu dan
memasukkan mereka ke dalam surga, sedang orang-orang kafir dimasukkan ke dalam
neraka, sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ
اللهُ النَّاسَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَقُولُونَ لَوْ اسْتَشْفَعْنَا عَلَى
رَبِّنَا حَتَّى يُرِيحَنَا مِنْ مَكَانِنَا فَيَأْتُونَ آدَمَ فَيَقُولُونَ
أَنْتَ الَّذِي خَلَقَكَ اللهُ بِيَدِهِ وَنَفَخَ فِيكَ مِنْ رُوحِهِ وَأَمَرَ
الْمَلاَئِكَةَ فَسَجَدُوا لَكَ فَاشْفَعْ لَنَا عِنْدَ رَبِّنَا فَيَقُولُ لَسْتُ
هُنَاكُمْ وَيَذْكُرُ خَطِيئَتَهُ وَيَقُولُ ائْتُوا نُوحًا أَوَّلَ رَسُولٍ
بَعَثَهُ اللهُ فَيَأْتُونَهُ فَيَقُولُ لَسْتُ هُنَاكُمْ وَيَذْكُرُ خَطِيئَتَهُ
ائْتُوا إِبْرَاهِيمَ الَّذِي اتَّخَذَهُ اللهُ خَلِيلاً فَيَأْتُونَهُ فَيَقُولُ
لَسْتُ هُنَاكُمْ وَيَذْكُرُ خَطِيئَتَهُ ائْتُوا مُوسَى الَّذِي كَلَّمَهُ اللهُ
فَيَأْتُونَهُ فَيَقُولُ لَسْتُ هُنَاكُمْ فَيَذْكُرُ خَطِيئَتَهُ ائْتُوا عِيسَى
فَيَأْتُونَهُ فَيَقُولُ لَسْتُ هُنَاكُمْ ائْتُوا مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا
تَأَخَّرَ فَيَأْتُونِي فَأَسْتَأْذِنُ عَلَى رَبِّي فَإِذَا رَأَيْتُهُ وَقَعْتُ
سَاجِدًا فَيَدَعُنِي مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ يُقَالُ لِي ارْفَعْ رَأْسَكَ سَلْ
تُعْطَهْ وَقُلْ يُسْمَعْ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ فَأَرْفَعُ رَأْسِي فَأَحْمَدُ
رَبِّي بِتَحْمِيدٍ يُعَلِّمُنِي ثُمَّ أَشْفَعُ فَيَحُدُّ لِي حَدًّا ثُمَّ
أُخْرِجُهُمْ مِنْ النَّارِ وَأُدْخِلُهُمْ الْجَنَّةَ ثُمَّ أَعُودُ فَأَقَعُ
سَاجِدًا مِثْلَهُ فِي الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ حَتَّى مَا بَقِيَ فِي
النَّارِ إِلاَّ مَنْ حَبَسَهُ الْقُرْآنُ. [رواه البخاري ومسلم
Artinya:
Diriwayatkan
dari Anas bin Malik, ia berkata: berkata Rasulullah SAW: Nanti Allah akan
mengumpulkan manusia di hari kiamat, lalu mereka berkata, seandainya ada orang
yang memohonkan syafaat kepada Tuhan kami untuk kami sehingga kami terbebas
dari keadaan kami ini. Lalu mereka datang kepada Nabi Adam, mereka berkata:
Engkaulah orang yang diciptakan Allah dengan tangan-Nya (langsung) dan
meniupkan kepada engkau ruh dari-Nya dan memerintahkan malaikat, lalu mereka
sujud kepada engkau, maka berilah kami syafaat yang berasal dari Tuhan kami.
Adam menjawab: bukan aku yang dapat memberikannya, sambil menyebut
kesalahan-kesalahannya. Adam berkata: datanglah kepada Nuh Rasul yang pertama
kali diutus Allah. Lalu mereka datang kepada Nuh dan Nuh menjawab: aku bukanlah
orang yang dapat memberikannya, sambil menyebut kesalahan-kesalahannya.
Datanglah kepada Ibrahim orang yang dijadikan Allah teman-Nya. Lalu mereka
datang kepada Ibrahim dan Ibrahim menjawab: aku bukanlah orang yang dapat
memberikannya, sambil menyebut kesalahan-kesalahannya. Datanglah kepada Musa
orang yang pernah berbicara dengan Allah. Lalu mereka datang kepada Musa dan
Musa menjawab: aku bukanlah orang yang dapat memberikannya, sambil menyebut
kesalahan-kesalahannya. Datanglah kepada Isa dan Isa menjawab: aku bukanlah
orang yang dapat memberikannya, datanglah kepada Muhammad SAW, karena
sesungguhnya Muhammad telah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu dan yang akan
datang. Mereka pun mendatangiku, maka aku pergi minta izin kepada Tuhanku. Maka
ketika aku melihat-Nya aku segera sujud, Ia membiarkanku sesuai dengan yang
dikehendaki-Nya. Kemudian dikatakan: Angkatlah kepala engkau, mintalah pasti
diberi, katakanlah niscaya akan didengar, mintalah syafaat pasti diberi. Lalu
aku mengangkat kepalaku, lalu aku memanjatkan pujian kepada Tuhanku sesuai
dengan yang diajarkan kepadaku, kemudian aku diizinkan memberi syafaat kepada
orang-orang tertentu. Kemudian aku keluarkan mereka dari neraka dan aku
masukkan ke dalam surga. Kemudian aku kembali menyatakan dan bersujud seperti
semula, kemudian ketiga dan keempat, sehingga yang tinggal dalam neraka adalah
orang yang tidak percaya dan menantang al-Qur’an.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Di
samping hadits di atas, ada lagi beberapa hadits shahih yang menerangkan
tentang syafa’at itu dan isinya sama dengan isi hadits di atas.
Dari penjelasan hadits di atas,
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a.
Hak memberi syafaat itu hanya ada
pada Allah, sebagai yang ditegaskannya:
ª!$# Iw tm»s9Î) wÎ) uqèd ÓyÕø9$# ãPqs)ø9$# 4 w ¼çnäè{ù's? ×puZÅ wur ×PöqtR 4 ¼çm©9 $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# 3 `tB #s Ï%©!$# ßìxÿô±o ÿ¼çnyYÏã wÎ) ¾ÏmÏRøÎ*Î/ 4 ãNn=÷èt $tB ú÷üt/ óOÎgÏ÷r& $tBur öNßgxÿù=yz ( wur tbqäÜÅsã &äóÓy´Î/ ô`ÏiB ÿ¾ÏmÏJù=Ïã wÎ) $yJÎ/ uä!$x© 4 yìÅur çmÅöä. ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur ( wur ¼çnßqä«t $uKßgÝàøÿÏm 4 uqèdur Í?yèø9$# ÞOÏàyèø9$# ÇËÎÎÈ
Artinya
:
Allah, tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus
mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang
di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa
izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang
mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak
merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
[161] Kursi dalam ayat
ini oleh sebagian mufassirin diartikan dengan ilmu Allah dan ada pula yang
mengartikan dengan kekuasaan-Nya.
b.
Pada hari
kiamat Nabi Muhammad SAW diberi izin oleh Allah untuk memberi syafa’at kepada
sebagian manusia sesuai pilihan Nabi SAW dengan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT.
Di antara yang diberi syafaat itu ialah orang-orang yang mencintai Nabi SAW dan beriman kepada al-Qur’an serta tidak menentangnya.
Di antara yang diberi syafaat itu ialah orang-orang yang mencintai Nabi SAW dan beriman kepada al-Qur’an serta tidak menentangnya.
F.
Pengucapan
Lafazh “Sayyidina” dalam Shalawat
Sebagian orang membid’ahkan panggilan Sayyidinaa
atau Maulana didepan nama Muhammad Rasulallah saw., dengan alasan bahwa
Rasulallah saw. sendiri yang menganjurkan kepada kita tanpa mengagung-agungkan
dimuka nama beliau saw. Memang golongan ini mudah sekali membid’ahkan sesuatu
amalan tanpa melihat motif makna yang dimaksud Bid’ah itu apa. Selanjutnya kita
rujuk ayat-ayat Ilahi dan hadits-hadits Rasulallah saw. yang berkaitan dengan
kata-kata sayyid.
Syeikh Muhammad Sulaiman Faraj dalam
risalahnya yang berjudul panjang yaitu Dala’ilul-Mahabbah Wa Ta’dzimul-Maqam
Fis-Shalati Was-Salam ‘AN Sayyidil-Anam dengan tegas mengatakan: Menyebut nama
Rasulallah saw. dengan tambahan kata Sayyidina (junjungan kita) didepannya
merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim yang mencintai beliau saw. Sebab
kata tersebut menunjukkan kemuliaan martabat dan ketinggian kedudukan beliau.
Allah swt. memerintahkan ummat Islam supaya menjunjung tinggi martabat
Rasulallah saw., menghormati dan memuliakan beliau, bahkan melarang kita
memanggil atau menyebut nama beliau dengan cara sebagaimana kita menyebut nama
orang diantara sesama kita. Larangan tersebut tidak berarti lain kecuali untuk
menjaga kehormatan dan kemuliaan Rasulallah saw. Allah swt.berfirman :
w (#qè=yèøgrB uä!$tãß ÉAqß§9$# öNà6oY÷t/ Ïä!%tæßx. Nä3ÅÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ 4
ôs% ãNn=÷èt ª!$# úïÏ%©!$# cqè=¯=|¡tFt öNä3ZÏB #]#uqÏ9 4
Íxósuù=sù tûïÏ%©!$# tbqàÿÏ9$sä ô`tã ÿ¾ÍnÍöDr& br& öNåkz:ÅÁè? îpuZ÷FÏù ÷rr& öNåkz:ÅÁã ë>#xtã íOÏ9r& ÇÏÌÈ
Artinya
:
Janganlah
kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu
kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang
yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada
kawannya), Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan
ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS. An-Nur :
63).
Dalam tafsirnya mengenai ayat diatas ini
Ash-Shawi mengatakan : Makna ayat itu ialah janganlah kalian memanggil atau
menyebut nama Rasulallah saw. cukup dengan nama beliau saja, seperti Hai
Muhammad atau cukup dengan nama julukannya saja Hai Abul Qasim. Hendaklah
kalian menyebut namanya atau memanggilnya dengan penuh hormat, dengan menyebut
kemuliaan dan keagungannya. Demikianlah yang dimaksud oleh ayat tersebut
diatas. Jadi, tidak patut bagi kita menyebut nama beliau tanpa menunjukkan
penghormatan dan pemuliaan kita kepada beliau, baik dikala beliau masih hidup
didunia maupun setelah beliau kembali keharibaan Allah swt. Yang sudah jelas
ialah bahwa orang yang tidak mengindahkan ayat tersebut berarti tidak
mengindahkan larangan Allah dalam Al-Qur’an. Sikap demikian bukanlah sikap
orang beriman.
Menurut Ibnu Jarir, dalam menafsirkan
ayat tersebut Qatadah mengatakan : Dengan ayat itu (An-Nur:63) Allah
memerintahkan ummat Islam supaya memuliakan dan mengagungkan Rasulallah saw.
Dalam kitab Al-Iklil Fi
Istinbathit-Tanzil Imam Suyuthi mengatakan : Dengan turunnya ayat tersebut
Allah melarang ummat Islam menyebut beliau atau memanggil beliau hanya dengan
namanya, tetapi harus menyebut atau memanggil beliau dengan Ya Rasulallah atau
Ya Nabiyullah. Menurut kenyataan sebutan atau panggilan demikian itu tetap
berlaku, kendati beliau telah wafat.
Dalam kitab Fathul-Bari syarh Shahihil
Bukhori juga terdapat penegasan seperti tersebut diatas, dengan tambahan
keterangan sebuah riwayat berasal dari Ibnu ‘Abbas RA yang diriwayatkan oleh
Ad-Dhahhak, bahwa sebelum ayat tersebut turun kaum Muslimin memanggil
Rasulallah SAW hanya dengan Hai
Muhammad, Hai Ahmad, Hai Abul-Qasim dan lain sebagainya. Dengan menurunkan ayat
itu Allah SWT melarang mereka menyebut atau memanggil Rasulallah SAW dengan
ucapan-ucapan tadi. Mereka kemudian menggantinya dengan kata-kata : Ya
Rasulallah, dan Ya Nabiyullah.
Hampir seluruh ulama Islam dan para ahli
Fiqih berbagai madzhab mempunyai pendapat yang sama mengenai soal tersebut,
yaitu bahwa mereka semuanya melarang orang menggunakan sebutan atau panggilan
sebagaimana yang dilakukan orang sebelum ayat tersebut diatas turun.
Didalam Al-Qur’an banyak terdapat
ayat-ayat yang mengisyaratkan makna tersebut diatas. Antara lain firman Allah
SWT dalam surat Al-A’raf : 157 ; Al-Fath : 8-9, Al-Insyirah : 4 dan lain
sebagainya. Dalam ayat-ayat ini Allah SWT memuji kaum muslimin yang bersikap
hormat dan memuliakan Rasulallah saw., bahkan menyebut mereka sebagai
orang-orang yang beruntung. Juga firman Allah SWT mengajarkan kepada kita
tatakrama yang mana dalam firman-Nya tidak pernah memanggil atau menyebut
Rasul-Nya dengan kalimat Hai Muhammad, tetapi memanggil beliau dengan kalimat
Hai Rasul atau Hai Nabi.
Firman-firman Allah SWT tersebut cukup
gamblang dan jelas membuktikan bahwa Allah SWT mengangkat dan menjunjung
Rasul-Nya sedemikian tinggi, hingga layak disebut sayyidina atau junjungan kita
Muhammad Rasulallah SAW Menyebut nama beliau tanpa diawali dengan kata yang
menunjukkan penghormatan, seperti “sayyidina” tidak sesuai dengan
pengagungan yang selayaknya kepada kedudukan dan martabat beliau.
Dalam surat Aali-‘Imran : 39 Allah SWT
menyebut Nabi Yahya AS dengan predikat “sayyid” : “…Allah memberi kabar
gembira kepadamu (Hai Zakariya) akan kelahiran seorang puteramu, Yahya, yang
membenarkan kalimat (yang datang dari) Allah, seorang sayyid (terkemuka,
panutan), (sanggup) menahan diri (dari hawa nafsu) dan Nabi dari keturunan
orang-orang sholeh”.
Para penghuni neraka pun menyebut
orang-orang yang menjerumuskan mereka dengan istilah saadat (jamak dari kata
sayyid), yang berarti para pemimpin. Penyesalan mereka dilukiskan Allah
swt.dalam firman-Nya :
(#qä9$s%ur !$oY/u !$¯RÎ) $uZ÷èsÛr& $uZs?y$y $tRuä!#uy9ä.ur $tRq=|Êr'sù gxÎ6¡¡9$# ÇÏÐÈ
Artinya :
Dan mereka
berkata;:"Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami telah mentaati
pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar Kami, lalu mereka menyesatkan Kami dari
jalan (yang benar).
Juga
seorang suami dapat disebut dengan kata “sayyid”, sebagaimana yang
terdapat dalam firman Allah swt. dalam surat Yusuf ayat 25 :
$s)t6tGó$#ur z>$t7ø9$# ôN£s%ur ¼çm|ÁÏJs% `ÏB 9ç/ß $uxÿø9r&ur $ydyÍhy #t$s! É>$t7ø9$# 4 ôMs9$s% $tB âä!#ty_ ô`tB y#ur& y7Ï=÷dr'Î/ #¹äþqß HwÎ) br& z`yfó¡ç ÷rr& ëU#xtã ÒOÏ9r& ÇËÎÈ
Artinya :
Dan keduanya
berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari
belakang hingga koyak dan Kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka
pintu. wanita itu berkata: "Apakah pembalasan terhadap orang yang
bermaksud berbuat serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum)
dengan azab yang pedih?"
Demikian
juga kata “Maula” yang berarti pengasuh, penguasa, penolong dan lain
sebagainya. Banyak terdapat didalam Al-Qur’anul-Karim kata-kata ini, antara
lain dalam surat Ad-Dukhan ayat 41 Allah berfirman :
tPöqt w ÓÍ_øóã »<öqtB `tã ]<öq¨B $\«øx© wur öNèd crç|ÇZã ÇÍÊÈ
Artinya :
Yaitu hari yang seorang
karib tidak dapat memberi manfaat kepada karibnya sedikitpun, dan mereka tidak
akan mendapat pertolongan,
Juga
dalam firman Allah swt. dalam Al-Maidah ayat 55 disebutkan juga kalimat “Maula”
untuk Allah SWT, Rasul dan orang yang beriman.
$uK¯RÎ) ãNä3Ï9ur ª!$# ¼ã&è!qßuur tûïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$# tbqßJÉ)ã no4qn=¢Á9$# tbqè?÷sãur no4qx.¨9$# öNèdur tbqãèÏ.ºu ÇÎÎÈ
Artinya :
Sesungguhnya penolong
kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan
shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
Jadi
kalau kata “sayyid” itu dapat digunakan untuk menyebut Nabi Yahya putera
Zakariya, dapat digunakan untuk menyebut Raja Mesir, bahkan dapat juga
digunakan untuk menyebut pemimpin yang semuanya itu menunjuk kan kedudukan
seseorang, alasan
apa yang dapat digunakan untuk menolak sebutan “sayyid” bagi junjungan
kita Nabi Muhammad saw. Demikian pula soal penggunaan kata “maula” .
Apakah bid’ah jika seorang menyebut nama seorang Nabi yang diimani dan
dicintainya dengan awalan “sayyidina” atau “maulana” ?
Mengapa
orang yang menyebut nama seorang pejabat tinggi pemerintahan, kepada para
presiden, para raja atau menteri, atau kepada diri seseorang dengan awalan ‘Yang
Mulia’ tidak dituduh berbuat bid’ah ? Tidak salah kalau ada orang yang
mengatakan, bahwa sikap menolak penggunaan kata “sayyid” atau maula
untuk mengawali penyebutan nama Rasulallah SAW itu sesungguhnya dari pikiran
meremehkan kedudukan dan martabat beliau SAW Atau sekurang-kurang hendak
menyamakan kedudukan dan martabat Beliau dengan manusia awam/biasa.
Sebagaimana
kita ketahui, dewasa ini masih banyak orang yang menyebut nama Rasulallah SAW
tanpa diawali dengan kata “sayyidina” dan tanpa dilanjutkan dengan
kalimat sallahu ‘alaihi wasallam (SAW). Menyebut nama Rasulallah dengan cara
demikian menunjukkan sikap tak kenal hormat pada diri orang yang bersangkutan.
Cara demikian itu lazim dilakukan oleh orang-orang diluar Islam, seperti kaum
orientalis barat dan lain sebagainya. Sikap kaum orientalis ini tidak boleh
kita tiru.
Banyak
hadits-hadits shohih yang menggunakan kata sayyid, beberapa diantaranya ialah :
“Setiap anak Adam adalah sayyid.
Seorang suami adalah sayyid bagi isterinya dan seorang isteri adalah sayyidah
bagi keluarganya (rumah tangga nya)”. (HR Bukhori dan Adz-Dzahabi)
Jadi
kalau setiap anak Adam saja dapat disebut “sayyid”, apakah anak Adam
yang paling tinggi martabatnya dan paling mulia kedudukannya disisi Allah yaitu
junjungan kita Nabi Muhammad SAW tidak
boleh disebut “sayyid” ?
Hadits
riwayat Imam Bukhori, Rasulallah saw bersabda: "Janganlah kalian berkata
(kepada seorang budak kepada majikannya), 'beri makan Rabb mu, wudhu kan Rabb
mu, tapi ucapkanlah Sayyidi dan Maulaya (tuanku dan
Junjunganku)', dan jangan pula kalian (para pemilik budak) berkata pada
mereka,'wahai Hambaku, tapi ucapkanlah : wahai anak, wahai pembantu"
(Shahih Bukhari hadits no. 2414) hadits semakna dalam Shahih Muslim hadits no. 2249).
Rasulallah
SAW membolehkan ucapan sayyidi (tuanku) atau maulaya (tuan
muliaku) seorang budak terhadap tuannya, dan berkata para ahli hadits, kalau
antara tuan yg memiliki budak saja boleh menggunakan Sayyidi wa Maulaya.,
atau sayyidina wa maulana, maka sungguh Nabi SAW jauh lebih berhak dari
semua pemilik budak itu.
Bagaimana
tercelanya orang yang berani membid’ahkan penyebutan “sayyidina” atau “maulana”
dimuka nama beliau SAW ? Yang lebih aneh lagi sekarang banyak diantara golongan
pengingkar ini sendiri yang memanggil nama satu sama lain diawali dengan “sayyid”
atau minta juga agar mereka dipanggil “sayyid” dimuka nama mereka !
Begitu juga orang yang ekstrim ini, bila duduk disatu majlis kemudian datang
seorang ulama dimajlis tersebut, mereka ini sampai-sampai berani mengharamkan
orang untuk berdiri penghormatan kepada ulama ini. Padahal banyak contoh dalam
hadits antara lain yang telah kami kemukakan, para sahabat berdiri untuk para
pemimpinnya atau untuk orang yang dipandang mulia oleh mereka. Berdiri untuk
penghormatan itu bukan suatu yang wajib tetapi tata krama yang diajarkan oleh
Rasulallah SAW, untuk seorang yang berilmu atau para wauliya sholihin. Sekali
lagi untuk mengharamkan sesuatu itu harus ada dalilnya yg jelas dan tegas
masalah tersebut.
G. Waktu dan Tempat yang Sunnat Membaca
Shalawat
Kita sebagai
umat Nabi Muhammad SAW yang sangat dicintainya, tentunya kita harus mencintai
beliau melebihi cinta kepada siapapun selain Allah SWT. Konsekuensi dari cinta
kita pada beliau membuktikan bahwa kita betul-betul beriman dan mengerjakan
perintahnya serta menjauhi larangannya. Manifestasi dari bentuk cinta itu juga
beruapa mengucapkan shalawat kepada beliau. Sebab ketika kita mengucap
shalawat, banyak keutamaan yang diberikan kepada kita. Maka orang yang tidak
mau mengucap shalawat kepada Nabi SAW adalah sebuah tindakan kurang ajar,
sekaligus sombong. Setidaknya kekurangajaran itu digambarkan di dalam riwayat
dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang paling
bakhil adalah seseorang yang jika namaku disebut dia tidak bershalawat
untukku.” [H.R. Nasa’i, Tirmidzi dan Thabaraniy].
Ibnul Qayyim
al-Jauziyyah menyebutkan 40 tempat yang disunnahkan untuk mengucapkan shalawat.
Di antaranya adalah :
1.
Sebelum
berdoa, sebagaimana disebutkan oleh Fadhalah bin ‘Abid : “Rasulullah SAW
mendengar seorang laki-laki berdoa dalam shalatnya, tetapi tidak bershalawat
untuk Nabi Muhammad, maka beliau bersabda : “Orang ini tergesa-gesa” Lalu
beliau memanggil orang tersebut dan bersabda kepadanya dan kepada yang lainnya :
“Bila salah seorang di antara kalian shalat (berdoa) maka hendaklah ia
memulainya dengan pujian dan sanjungan kepada Allah lalu bershalawat untuk
nabi, kemudian berdoa setelah itu dengan apa saja yang ia inginkan.” [H.R. Abu
Daud, Tirmidzi, Ahmad dan Hakim].
2.
Ketika
menyebut, mendengar dan menulis nama beliau, berdasarkan kepada sabda
Rasulullah SAW : “Celakalah seseorang yang namaku disebutkan di sisinya lalu ia
tidak bershalawat untukku.” [H.R. Tirmidzi dan Hakim].
3.
Dianjurkan
memperbanyak shalawat Nabi pada hari Jum’at, sebagaimana hadis yang
diriwayatkan dari ‘Aus bin ‘Aus : Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya di
antara hari-hari yang paling afdhal adalah hari Jum’at, maka perbanyaklah shalawat
untukku pada hari itu, karena shalawat kalian akan sampai kepadaku……” [R. Abu
Daud, Ahmad dan Hakim].
4.
Ketika masuk
dan keluar masjid, sebagaimana disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan dari
Fatimah RA, dia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Bila kalian masuk mesjid,
maka ucapkanlah : ”Dengan nama Allah, salam untuk Rasulullah, ya Allah shalawatlah
untuk Muhammad dan keluarga Muhammad, ampunilah kami dan mudahkanlah bagi kami
pintu-pintu rahmat-Mu.” “Dan bila keluar dari mesjid maka ucapkanlah itu, tapi
(pada penggalan akhir) diganti dengan : “Dan permudahlah bagi kami pintu-pintu
karunia-Mu.” [H.R. Ibnu Majah dan Tirmidzi].
5.
Ketika
Shalat jenazah. Disyari’atkan bershalawat pada shalat jenazah setelah takbir
yang kedua didasarkan atas hadis yang diriwayatkan oleh Abu Umamah RA, bahwa
beliau diberitahu oleh seorang shahabat nabi ; Bahwa sunnah di dalam shalat
bagi mayat adalah imam bertakbir, kemudian membaca Fatihatul Kitab (surat
al-Fatihah) setelah takbir pertama, kemudian bershalawat kepada Nabi saw (Hadis
Shahih, diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan yang lainnya).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
((أولَى الناسِ بِيْ يوم القيامة
أكثرُهم عليَّ صلاةً))
Artinya :
“Orang yang
paling dekat dariku pada hari kiamat adalah yang paling banyak bershalawat
kepadaku.” (HR. At-Tirmidzy, dan dihasankan Syeikh Al-Albany)
Maka
hendaknya seorang muslim memperbanyak shalawat atas beliau. Dan disana ada
waktu khusus yang disyariatkan bershalawat seperti ketika hari jum’at, ketika
disebutkan nama beliau, ketika tasyahhud akhir, setelah takbir kedua pada
shalat jenazah, ketika mau berdoa, ketika masuk masjid, ketika keluar masjid
dan setelah menjawab muadzdzin.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Shalawat
adalah bacaan do’a dan pujian kepada Nabi Muhammad SAW, yang memiliki hukum :
1. Wajib
a. Hukum membaca shalawat ibrahimiyah itu wajib pada saat
tahiyat akhir shalat. Baik shalat fardhu yang lima waktu maupun
shalat sunnah.
b. Wajib membaca shalawat sekali seumur hidup.
c. Wajib mengucapkan shalawat ketika mendengar nama Nabi
Muhammad disebut, menurut pendapat Imam Tahawi.
2. Sunnah muakkad pada situasi di luar shalat.
B. Kritik
Termasuk
dalam kesalahan adalah melantunkan shalawat Nabi dengan berirama dan terkadang
dilakukan secara berjamaah. Bahkan ada yang diiringi dengan lantunan musik piano, genderang, rebana dan lainnya. Sungguh,
ini merupakan suatu kebatilan yang nyata yang dikemas dalam bentuk ibadah.
Bagaikan najis yang dicampur dengan setetes air suci. Allahul musta’an.
Tak
hanya itu, tujuan shalawat pun kini telah bias. Yang awalnya untuk mendoakan
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam kini menjadi hiburan yang dapat dinikmati
suara dan iringan musiknya.
Demikian
pula, penting bagi kita menjauhi cara
bershalawat yang tidak ada dalilnya seperti bershalawat dengan dinyanyikan,
karena ini tidak pernah dicontohkan oleh para pendahulu kita dari kalangan
sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in.
C. Saran
Tidak
luput dari qodrat manusia sebagai mahluk yang tidak sempurna, kami dari
penyusun makalah ini menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Selanjutnya kami meminta maaf dari
kesalahan-kesalahan kami dalam materi, penyampaian dan penulisan. Kami berharap
kepada semua pembaca memberikan tanggapannya sebagai kritik yang membangun agar
dikemudian hari menjadi suatu ilmu yang bermanfaat.
DAFTAR
PUSTAKA
Majalah
Asy Syari’ah no. 07/I/1425 H/2004 pada artikel "Shalawat Nabi Antara
Sunnah dan Bid'ah Bagian 2", hal. 34-35.
tanyajawabagamaislam.blogspot.com
(dari Ustadz Abdullah Roy, Lc.).
Al-Sami,
Mahmud. Muktashar fî Ma’ânî Asmâ Allâh al-Husnâ. Daarul Al-Kutub
Al-Islamiyah. Jakarta.
Al-Nabhani.
Yusuf bin Isma’il. Afdhalu al-Shalawati ‘ala Sayyidi al-Sadati. Daarul
Al-Kutub Al-Islamiyah. Jakarta.
woori casino & poker chip | A Pennsylvania
BalasHapusA Pennsylvania https://deccasino.com/review/merit-casino/ online casino https://deccasino.com/review/merit-casino/ has launched its ventureberg.com/ wopest selection of wagers, including 우리카지노aprcasino wager chips, bonus and Poker chips, poker chips, roulette chips septcasino.com and more.