Kamis, 26 Desember 2013

Makalah Shalawat



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
            Membaca shalawat menjadi salah satu bukti cinta kita kepada Nabi SAW. Kita wajib mencintai Nabi SAW, karena beliaulah yang telah membawa kita ke jalan Allah SWT. Orang yang membaca shalawat pasti orang yang mencintai Nabi SAW, tidak mungkin orang yang membencinya. Oleh sebab itu kita disarankan untuk senantiasa bersholawat kepada Beliau, kapan pun dan dimanapun (bukan hanya dalam ceremoni atau ketika susah saja) sesuai dengan firman Allah di atas (Al-Ahzab:56). Tentunya cara bersholawatnya harus dengan cara yang baik dan benar serta tidak berlebihan. Ketika bersholawat, maka harus disertai dengan mengingat perjuangan Nabi SAW seperti halnya Beliau selalu mengingat umat-umatnya. Nabi SAW selalu sayang kepada umatnya bahkan sampai akhir hayatnya yang diingat adalah umatnya, maka kita pun harus membuktikan rasa sayang kepada Beliau, diantaranya dengan senantiasa bershalawat dan mengikuti sunnahnya.
            Dimasyarakat, kemudian berkembang syair-syair untuk memuji Nabi SAW, oleh sebagian bahkan sering diadakan acara shalawatan tetapi kadang kala dilakukan dengan berlebihan bahkan sambil dikeraskan. Sesungguhnya kegiatan seperti ini diawali semenjak zaman Shalahuddin Al-Ayyubi. Ketika itu kaum muslimin membutuhkan motivasi dalam berperang (perang salib). Karena bertepatan dengan bulan Rabiul awwal (bulan kelahiran Nabi) maka, Shalahuddin al-Ayyubi memiliki ide untuk merayakan hari kelahiran Nabi SAW, yang kemudian dikenal dengan istilah Mauludan. Rangkaian acara tersebut diantaranya dilakukan dengan membuat sayembara untuk membuat syair-syair untuk mengingat perjuangan Nabi saw agar kaum muslimin semakin mencintai Nabi SAW dan mendapat motivasi untuk berperang. Syair-syair tersebut kemudian berkembang bahkan dijadikan sebagai bacaan dalam ceremoni shalawatan. Jadi shalawatan seperti itu sesungguhnya bukan bagian dari Ibadah tetapi hanya ceremoni saja, bahkan bisa disebut kegiatan kesenian saja.

B.       Rumusan Masalah
            Berdasarkan latarbelakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.      Apa pengertian shalawat ?
2.      Apa keutamaan membaca shalawat ?
3.      Apa lafazh-lafazh shalawat yang diajarkan Nabi Muhammad SAW ?
4.      Apa saja bagian-bagian dari shallawat ?
5.      Apa hubungan antara shalawat dan syafa’at ?
6.      Bagaimana hukum pengucapan lapazh sayyidina dan maulana dalam shalawat ?
7.      Kapan dan dimana waktu dan tempat yang baik membacakan shalawat ?

C.      Tujuan Penulisan
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan ditulisnya makalah ini adalah:
1.    Mengetahui pengertian shalawat.
2.    Mengetahui keutamaan shalawat.
3.    Mengetahui lafazh-lafazh shalawat yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.
4.    Mengetahui bagian-bagian shallawat.
5.    Mengetahui hubungan antara shalawat dan syafa’at.
6.    Mengetahui hukum pengucapan lafazh “sayyidina” dan “maulana” dalam shalawat.
7.    Mengetahui tempat dan waktu dimana baiknya membaca shalawat.

D.      Metode Penulisan
            Dalam penyusunan makalah ini metode penulisan yang kami gunakan adalah metode kepustakaan, dengan mencari bahan-bahan materi dari berbagai sumber, baik media cetak ataupun dari kajian-kajian Islam multi media.














BAB II
 PEMBAHASAN

A.    Pengertian Shalawat
Secara etimologis shalawat adalah bentuk jamak dari bentuk tunggal shalah (الصلاة) yang berarti doa (lihat: Al-Mu'jamul Wasith). Secara terminologis, shalawat memiliki sejumlah pengertian antara lain sebagai berikut:
a.       Shalawat dari Allah kepada manusia yang bermakna memberi rahmat seperti dalam QS Al-Ahzab 33:43 :
uqèd Ï%©!$# Ìj?|ÁムöNä3øn=tæ ¼çmçGs3Í´¯»n=tBur /ä3y_̍÷ãÏ9 z`ÏiB ÏM»yJè=à9$# n<Î) ÍqY9$# 4 tb%Ÿ2ur tûüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ $VJŠÏmu ÇÍÌÈ  
Artinya :
Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.

b.      Shalawat dari malaikat kepada umat Islam (mukminin) yang bermakna permohonan ampun malaikut untuk umat Islam.

c.       Shalawat dari seorang muslim kepada muslim yang lain yang bermakna doa seperti dalam QS At-Taubah 9:103 :

õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ  
Artinya :
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
[658] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda
[659] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.

d.      Shalawat dari manusia kepada Allah yang bermakna ibadah khusus pada Allah dalam waktu dan cara tertentu sesuai syariah seperti dalam QS Al-Kautsar 108:2 :
Èe@|Ásù y7În/tÏ9 öptùU$#ur ÇËÈ                                                                                                 
Artinya :
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah[1605].
[1605] Yang dimaksud berkorban di sini ialah menyembelih hewan Qurban dan mensyukuri nikmat Allah.
            Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW mengandung pengertian berdoa kepada Allah Swt agar Nabi Muhammad SAW dan keluarganya selalu dilimpahkan kesejahteraan dan keberkatan. Tujuan dari membaca sholawat agar kaum muslimin mendapatkan syafaat (Syafa’atul Uzhma) di akherat nanti. Dasarnya ialah firman Allah SWT :
¨bÎ) ©!$# ¼çmtGx6Í´¯»n=tBur tbq=|Áムn?tã ÄcÓÉ<¨Z9$# 4 $pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#q=|¹ Ïmøn=tã (#qßJÏk=yur $¸JŠÎ=ó¡n@ ÇÎÏÈ  
Artinya :
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi[1229]. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya[1230].
[1229] Bershalawat artinya: kalau dari Allah berarti memberi rahmat: dari Malaikat berarti memintakan ampunan dan kalau dari orang-orang mukmin berarti berdoa supaya diberi rahmat seperti dengan perkataan:Allahuma shalli ala Muhammad.
[1230] Dengan mengucapkan Perkataan seperti:Assalamu'alaika ayyuhan Nabi artinya: semoga keselamatan tercurah kepadamu Hai Nabi.
            Ibnu Hajar al-Makki menyimpulkan makna shalawat sebagai berikut: shalawat dari Allah berarti rahmat, dari malaikat dan manusia berarti doa atau permohonan rahmat untuk Nabi Muhammad.

B.     Keutamaan Membaca Shalawat
عن أنس بن مالك  قال: قال رسول الله مَن صلَّى عليَّ صلاةً واحدةً ، صَلى اللهُ عليه عَشْرَ صَلَوَاتٍ،وحُطَّتْ عنه عَشْرُ خَطياتٍ ، ورُفِعَتْ له عَشْ دَرَجَاتٍ» رواه النسائي وأحمد وغيرهما وهو حديث صحيح
Artinya :
Dari Anas bin malik radhiallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat baginya sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan (dosa)nya, serta ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga kelak)”[SHAHIH. Hadits Riwayat An-Nasa’i (no. 1297), Ahmad (3/102 dan 261), Ibnu Hibban (no. 904) dan al-Hakim (no. 2018), dishahihkan oleh Ibnu Hibban rahimahullah, al-Hakim rahimahullah dan disepakati oleh adz-Dzahabi, rahimahullah juga oleh Ibnu hajar rahimahullah dalam “Fathul Baari” (11/167) dan al-Albani rahimahullah dalam “Shahihul adabil mufrad” (no. 643). ].
           
            Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan anjuran memperbanyak shalawat tersebut [Lihat “Sunan an-Nasa’i” (3/50) dan “Shahiihut targiib wat tarhiib” (2/134)], karena ini merupakan sebab turunnya rahmat, pengampunan dan pahala yang berlipatganda dari Allah Ta’ala [Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (6/169)].
            Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini :
·         Banyak bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan tanda cinta seorang muslim kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam [Lihat kitab “Mahabbatur Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bainal ittibaa’ walibtidaa’” (hal. 77).], karena para ulama mengatakan: “Barangsiapa yang mencintai sesuatu maka dia akan sering menyebutnya” [Lihat kitab “Minhaajus sunnatin nabawiyyah” (5/393) dan “Raudhatul muhibbiin” (hal. 264).].
·         Yang dimaksud dengan shalawat di sini adalah shalawat yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih  (yang biasa dibaca oleh kaum muslimin dalam shalat mereka ketika tasyahhud), bukan shalawat-shalawat bid’ah yang diada-adakan oleh orang-orang yang datang belakangan, seperti shalawat nariyah, badriyah, barzanji dan shalawat-shalawat bid’ah lainnya. Karena shalawat adalah ibadah, maka syarat diterimanya harus ikhlas karena Allah Ta’ala semata dan sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam [Lihat kitab “Fadha-ilush shalaati wassalaam” (hal. 3-4), tulisan syaikh Muhammad bin Jamil Zainu.]. Juga karena ketika para sahabat radhiyallahu ‘anhuma bertanya kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “(Ya Rasulullah), sungguh kami telah mengetahui cara mengucapkan salam kepadamu, maka bagaimana cara kami mengucapkan shalawat kepadamu?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Ucapkanlah: Ya Allah, bershalawatlah kepada (Nabi) Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarga beliau…dst seperti shalawat dalam tasyahhud [SHAHIH. Riwayat Bukhari (no. 5996) dan Muslim (no. 406)].
·         Makna shalawat kepada nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah meminta kepada Allah Ta’ala agar Dia memuji dan mengagungkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan akhirat, di dunia dengan memuliakan peneyebutan (nama) beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, memenangkan agama dan mengokohkan syariat Islam yang beliau bawa. Dan di akhirat dengan melipatgandakan pahala kebaikan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, memudahkan syafa’at beliau kepada umatnya dan menampakkan keutamaan beliau pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk [Lihat kitab “Fathul Baari” (11/156)].
·         Makna shalawat dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya adalah limpahan rahmat, pengampunan, pujian, kemualian dan keberkahan dari-Nya [Lihat kitab “Zaadul masiir” (6/398).]. Ada juga yang mengartikannya dengan taufik dari Allah Ta’ala untuk mengeluarkan hamba-Nya dari kegelapan (kesesatan) menuju cahaya (petunjuk-Nya), sebagaimana dalam firman-Nya:
uqèd Ï%©!$# Ìj?|ÁムöNä3øn=tæ ¼çmçGs3Í´¯»n=tBur /ä3y_̍÷ãÏ9 z`ÏiB ÏM»yJè=à9$# n<Î) ÍqY9$# 4 tb%Ÿ2ur tûüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ $VJŠÏmu ÇÍÌÈ  
Artinya :
Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (QS al-Ahzaab:43).

C.    Lafazh-Lafazh Shalawat
Lafazh shalawat yang paling ringkas yang sesuai dalil-dalil yang shahih adalah :
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad”.
[SHAHIH. HR. At-Thabrani melalui dua isnad, keduanya baik. Lihat Majma’ Az-Zawaid 10/120 dan Shahih At- Targhib wat Tarhib 1/273].



Kemudian terdapat riwayat-riwayat lain yang Shahih dalam delapan riwayat, yaitu :
1.      Dari jalan Ka’ab bin ‘Ujrah
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد اللهم بارك على محمد وعلى  آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Ya Allah, Berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”.
[SHAHIH, HR. Bukhari 4/118, 6/27, dan 7/156, Muslim 2/16, Abu Dawud no. 976, 977, 978, At Tirmidzi 1/301-302, An Nasa-i dalam "Sunan" 3/47-58 dan "Amalul Yaum wal Lailah" no 54, Ibnu Majah no. 904, Ahmad 4/243-244, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 900, 1948, 1955, Al Baihaqi dalam "Sunanul Kubra" 2/148 dan yang lainnya]

2.      Dari jalan Abu Humaid As Saa’diy
اللهم صل على محمد وعلى أزواجه وذريته كما صليت على إبراهيم ، وبارك على محمد وعلى أزواجه وذريته كما باركت  على إبراهيم ، إنك حميد مجيد
Artinya :
“Ya Allah,berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada isteri-isteri beliau dan keturunannya,sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim. Ya Allah, Berkahilah Muhammad dan isteri-isteri beliau dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim,Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”
[SHAHIH, HR. Bukhari 4/118, 7/157, Muslim 2/17, Abu Dawud no. 979, An Nasa-i dalam "Sunan" nya 3/49, Ibnu Majah no. 905, Ahmad dalam "Musnad" nya 5/424, Baihaqi dalam "Sunanul Kubra" 2/150-151, Imam Malik dalam "Al Muwaththo' 1/179 dan yang lainnya].

3.      Dari jalan Abi Mas’ud Al Anshariy
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على آل إبراهيم وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على آل إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد


Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim, dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim atas sekalian alam, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”
[SHAHIH, HR Muslim 2/16, Abu Dawud no. 980, At Tirmidzi 5/37-38, An Nasa-i dalam "Sunan" nya 3/45, Ahmad 4/118, 5/273-274, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 1949, 1956, Baihaqi dalam "Sunanul Kubra" 2/146,dan Imam Malik dalam "AL Muwaththo' (1/179-180 Tanwirul Hawalik Syarah Muwaththo'"]

4.      Dari jalan Abi Mas’ud, ‘Uqbah bin ‘Amr Al Anshariy (jalan kedua)
اللهم صل على محمد النبي الأمي وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم وبارك على محمد النبي الأمي وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad yang ummi dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.Dan berkahilah Muhammad Nabi yang ummi dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”.
[SHAHIH, HR. Abu Dawud no. 981, An Nasa-i dalam "Amalul Yaum wal Lailah" no. 94, Ahmad dalam "Musnad" nya 4/119, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 1950, Baihaqi dalam "Sunan" nya no 2/146-147, Ibnu Khuzaimah dalam "Shahih" nya no711, Daruquthni dalam "Sunan" nya no 1/354-355, Al Hakim dalam "Al Mustadrak" 1/268, dan Ath Thabrany dalam "Mu'jam Al Kabir" 17/251-252]

5.      Dari jalan Abi Sa’id Al Khudriy
اللهم صل على محمد عبدك ورسولك كما صليت على آل إبراهيم وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad hambaMu dan RasulMu, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim”.
[SHAHIH, HR Bukhari 6/27, 7/157, An Nasa-i 3/49, Ibnu Majah no. 903, Baihaqi 2/147, dan Ath Thahawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/73]

6.      Dari jalan seorang laki2 shabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
اللهم صل على محمد وعلى أهل بيته وعلى أزواجه وذريته كما صليت على آل إبراهيم إنك حميد مجيد وبارك على محمد وعلى أهل بيته وعلى أزواجه وذريته كما باركت على آل إبراهيم إنك حميد مجيد
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada ahli baitnya dan istri-istrinya dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Dan berkahilah Muhammad dan kepada ahli baitnya dan istri-istrinya dan keturunannya, sebagimana Engkau telah memberkahi Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”.
[SHAHIH, HR. Ahmad 5/347, Ini adalah lafazhnya, Ath Thowawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/74], dishahihkan oleh Al Albani dalam “Sifaat sahalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”, hal 178-179]

7.      Dari jalan Abu Hurairah
اللهم صل على محمد و على آل محمد وبارك على محمد و على آل محمد كما صليت وباركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad,sebagaimana Engkau telah bershalawat dan memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”.
[SHAHIH, HR Ath Thowawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/75, An Nasa-i dalam "Amalul Yaum wal Lailah" no 47 dari jalan Dawud bin Qais dari Nu'aim bin Abdullah al Mujmir dari Abu Hurairah , Ibnul Qayyim dalam "Jalaa'ul Afhaam Fish Shalati Was Salaami 'alaa Khairil Anaam (hal 13) berkata, "Isnad Hadist ini shahih atas syarat Syaikhaini (Bukhari dan Muslim), dan dishahihkan oleh Al Albani dalam "Sifaat sahalat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam", hal 181 ]



8.      Dari jalan Thalhah bin ‘Ubaidullah
اللهم صل على محمد و على آل محمد كما صليت على إبراهيم و على آل إبراهيم إنك حميد مجيد وبارك على محمد و على آل محمد كما باركت على إبراهيم و آل إبراهيم إنك حميد مجيد


Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim,sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”.
[SHAHIH, HR. Ahmad 1/162, An Nasa-i dalam "Sunan: nya 3/48 dan "Amalul Yaum wal Lailah" no 48, Abu Nu’aim dalam "Al Hilyah" 4/373,semuanya dari jalan 'Utsman bin Mauhab dari Musa bin Thalhah, dari bapaknya (Thalhah bin 'Ubaidullah), dishahihkan oleh Al Albani].


D.    Pembagian-pembagian Shalawat

E.     Hubungan Antara Shalawat dan Syafa’at
            Perintah di dalam firman Allah SWT tentang shalawat dalam Qs. Al Ahzab ayat 56 adalah bersifat umum, tidak dijelaskan waktu dan caranya. Oleh karena itu kaum muslimin dapat memanjatkan shalawat kapanpun dan dimanapun berada. Dan yang paling utama adalah membaca shalawat ketika beribadah. Dengan demikian membaca shalawat untuk Nabi dan kelauarganya ada 2 macam:
  1. Membaca shalawat ketika shalat. Hukum membaca shalawat ini adalah wajib dan harus menggunakan kalimat yang dicontohkan oleh Nabi, yaitu berdasarkan hadits:
عَنْ حُمَيْدٍ السَّاعِدِيُّ أَنَّهُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ كَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. (رواه مسلم
Artinya:
Diriwayatkan dari Abu Humaid as-Sa‘diyyi, sesungguhnya mereka berkata: Ya Rasulullah, bagaimana kami bershalawat atas engkau? Rasulullah SAW menjawab: katakanlah olehmu (lafadznya terdapat pada hadits di atas), yang artinya: ‘Wahai Allah, limpahkanlah kemurahan-Mu atas Muhammad, dan atas istri-istrinya dan keturunannya sebagaimana yang telah Engkau limpahkan kepada Ibrahim, dan limpahkanlah berkat-Mu atas Muhammad, istri-istrinya dan keturunannya sebagaimana yang telah Engkau limpahkan kepada Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji, Maha Mulia’.” [HR. Muslim].

عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ فَقَالَ سَأَلْنَا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللهِ كَيْفَ الصَّلاَةُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ فَإِنَّ اللهَ قَدْ عَلَّمَنَا كَيْفَ نُسَلِّمُ عَلَيْكُمْ قَالَ قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. (متفق عليه
Artinya:
Diriwayatkan dari Ka‘ab bin ‘Ujrah, kami bertanya kepada Rasulullah SAW, kami berkata: Ya Rasulullah, bagaiamana bershalawat atasmu Ahlul Bait? Sesungguhnya Allah telah mengajarkan kepada kami bagaimana mengucapkan salam kepada engkau. Rasulullah SAW berkata, katakanlah olehmu: (lafadz terdapat pada hadits di atas), yang artinya: ‘Wahai Allah, limpahkanlah kemurahan-Mu kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah melimpahkan kepada Ibrahim dan keluarganya. Wahai Allah, limpahkanlah berkat-Mu kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana yang telah Engkau limpahkan kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji, Maha Mulia’.” [Muttafaq Alaih].
Berdasarkan 2 hadits di atas maka ada dua macam bacaan shalawat dalam shalat yang dicontohkan oleh Nabi SAW. Bacaan tersebut tidak boleh dikurangi dan dilebihkan.
  1. Membaca shalawat di luar shalat. Hukum membaca shalawat ini adalah sunnah.
    Membaca shalawat sama artinya dengan membaca do’a karena shalawat artinya Do’a, maka mengucapkan shalawat diluar shalat sama seperti mengucapkan doa, yaitu harus ikhlas semata-mata mencari ridla Allah, dengan berbisik dan lemah lembut, tidak dengan suara yang keras, sebagaimana firman Allah Swt:
ä.øŒ$#ur š­/§ Îû šÅ¡øÿtR %YæŽ|Øn@ ZpxÿÅzur tbrߊur ̍ôgyfø9$# z`ÏB ÉAöqs)ø9$# Íirßäóø9$$Î/ ÉA$|¹Fy$#ur Ÿwur `ä3s? z`ÏiB tû,Î#Ïÿ»tóø9$# ÇËÉÎÈ  
Artinya :
Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang lalai.
Dalam suatu hadits disebutkan pula sebagai berikut:

عَنْ أَبِي مُوسَى، قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ فِي سَفَرٍ. فَجَعَلَ النَّاسُ يَجْهَرُونَ بِالتَّكْبِيرِ. فَقالَ النَّبِي صلى الله عليه وسلم: أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ. إِنَّكُمْ لَيْسَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِباً. إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعاً قَرِيباً
[رواه البخاري]


Artinya:
Diriwayatkan dari Abu Musa, ia berkata: Kami pernah bersama Nabi SAW dalam suatu perjalanan, kemudian orang-orang mengeraskan suara dengan bertakbir. Lalu Nabi SAW bersabda: Wahai manusia, rendahkanlah suaramu. Sebab sesungguhnya kamu tidak berdoa kepada (Tuhan) yang tuli, dan tidak pula jauh, tetapi kamu sedang berdoa kepada (Allah) Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat.” (HR. Buhkari, No. 44/2704)
           
            Di dalam Firman Allah SWT surat al-A’raf ayat 205, Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin agar berdoa dan berzikir dengan merendahkan diri dan tidak mengeraskan suara. Demikian pula hadits yang diriwayatkan Abu Musa, menegaskan agar merendahkan suara dalam berdoa kepada Allah, sebab Allah SWT tidak tuli dan tidak jauh, melainkan Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Lafadz shalawat di luar shalat tidak diatur, sama halnya seperti berdo’a, maka boleh menggunakan lafadz apa saja yang dipahami, namun begitu menggunakan lafadz yang dicontohkan oleh Nabi SAW seperti dalam shalat adalah lebih baik.
            Syafa‘atul ‘Uzhma adalah pertolongan atau pengampunan yang diberikan oleh Allah Swt kepada sebagian manusia di akhirat nanti. Pengampunan ini diberikan dengan cara memberikan izin kepada Nabi Muhammad SAW untuk melaksanakannya. Pada saat itu, konon umat manusia akan berada dalam kebingungan dikarenakan kesalahan dan khilaf mereka selama hidup di Dunia. Semua umat manusia akan mencari pertolongan agar terhindar dari azab Allah SWT. Maka umat manusia akan mendatangi para nabi untuk meminta syafa’at (pertolongan). Para Nabi menyatakan bahwa mereka tidak sanggup melaksanakannya. Akhirnya atas petunjuk Nabi Isa as, umat manusia disarankan untuk mendatangi Nabi Muhammad SAW agar beliau memohon kepada Allah Swt sehingga derita yang mereka tanggung itu hilang dan tidak bingung lagi. Setelah Nabi Muhammad SAW berdoa, maka Allah Swt mengabulkannya dengan memberi izin kepada beliau untuk memberi syafa‘at (pertolongan) kepada mereka yang dipilih oleh Nabi SAW berdasarkan izin dari Allah SWT, maka Nabi Muhammad SAW akan membebaskan orang-orang yang beriman dari derita itu dan memasukkan mereka ke dalam surga, sedang orang-orang kafir dimasukkan ke dalam neraka, sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ اللهُ النَّاسَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَقُولُونَ لَوْ اسْتَشْفَعْنَا عَلَى رَبِّنَا حَتَّى يُرِيحَنَا مِنْ مَكَانِنَا فَيَأْتُونَ آدَمَ فَيَقُولُونَ أَنْتَ الَّذِي خَلَقَكَ اللهُ بِيَدِهِ وَنَفَخَ فِيكَ مِنْ رُوحِهِ وَأَمَرَ الْمَلاَئِكَةَ فَسَجَدُوا لَكَ فَاشْفَعْ لَنَا عِنْدَ رَبِّنَا فَيَقُولُ لَسْتُ هُنَاكُمْ وَيَذْكُرُ خَطِيئَتَهُ وَيَقُولُ ائْتُوا نُوحًا أَوَّلَ رَسُولٍ بَعَثَهُ اللهُ فَيَأْتُونَهُ فَيَقُولُ لَسْتُ هُنَاكُمْ وَيَذْكُرُ خَطِيئَتَهُ ائْتُوا إِبْرَاهِيمَ الَّذِي اتَّخَذَهُ اللهُ خَلِيلاً فَيَأْتُونَهُ فَيَقُولُ لَسْتُ هُنَاكُمْ وَيَذْكُرُ خَطِيئَتَهُ ائْتُوا مُوسَى الَّذِي كَلَّمَهُ اللهُ فَيَأْتُونَهُ فَيَقُولُ لَسْتُ هُنَاكُمْ فَيَذْكُرُ خَطِيئَتَهُ ائْتُوا عِيسَى فَيَأْتُونَهُ فَيَقُولُ لَسْتُ هُنَاكُمْ ائْتُوا مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ فَيَأْتُونِي فَأَسْتَأْذِنُ عَلَى رَبِّي فَإِذَا رَأَيْتُهُ وَقَعْتُ سَاجِدًا فَيَدَعُنِي مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ يُقَالُ لِي ارْفَعْ رَأْسَكَ سَلْ تُعْطَهْ وَقُلْ يُسْمَعْ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ فَأَرْفَعُ رَأْسِي فَأَحْمَدُ رَبِّي بِتَحْمِيدٍ يُعَلِّمُنِي ثُمَّ أَشْفَعُ فَيَحُدُّ لِي حَدًّا ثُمَّ أُخْرِجُهُمْ مِنْ النَّارِ وَأُدْخِلُهُمْ الْجَنَّةَ ثُمَّ أَعُودُ فَأَقَعُ سَاجِدًا مِثْلَهُ فِي الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ حَتَّى مَا بَقِيَ فِي النَّارِ إِلاَّ مَنْ حَبَسَهُ الْقُرْآنُ. [رواه البخاري ومسلم
Artinya:
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata: berkata Rasulullah SAW: Nanti Allah akan mengumpulkan manusia di hari kiamat, lalu mereka berkata, seandainya ada orang yang memohonkan syafaat kepada Tuhan kami untuk kami sehingga kami terbebas dari keadaan kami ini. Lalu mereka datang kepada Nabi Adam, mereka berkata: Engkaulah orang yang diciptakan Allah dengan tangan-Nya (langsung) dan meniupkan kepada engkau ruh dari-Nya dan memerintahkan malaikat, lalu mereka sujud kepada engkau, maka berilah kami syafaat yang berasal dari Tuhan kami. Adam menjawab: bukan aku yang dapat memberikannya, sambil menyebut kesalahan-kesalahannya. Adam berkata: datanglah kepada Nuh Rasul yang pertama kali diutus Allah. Lalu mereka datang kepada Nuh dan Nuh menjawab: aku bukanlah orang yang dapat memberikannya, sambil menyebut kesalahan-kesalahannya. Datanglah kepada Ibrahim orang yang dijadikan Allah teman-Nya. Lalu mereka datang kepada Ibrahim dan Ibrahim menjawab: aku bukanlah orang yang dapat memberikannya, sambil menyebut kesalahan-kesalahannya. Datanglah kepada Musa orang yang pernah berbicara dengan Allah. Lalu mereka datang kepada Musa dan Musa menjawab: aku bukanlah orang yang dapat memberikannya, sambil menyebut kesalahan-kesalahannya. Datanglah kepada Isa dan Isa menjawab: aku bukanlah orang yang dapat memberikannya, datanglah kepada Muhammad SAW, karena sesungguhnya Muhammad telah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu dan yang akan datang. Mereka pun mendatangiku, maka aku pergi minta izin kepada Tuhanku. Maka ketika aku melihat-Nya aku segera sujud, Ia membiarkanku sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Kemudian dikatakan: Angkatlah kepala engkau, mintalah pasti diberi, katakanlah niscaya akan didengar, mintalah syafaat pasti diberi. Lalu aku mengangkat kepalaku, lalu aku memanjatkan pujian kepada Tuhanku sesuai dengan yang diajarkan kepadaku, kemudian aku diizinkan memberi syafaat kepada orang-orang tertentu. Kemudian aku keluarkan mereka dari neraka dan aku masukkan ke dalam surga. Kemudian aku kembali menyatakan dan bersujud seperti semula, kemudian ketiga dan keempat, sehingga yang tinggal dalam neraka adalah orang yang tidak percaya dan menantang al-Qur’an.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
            Di samping hadits di atas, ada lagi beberapa hadits shahih yang menerangkan tentang syafa’at itu dan isinya sama dengan isi hadits di atas.
            Dari penjelasan hadits di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a.    Hak memberi syafaat itu hanya ada pada Allah, sebagai yang ditegaskannya:

ª!$# Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd ÓyÕø9$# ãPqs)ø9$# 4 Ÿw ¼çnäè{ù's? ×puZÅ Ÿwur ×PöqtR 4 ¼çm©9 $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# 3 `tB #sŒ Ï%©!$# ßìxÿô±o ÿ¼çnyYÏã žwÎ) ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ 4 ãNn=÷ètƒ $tB šú÷üt/ óOÎgƒÏ÷ƒr& $tBur öNßgxÿù=yz ( Ÿwur tbqäÜŠÅsム&äóÓy´Î/ ô`ÏiB ÿ¾ÏmÏJù=Ïã žwÎ) $yJÎ/ uä!$x© 4 yìÅur çmÅöä. ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur ( Ÿwur ¼çnߊqä«tƒ $uKßgÝàøÿÏm 4 uqèdur Í?yèø9$# ÞOŠÏàyèø9$# ÇËÎÎÈ  
Artinya :
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
[161] Kursi dalam ayat ini oleh sebagian mufassirin diartikan dengan ilmu Allah dan ada pula yang mengartikan dengan kekuasaan-Nya.
b.    Pada hari kiamat Nabi Muhammad SAW diberi izin oleh Allah untuk memberi syafa’at kepada sebagian manusia sesuai pilihan Nabi SAW dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Di antara yang diberi syafaat itu ialah orang-orang yang mencintai Nabi SAW dan beriman kepada al-Qur’an serta tidak menentangnya.

F.     Pengucapan Lafazh “Sayyidina” dalam Shalawat
Sebagian orang membid’ahkan panggilan Sayyidinaa atau Maulana didepan nama Muhammad Rasulallah saw., dengan alasan bahwa Rasulallah saw. sendiri yang menganjurkan kepada kita tanpa mengagung-agungkan dimuka nama beliau saw. Memang golongan ini mudah sekali membid’ahkan sesuatu amalan tanpa melihat motif makna yang dimaksud Bid’ah itu apa. Selanjutnya kita rujuk ayat-ayat Ilahi dan hadits-hadits Rasulallah saw. yang berkaitan dengan kata-kata sayyid.
Syeikh Muhammad Sulaiman Faraj dalam risalahnya yang berjudul panjang yaitu Dala’ilul-Mahabbah Wa Ta’dzimul-Maqam Fis-Shalati Was-Salam ‘AN Sayyidil-Anam dengan tegas mengatakan: Menyebut nama Rasulallah saw. dengan tambahan kata Sayyidina (junjungan kita) didepannya merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim yang mencintai beliau saw. Sebab kata tersebut menunjukkan kemuliaan martabat dan ketinggian kedudukan beliau. Allah swt. memerintahkan ummat Islam supaya menjunjung tinggi martabat Rasulallah saw., menghormati dan memuliakan beliau, bahkan melarang kita memanggil atau menyebut nama beliau dengan cara sebagaimana kita menyebut nama orang diantara sesama kita. Larangan tersebut tidak berarti lain kecuali untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan Rasulallah saw. Allah swt.berfirman :
žw (#qè=yèøgrB uä!$tãߊ ÉAqß§9$# öNà6oY÷t/ Ïä!%tæßx. Nä3ÅÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ 4 ôs% ãNn=÷ètƒ ª!$# šúïÏ%©!$# šcqè=¯=|¡tFtƒ öNä3ZÏB #]Œ#uqÏ9 4 ÍxósuŠù=sù tûïÏ%©!$# tbqàÿÏ9$sƒä ô`tã ÿ¾Ín͐öDr& br& öNåkz:ŠÅÁè? îpuZ÷FÏù ÷rr& öNåkz:ÅÁムë>#xtã íOŠÏ9r& ÇÏÌÈ  
Artinya :
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS. An-Nur : 63).

Dalam tafsirnya mengenai ayat diatas ini Ash-Shawi mengatakan : Makna ayat itu ialah janganlah kalian memanggil atau menyebut nama Rasulallah saw. cukup dengan nama beliau saja, seperti Hai Muhammad atau cukup dengan nama julukannya saja Hai Abul Qasim. Hendaklah kalian menyebut namanya atau memanggilnya dengan penuh hormat, dengan menyebut kemuliaan dan keagungannya. Demikianlah yang dimaksud oleh ayat tersebut diatas. Jadi, tidak patut bagi kita menyebut nama beliau tanpa menunjukkan penghormatan dan pemuliaan kita kepada beliau, baik dikala beliau masih hidup didunia maupun setelah beliau kembali keharibaan Allah swt. Yang sudah jelas ialah bahwa orang yang tidak mengindahkan ayat tersebut berarti tidak mengindahkan larangan Allah dalam Al-Qur’an. Sikap demikian bukanlah sikap orang beriman.
Menurut Ibnu Jarir, dalam menafsirkan ayat tersebut Qatadah mengatakan : Dengan ayat itu (An-Nur:63) Allah memerintahkan ummat Islam supaya memuliakan dan mengagungkan Rasulallah saw.
Dalam kitab Al-Iklil Fi Istinbathit-Tanzil Imam Suyuthi mengatakan : Dengan turunnya ayat tersebut Allah melarang ummat Islam menyebut beliau atau memanggil beliau hanya dengan namanya, tetapi harus menyebut atau memanggil beliau dengan Ya Rasulallah atau Ya Nabiyullah. Menurut kenyataan sebutan atau panggilan demikian itu tetap berlaku, kendati beliau telah wafat.
Dalam kitab Fathul-Bari syarh Shahihil Bukhori juga terdapat penegasan seperti tersebut diatas, dengan tambahan keterangan sebuah riwayat berasal dari Ibnu ‘Abbas RA yang diriwayatkan oleh Ad-Dhahhak, bahwa sebelum ayat tersebut turun kaum Muslimin memanggil Rasulallah SAW  hanya dengan Hai Muhammad, Hai Ahmad, Hai Abul-Qasim dan lain sebagainya. Dengan menurunkan ayat itu Allah SWT melarang mereka menyebut atau memanggil Rasulallah SAW dengan ucapan-ucapan tadi. Mereka kemudian menggantinya dengan kata-kata : Ya Rasulallah, dan Ya Nabiyullah.
Hampir seluruh ulama Islam dan para ahli Fiqih berbagai madzhab mempunyai pendapat yang sama mengenai soal tersebut, yaitu bahwa mereka semuanya melarang orang menggunakan sebutan atau panggilan sebagaimana yang dilakukan orang sebelum ayat tersebut diatas turun.
Didalam Al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang mengisyaratkan makna tersebut diatas. Antara lain firman Allah SWT dalam surat Al-A’raf : 157 ; Al-Fath : 8-9, Al-Insyirah : 4 dan lain sebagainya. Dalam ayat-ayat ini Allah SWT memuji kaum muslimin yang bersikap hormat dan memuliakan Rasulallah saw., bahkan menyebut mereka sebagai orang-orang yang beruntung. Juga firman Allah SWT mengajarkan kepada kita tatakrama yang mana dalam firman-Nya tidak pernah memanggil atau menyebut Rasul-Nya dengan kalimat Hai Muhammad, tetapi memanggil beliau dengan kalimat Hai Rasul atau Hai Nabi.
Firman-firman Allah SWT tersebut cukup gamblang dan jelas membuktikan bahwa Allah SWT mengangkat dan menjunjung Rasul-Nya sedemikian tinggi, hingga layak disebut sayyidina atau junjungan kita Muhammad Rasulallah SAW Menyebut nama beliau tanpa diawali dengan kata yang menunjukkan penghormatan, seperti “sayyidina” tidak sesuai dengan pengagungan yang selayaknya kepada kedudukan dan martabat beliau.
Dalam surat Aali-‘Imran : 39 Allah SWT menyebut Nabi Yahya AS dengan predikat “sayyid” : “…Allah memberi kabar gembira kepadamu (Hai Zakariya) akan kelahiran seorang puteramu, Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang dari) Allah, seorang sayyid (terkemuka, panutan), (sanggup) menahan diri (dari hawa nafsu) dan Nabi dari keturunan orang-orang sholeh”.
Para penghuni neraka pun menyebut orang-orang yang menjerumuskan mereka dengan istilah saadat (jamak dari kata sayyid), yang berarti para pemimpin. Penyesalan mereka dilukiskan Allah swt.dalam firman-Nya :
(#qä9$s%ur !$oY­/u !$¯RÎ) $uZ÷èsÛr& $uZs?yŠ$y $tRuä!#uŽy9ä.ur $tRq=|Êr'sù gŸxÎ6¡¡9$# ÇÏÐÈ  
Artinya :
Dan mereka berkata;:"Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar Kami, lalu mereka menyesatkan Kami dari jalan (yang benar).

Juga seorang suami dapat disebut dengan kata “sayyid”, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah swt. dalam surat Yusuf ayat 25 :
$s)t6tGó$#ur z>$t7ø9$# ôN£s%ur ¼çm|ÁŠÏJs% `ÏB 9ç/ߊ $uŠxÿø9r&ur $ydyÍhy #t$s! É>$t7ø9$# 4 ôMs9$s% $tB âä!#ty_ ô`tB yŠ#ur& y7Ï=÷dr'Î/ #¹äþqß HwÎ) br& z`yfó¡ç ÷rr& ëU#xtã ÒOŠÏ9r& ÇËÎÈ  
Artinya :
Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan Kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka pintu. wanita itu berkata: "Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih?"

Demikian juga kata “Maula” yang berarti pengasuh, penguasa, penolong dan lain sebagainya. Banyak terdapat didalam Al-Qur’anul-Karim kata-kata ini, antara lain dalam surat Ad-Dukhan ayat 41 Allah berfirman :
tPöqtƒ Ÿw ÓÍ_øóム»<öqtB `tã ]<öq¨B $\«øx© Ÿwur öNèd šcrçŽ|ÇZムÇÍÊÈ  
Artinya :
Yaitu hari yang seorang karib tidak dapat memberi manfaat kepada karibnya sedikitpun, dan mereka tidak akan mendapat pertolongan,

Juga dalam firman Allah swt. dalam Al-Maidah ayat 55 disebutkan juga kalimat “Maula” untuk Allah SWT, Rasul dan orang yang beriman.
$uK¯RÎ) ãNä3ŠÏ9ur ª!$# ¼ã&è!qßuur tûïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$# tbqßJÉ)ムno4qn=¢Á9$# tbqè?÷sãƒur no4qx.¨9$# öNèdur tbqãèÏ.ºu ÇÎÎÈ  
Artinya :
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).

Jadi kalau kata “sayyid” itu dapat digunakan untuk menyebut Nabi Yahya putera Zakariya, dapat digunakan untuk menyebut Raja Mesir, bahkan dapat juga digunakan untuk menyebut pemimpin yang semuanya itu menunjuk kan kedudukan seseorang, alasan apa yang dapat digunakan untuk menolak sebutan “sayyid” bagi junjungan kita Nabi Muhammad saw. Demikian pula soal penggunaan kata “maula” . Apakah bid’ah jika seorang menyebut nama seorang Nabi yang diimani dan dicintainya dengan awalan “sayyidina” atau “maulana” ?
Mengapa orang yang menyebut nama seorang pejabat tinggi pemerintahan, kepada para presiden, para raja atau menteri, atau kepada diri seseorang dengan awalan ‘Yang Mulia’ tidak dituduh berbuat bid’ah ? Tidak salah kalau ada orang yang mengatakan, bahwa sikap menolak penggunaan kata “sayyid” atau maula untuk mengawali penyebutan nama Rasulallah SAW itu sesungguhnya dari pikiran meremehkan kedudukan dan martabat beliau SAW Atau sekurang-kurang hendak menyamakan kedudukan dan martabat Beliau dengan manusia awam/biasa.
Sebagaimana kita ketahui, dewasa ini masih banyak orang yang menyebut nama Rasulallah SAW tanpa diawali dengan kata “sayyidina” dan tanpa dilanjutkan dengan kalimat sallahu ‘alaihi wasallam (SAW). Menyebut nama Rasulallah dengan cara demikian menunjukkan sikap tak kenal hormat pada diri orang yang bersangkutan. Cara demikian itu lazim dilakukan oleh orang-orang diluar Islam, seperti kaum orientalis barat dan lain sebagainya. Sikap kaum orientalis ini tidak boleh kita tiru.
Banyak hadits-hadits shohih yang menggunakan kata sayyid, beberapa diantaranya ialah :  “Setiap anak Adam adalah sayyid. Seorang suami adalah sayyid bagi isterinya dan seorang isteri adalah sayyidah bagi keluarganya (rumah tangga nya)”. (HR Bukhori dan Adz-Dzahabi)
Jadi kalau setiap anak Adam saja dapat disebut “sayyid”, apakah anak Adam yang paling tinggi martabatnya dan paling mulia kedudukannya disisi Allah yaitu junjungan kita Nabi Muhammad SAW  tidak boleh disebut “sayyid” ?
Hadits riwayat Imam Bukhori, Rasulallah saw bersabda: "Janganlah kalian berkata (kepada seorang budak kepada majikannya), 'beri makan Rabb mu, wudhu kan Rabb mu, tapi ucapkanlah Sayyidi dan Maulaya (tuanku dan Junjunganku)', dan jangan pula kalian (para pemilik budak) berkata pada mereka,'wahai Hambaku, tapi ucapkanlah : wahai anak, wahai pembantu" (Shahih Bukhari hadits no. 2414) hadits semakna dalam Shahih Muslim hadits no. 2249).
Rasulallah SAW membolehkan ucapan sayyidi (tuanku) atau maulaya (tuan muliaku) seorang budak terhadap tuannya, dan berkata para ahli hadits, kalau antara tuan yg memiliki budak saja boleh menggunakan Sayyidi wa Maulaya., atau sayyidina wa maulana, maka sungguh Nabi SAW jauh lebih berhak dari semua pemilik budak itu.
Bagaimana tercelanya orang yang berani membid’ahkan penyebutan “sayyidina” atau “maulana” dimuka nama beliau SAW ? Yang lebih aneh lagi sekarang banyak diantara golongan pengingkar ini sendiri yang memanggil nama satu sama lain diawali dengan “sayyid” atau minta juga agar mereka dipanggil “sayyid” dimuka nama mereka ! Begitu juga orang yang ekstrim ini, bila duduk disatu majlis kemudian datang seorang ulama dimajlis tersebut, mereka ini sampai-sampai berani mengharamkan orang untuk berdiri penghormatan kepada ulama ini. Padahal banyak contoh dalam hadits antara lain yang telah kami kemukakan, para sahabat berdiri untuk para pemimpinnya atau untuk orang yang dipandang mulia oleh mereka. Berdiri untuk penghormatan itu bukan suatu yang wajib tetapi tata krama yang diajarkan oleh Rasulallah SAW, untuk seorang yang berilmu atau para wauliya sholihin. Sekali lagi untuk mengharamkan sesuatu itu harus ada dalilnya yg jelas dan tegas masalah tersebut.


G.    Waktu dan Tempat yang Sunnat Membaca Shalawat
Kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW yang sangat dicintainya, tentunya kita harus mencintai beliau melebihi cinta kepada siapapun selain Allah SWT. Konsekuensi dari cinta kita pada beliau membuktikan bahwa kita betul-betul beriman dan mengerjakan perintahnya serta menjauhi larangannya. Manifestasi dari bentuk cinta itu juga beruapa mengucapkan shalawat kepada beliau. Sebab ketika kita mengucap shalawat, banyak keutamaan yang diberikan kepada kita. Maka orang yang tidak mau mengucap shalawat kepada Nabi SAW adalah sebuah tindakan kurang ajar, sekaligus sombong. Setidaknya kekurangajaran itu digambarkan di dalam riwayat dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang paling bakhil adalah seseorang yang jika namaku disebut dia tidak bershalawat untukku.” [H.R. Nasa’i, Tirmidzi dan Thabaraniy].
Ibnul Qayyim al-Jauziyyah menyebutkan 40 tempat yang disunnahkan untuk mengucapkan shalawat. Di antaranya adalah :
1.      Sebelum berdoa, sebagaimana disebutkan oleh Fadhalah bin ‘Abid : “Rasulullah SAW mendengar seorang laki-laki berdoa dalam shalatnya, tetapi tidak bershalawat untuk Nabi Muhammad, maka beliau bersabda : “Orang ini tergesa-gesa” Lalu beliau memanggil orang tersebut dan bersabda kepadanya dan kepada yang lainnya : “Bila salah seorang di antara kalian shalat (berdoa) maka hendaklah ia memulainya dengan pujian dan sanjungan kepada Allah lalu bershalawat untuk nabi, kemudian berdoa setelah itu dengan apa saja yang ia inginkan.” [H.R. Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad dan Hakim].
2.      Ketika menyebut, mendengar dan menulis nama beliau, berdasarkan kepada sabda Rasulullah SAW : “Celakalah seseorang yang namaku disebutkan di sisinya lalu ia tidak bershalawat untukku.” [H.R. Tirmidzi dan Hakim].
3.      Dianjurkan memperbanyak shalawat Nabi pada hari Jum’at, sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari ‘Aus bin ‘Aus : Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya di antara hari-hari yang paling afdhal adalah hari Jum’at, maka perbanyaklah shalawat untukku pada hari itu, karena shalawat kalian akan sampai kepadaku……” [R. Abu Daud, Ahmad dan Hakim].
4.      Ketika masuk dan keluar masjid, sebagaimana disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan dari Fatimah RA, dia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Bila kalian masuk mesjid, maka ucapkanlah : ”Dengan nama Allah, salam untuk Rasulullah, ya Allah shalawatlah untuk Muhammad dan keluarga Muhammad, ampunilah kami dan mudahkanlah bagi kami pintu-pintu rahmat-Mu.” “Dan bila keluar dari mesjid maka ucapkanlah itu, tapi (pada penggalan akhir) diganti dengan : “Dan permudahlah bagi kami pintu-pintu karunia-Mu.” [H.R. Ibnu Majah dan Tirmidzi].
5.      Ketika Shalat jenazah. Disyari’atkan bershalawat pada shalat jenazah setelah takbir yang kedua didasarkan atas hadis yang diriwayatkan oleh Abu Umamah RA, bahwa beliau diberitahu oleh seorang shahabat nabi ; Bahwa sunnah di dalam shalat bagi mayat adalah imam bertakbir, kemudian membaca Fatihatul Kitab (surat al-Fatihah) setelah takbir pertama, kemudian bershalawat kepada Nabi saw (Hadis Shahih, diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan yang lainnya).

            Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((أولَى الناسِ بِيْ يوم القيامة أكثرُهم عليَّ صلاةً))
Artinya :
“Orang yang paling dekat dariku pada hari kiamat adalah yang paling banyak bershalawat kepadaku.” (HR. At-Tirmidzy, dan dihasankan Syeikh Al-Albany)

Maka hendaknya seorang muslim memperbanyak shalawat atas beliau. Dan disana ada waktu khusus yang disyariatkan bershalawat seperti ketika hari jum’at, ketika disebutkan nama beliau, ketika tasyahhud akhir, setelah takbir kedua pada shalat jenazah, ketika mau berdoa, ketika masuk masjid, ketika keluar masjid dan setelah menjawab muadzdzin.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Shalawat adalah bacaan do’a dan pujian kepada Nabi Muhammad SAW, yang memiliki hukum :
1.      Wajib
a.       Hukum membaca shalawat ibrahimiyah itu wajib pada saat tahiyat akhir shalat. Baik shalat fardhu yang lima waktu maupun shalat sunnah.
b.      Wajib membaca shalawat sekali seumur hidup.
c.       Wajib mengucapkan shalawat ketika mendengar nama Nabi Muhammad disebut, menurut pendapat Imam Tahawi.
2.      Sunnah muakkad pada situasi di luar shalat.

B.     Kritik
Termasuk dalam kesalahan adalah melantunkan shalawat Nabi dengan berirama dan terkadang dilakukan secara berjamaah. Bahkan ada yang diiringi dengan lantunan musik  piano, genderang, rebana dan lainnya. Sungguh, ini merupakan suatu kebatilan yang nyata yang dikemas dalam bentuk ibadah. Bagaikan najis yang dicampur dengan setetes air suci. Allahul musta’an.
Tak hanya itu, tujuan shalawat pun kini telah bias. Yang awalnya untuk mendoakan Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam kini menjadi hiburan yang dapat dinikmati suara dan iringan musiknya.
Demikian pula, penting bagi kita  menjauhi cara bershalawat yang tidak ada dalilnya seperti bershalawat dengan dinyanyikan, karena ini tidak pernah dicontohkan oleh para pendahulu kita dari kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in.

C.    Saran
Tidak luput dari qodrat manusia sebagai mahluk yang tidak sempurna, kami dari penyusun makalah ini menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Selanjutnya kami meminta maaf dari kesalahan-kesalahan kami dalam materi, penyampaian dan penulisan. Kami berharap kepada semua pembaca memberikan tanggapannya sebagai kritik yang membangun agar dikemudian hari menjadi suatu ilmu yang bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Majalah Asy Syari’ah no. 07/I/1425 H/2004 pada artikel "Shalawat Nabi Antara Sunnah dan Bid'ah Bagian 2", hal. 34-35.
tanyajawabagamaislam.blogspot.com (dari Ustadz Abdullah Roy, Lc.).
Al-Sami, Mahmud. Muktashar fî Ma’ânî Asmâ Allâh al-Husnâ. Daarul Al-Kutub Al-Islamiyah. Jakarta.
Al-Nabhani. Yusuf bin Isma’il. Afdhalu al-Shalawati ‘ala Sayyidi al-Sadati. Daarul Al-Kutub Al-Islamiyah. Jakarta.

















1 komentar:

  1. woori casino & poker chip | A Pennsylvania
    A Pennsylvania https://deccasino.com/review/merit-casino/ online casino https://deccasino.com/review/merit-casino/ has launched its ventureberg.com/ wopest selection of wagers, including 우리카지노aprcasino wager chips, bonus and Poker chips, poker chips, roulette chips septcasino.com and more.

    BalasHapus