PERKEMBANGAN
DEMOKRASI DI INDONESIA
1. Pendahuluan
Dalam era globalisasi, perlu kita ketahui apa yang
harus dilakukan sebagai warga negara agar mampu berperan aktif dalam kehidupan
masyarakat di Indonesia. Kemajemukan masyarakat merupakan sebuah anugerah
dimana bangsa Indonesia harus memiliki sikap toleransi tinggi untuk hidup
berdampingan dan dan tidak saling menghancurkan. Oleh karena itu, demokrasi
sebagai alat pemersatu bangsa harus diketahui dan dimengerti oleh setiap warga
negara guna terciptanya masyarakat yang kritis dan mampu berperan aktif sesuai
dengan tujuan serta fungsi masyarakat pada umunya.
Selalu terngiang dalam benak kita bahwa terjadi
penyimpangan-penyimpangan jabatan oleh politisi negara yang digunakan untuk
memperkuat kepentingan mereka masing-masing. Hampir setiap hari kasus dan
skandal pejabat negara terungkap dan hanya berakhir mengambang dan tak
terselesaikan. Ironisnya, dalam berbagai media masih banyak ditemui masyarakat
yang merasa belum puas dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan mereka
tak mengerti bagaimana cara menyampaikan aspirasinya.
Kehidupan masyarakat tersebut menyiratkan bahwa
pelaksanaan demorasi yang ada di negara ini belum berjalan dengan optimal.
Demokrasi yang mencakup lima nilai dasar masyarakat Indonesia masih berjalan
pincang karena terlihat belum bisa terlaksana semuanya. Sebagai warga negara,
tentu kita yang merasakan dampak dan akibat kepincangan tersebut. OLeh karena
itu, perlu kita untuk mengetahui apa yang harus kita lakukan untuk menanggulangi
keberadaan demokrasi Pancasila agar terus terlaksana dengan baik sesuai dengan
tujuan Pancasila itu sendiri.
Maka, sangat menarik bila kita bahas tentang Pelaksanaan
Demokrasi di Indonesia saat ini agar kita mengerti secara sistematis
pengertian demokrasi Pancasila, keberadaannya, serta tanggung jawab kita
dalam berperan aktif dalam kehidupan berbangsa ini. Sehingga kita mampu
mengerti apa yang harus kita lakukan untuk melakukan perubahan kearah yang
lebih baik serta terciptanya masyarakat yang sejahtera.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas
negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara
tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan
politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif).
Berawal dari kemenangan Negara-negara Sekutu terhadap
Negara-negara Jerman, Italia & Jepang pada Perang Dunia II (1945), dan
disusul kemudian dengan keruntuhan Uni Soviet yang berlandasan paham Komunisme
di akhir Abad XX , maka paham Demokrasi paham yang mendominasi tata kehidupan
umat manusia di dunia dewasa ini.
Indonesia adalah salah satu negara yang menjunjung
tinggi demokrasi, untuk di Asia Tenggara Indonesia adalah negara yang paling
terbaik menjalankan demokrasinya, mungkin kita bisa merasa bangga dengan
keadaan itu.
Didalam praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal
kemerdekaan hingga saat ini, ternyata paham demokrasi perwakilan yang
dijalankan di Indonesia terdiri dari beberapa model demokrasi perwakilan yang
saling berbeda satu dengan lainnya.
2. Pengertian Demokrasi
Istilah Demokrasi berasal dari kata “demos” yang
berarti rakyat dan “kratein” atau “kratos”yang berarti memerintah.
Tokoh-tokoh yang mempunyai andil besar dalam
memperjuangkan demokrasi, misalnya : John Locke (dari Inggris), Montesquieu
(dari Perancis), dan Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln. Menurut John
Locke ada dua asas terbentuknya negara. Pertama, pactum unionis
yaitu perjanjian antar individu untuk membentuk negara. Kedua, pactum
suvjektionis, yaitu perjanjian negara yang dibentuknya. Abraham Lincoln
berpendapat bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat (democracy is government of the people, by the people, for the
people). Ada dua asas pokok tentang demokrasi, yaitu sebagai berikut :
a. Pengakuan partisipasi rakyat di
dalam pemerintahan.
b. Pengakuan hakikat dan martabat
manusia HAM
3. Sejarah
Demokrasi di Indonesia
Sejak Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah
negara pada tanggal 17 Agustus 1945, para Pendiri Negara Indonesia (the
Founding Fathers) melalui UUD 1945 (yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945)
telah menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham atau
ajaran demokrasi, dimana kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan
Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Dengan demikian berarti juga NKRI tergolong sebagai negara yang menganut paham
Demokrasi Perwakilan (Representative Democracy).
Penetapan paham demokrasi sebagai tataan pengaturan
hubungan antara rakyat disatu pihak dengan negara dilain pihak, oleh Para Pendiri Negara Indonesia yang duduk
di BPUPKI tersebut, kiranya tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa sebagian
terbesarnya pernah mengecap pendidikan Barat, baik mengikutinya secara langsung
di negara-negara Eropa Barat (khususnya Belanda), maupun mengikutinya melalui
pendidikan lanjutan atas dan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia sejak beberapa dasawarsa sebelumnya,
sehingga telah cukup akrab dengan ajaran demokrasi yang berkembang di
negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Tambahan lagi suasana pada saat
itu (Agustus 1945) negara-negara penganut ajaran demokrasi telah keluar sebagai
pemenang Perang Dunia-II.
Didalam praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal
kemerdekaan hingga saat ini, ternyata paham demokrasi perwakilan yang
dijalankan di Indonesia terdiri dari beberapa model demokrasi perwakilan yang
saling berbeda satu dengan lainnya.
Sejalan dengan diberlakukannya UUD Sementara 1950
(UUDS 1950) Indonesia mempraktekkan model Demokrasi Parlemeter Murni (atau
dinamakan juga Demokrasi Liberal), yang diwarnai dengan cerita sedih yang
panjang tentang instabilitas pemerintahan (eksekutif = Kabinet) dan nyaris
berujung pada konflik ideologi di Konstituante pada bulan Juni-Juli 1959.
Guna mengatasi konflik yang berpotensi
mencerai-beraikan NKRI tersebut, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden
Ir.Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang memberlakukan kembali UUD 1945,
dan sejak itu pula diterapkan model Demokrasi Terpimpin yang diklaim sesuai
dengan ideologi Negara Pancasila dan paham Integralistik yang mengajarkan
tentang kesatuan antara rakyat dan negara.
Namun belum berlangsung lama, yaitu hanya sekitar 6
s/d 8 tahun dilaksanakan-nya Demokrasi Terpimpin, kehidupan kenegaraan kembali
terancam akibat konflik politik dan ideologi yang berujung pada peristiwa
G.30.S/PKI pada tanggal 30 September 1965, dan turunnya Ir. Soekarno dari
jabatan Presiden RI pada tanggal 11 Maret 1968.
Presiden Soeharto yang menggantikan Ir. Soekarno
sebagai Presiden ke-2 RI dan menerapkan model Demokrasi yang berbeda lagi,
yaitu dinamakan Demokrasi Pancasila (Orba), untuk menegaskan klaim bahwasanya
model demokrasi inilah yang sesungguhnya sesuai dengan ideologi negara
Pancasila.
Demokrasi Pancasila (Orba) berhasil bertahan relatif
cukup lama dibandingkan dengan model-model demokrasi lainnya yang pernah
diterapkan sebelumnya, yaitu sekitar 30 tahun, tetapi akhirnyapun ditutup
dengan cerita sedih dengan lengsernya Jenderal Soeharto dari jabatan Presiden
pada tanggal 21 Mei 1998, dan meninggalkan kehidupan kenegaraan yang tidak
stabil dan krisis disegala aspeknya.
Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya
dengan lengsernya Presiden Soeharto, maka NKRI memasuki suasana kehidupan
kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan
terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku
sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian
Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan kehidupan
kenegaraan di era Orde Baru.
Amandemen UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan
kelembagaan negara, khususnya lagi perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan
dan aspek sifat hubungan antar lembaga-lembaga negaranya, dengan sendirinya
mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap model demokrasi yang dilaksanakan
dibandingkan dengan model Demokrasi Pancasila di era Orde Baru.
4.
Prinsip-prinsip Demokrasi
a. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan
politik.
b. Tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu antara
warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang
diakui dan dipakai oleh para warga negara.
d. Penghormatan terhadap supremasi hukum.
Prinsip
demokrasi yang didasarkan pada konsep di atas (rule of law), antara lain
sebagai berikut :
a. Tidak adanya kekuasaan yang
sewenang-wenang;
b. Kedudukan yang sama dalam hukum;
c. Terjaminnya hak asasi manusia
oleh undang-undang
5. Makna Budaya
Demokrasi
Pertama kali demokrasi diterapkan di Yunani di kota
Athena dengan demokrasi langsung, yaitu pemerintahan dimana seluruh rakyat
secara bersama-sama diikutsertakan dalam menetapkan garis-garis besar kebijakan
pemerintah negara baik dalam pelaksanaan maupun permasalahannya.
Tokoh-tokoh yang mempunyai andil besar dalam
memperjuangkan demokrasi, antara lain sebagai berikut :
a. John
Locke (Inggris)
John Locke
menganjurkan perlu adanya pembagian kekuasaan dalam pemerintahan negara, yaitu
sebagai berikut:
1) Kekuasaan
Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.
2) Kekuasaan
Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.
3) Kekuasaan
Federatif yaitu kekuasaan untuk menetapkan perang dan damai, membuat perjanjian
(aliansi) dengan negara lain, atau membuat kebijaksanaan/perjanjian dengan
semua orang atau badan luar negeri.
b.
Montesquieu (Prancis)
Kekuasaan
negara dalam melaksanakan kedaulatan atas nama seluruh rakyat untuk menjamin,
kepentingan rakyat harus terwujud dalam pemisahaan kekuasaan lembaga-lembaga
negara, antara lain sebagai berikut:
1) Kekuasaan
Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.
2) Kekuasaan
Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.
3) Kekuasaan
Yudikatif yaitu kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang oleh badan
peradilan.
c. Abraham
Lincoln (Presiden Amerika Serikat)
Menurut
Abraham Lincoln “Democracy is government of the people, by people, and for
people”. Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat.
6. Budaya
Prinsip Demokrasi
Pada hakikatnya demokrasi adalah Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kerakyatan
adalah kekuasaan tertinggi yang berada di tangan rakyat. Hikmah kebijaksanaan
adalah penggunaan akal pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu
mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Permusyawaratan adalah tata cara khas kepribadian
Indonesia dalam merumuskan dan memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak
rakyat sehingga mencapai mufakat. Isi pokok-pokok demokrasi Pancasila, antara
lain sebagai berikut :
a. Pelaksanaan demokrasi harus berdasarkan Pancasila
sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
b. Demokrasi harus menghargai hak asasi manusia serta
menjamin hak-hak minoritas.
c. Pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan harus
berdasarkan berdasarkan atas kelembagaan.
d. Demokrasi harus bersendikan pada hukum seperti
dalam UUD 1945. Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) bukan berdasarkan
kekuasaan belaka (machstaat).
Demokrasi Pancasila juga mengajarkan
prinsip-prinsip, antara lain sebagai berikut:
a. Persamaan
b. Keseimbangan hak dan kewajiban
c. Kebebasan yang bertanggung jawab
d. Musyawarah untuk mufakat.
e. Mewujudkan rasa keadilan sosial.
f. Mengutamakan persatuan nasional dan
kekeluargaan.
g. Menjunjung tinggi tujuan dan
cita-cita nasional.
Ada 11 prinsip yang diyakini sebagai kunci untuk
memahami perkembangan demokrasi, antara lain sebagai berikut :
a. Pemerintahan berdasarkan
konstitusi
b. Pemilu yang demokratis
c. Pemerintahan lokal
(desentralisasi kekuasaan)
d. Pembuatan UU
e. Sistem peradilan yang independen
f. Kekuasaan lembaga kepresidenan
g. Media yang bebas
h. Kelompok-kelompok kepentingan
i. Hak masyarakat untuk tahu
j. Melindungi hak-hak minoritas
k. Kontrol sipil atas militer
7. Perkembangan
Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dilihat dari
Pelaksanaan Demokrasi yang pernah ada di Indonesia. Pelaksanaan demokrasi di
indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periodesasi antara lain :
1. Pelaksanaan demokrasi pada masa
revolusi ( 1945 – 1950 ).
Tahun 1945 – 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi
Belanda yang ingin kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi
belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi
fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu
terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi sebelum MPR, DPR dan
DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan
dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara
yang absolut pemerintah mengeluarkan :
- Maklumat
Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga
legislatif.
- Maklumat
Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.
- Maklumat
Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahan
presidensil menjadi parlementer
2. Pelaksanaan demokrasi pada masa
Orde Lama
a. Masa Demokrasi Liberal (1950 –
1959)
Masa demokrasi liberal yang parlementer dan presiden sebagai lambang atau berkedudukan
sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini
peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya
partai-partai politik.
Namun demikian praktek demokrasi pada
masa ini dinilai gagal disebabkan :
a)
Dominannya
partai politik
b)
Landasan
sosial ekonomi yang masih lemah
c)
Tidak
mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
Atas dasar kegagalan itu maka
Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
a)
Bubarkan
konstituante
b)
Kembali ke
UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
c)
Pembentukan
MPRS dan DPAS
b. Masa Demokrasi Terpimpin (1959 –
1966)
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No.
VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara
gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner
dengan berporoskan nasakom dengan ciri:
- Dominasi
Presiden
- Terbatasnya
peran partai politik
- Berkembangnya
pengaruh PKI
Penyimpangan masa demokrasi
terpimpin antara lain:
- Mengaburnya
sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan
- Peranan
Parlemen lemah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden
membentuk DPRGR
- Jaminan
HAM lemah
- Terjadi
sentralisasi kekuasaan
- Terbatasnya
peranan pers
- Kebijakan
politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30
September 1965 oleh PKI yang menjadi tanda akhir dari pemerintahan Orde Lama.
3. Pelaksanaan demokrasi Orde Baru
(1966 – 1998)
Dinamakan juga demokrasi pancasila. Pelaksanaan
demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966,
Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekwen. Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala
bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil
menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi
pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:
- Rotasi
kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
- Rekrutmen
politik yang tertutup
- Pemilu
yang jauh dari semangat demokratis
- Pengakuan
HAM yang terbatas
- Tumbuhnya
KKN yang merajalela
Sebab jatuhnya Orde Baru:
- Hancurnya
ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
- Terjadinya
krisis politik
- TNI
juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
- Gelombang
demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi
Presiden.
4. Pelaksanaan Demokrasi Reformasi {1998 –
Sekarang).
Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan
kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21
Mei 1998.
Masa reformasi berusaha membangun
kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
- Keluarnya
Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
- Ketetapan
No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
- Tap MPR
RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
- Tap MPR
RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil
Presiden RI
- Amandemen
UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV
Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan
pemiluhan umum sudah dua kali yaitu tahun 1999 dan tahun 2004.
5. Pemilihan Umum Sebagai Pelaksanaan Demokrasi
a. Pengertian Pemilihan Umum
Salah satu ciri Negara demokratis rule of law adalah terselenggaranya kegiatan
pemilihan umum yang bebas. Pemilihan umum merupakan sarana politik untuk
mewujudkan kehendak rakyat dalam hal memilih wakil-wakil mereka di lembaga
legislatif serta memilih pemegang kekuasaan eksekutif baik itu presiden/wakil
presiden maupun kepala daerah.
Pemilihan umum bagi suatu Negara demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat. Pemilihan umum memiliki arti penting sebagai berikut:
Pemilihan umum bagi suatu Negara demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat. Pemilihan umum memiliki arti penting sebagai berikut:
- Untuk
mendukung atau mengubah personel dalam lembaga legislatif.
- Membentuk
dukungan yang mayoritas rakyat dalam menentukan pemegang kekuasaan
eksekutif untuk jangka tertentu.
- Rakyat
melalui perwakilannya secara berkala dapat mengoreksi atau mengawasi
kekuatan eksekutif.
b. Tujuan Pemilihan Umum
Pada pemerintahan yang demokratis, pemilihan umum
merupakan pesta demokrasi. Secara umum tujuan pemilihan umum antara lain :
- Melaksanakan
kedaulatan rakyat
- Sebagai
perwujudan hak asas politik rakyat
- Untuk
memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif serta memilih
Presiden dan wakil Presiden.
- Melaksanakan
pergantian personel pemerintahan secara aman, damai, dan tertib
- Menjamin
kesinambungan pembangunan nasional
Pemilu 1955 merupakan pemilu yang pertama dalam
sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Dapat
dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi.
Secara lebih jelas Juan J. Linz dan Alfred Stepan
merumuskan bahwa suatu transisi demokrasi berhasil dilakukan suatu negara jika
(a) tercapai kesepakatan mengenai prosedur-prosedur
politik untuk menghasilkan pemerintahan yang dipilih
(b) jika suatu pemerintah memegang kekuasaannya atas
dasar hasil pemilu yang bebas
(c) jika pemerintah hasil pemilu tersebut secara de
facto memiliki otoritas untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan baru dan
(d) kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif
yang dihasilkan melalui demokrasi yang baru itu secara de jure tidak berbagi
kekuasaan dengan lembaga-lembaga lain.
Sementara itu dalam perspektif Larry Diamond, konsolidasi
demokrasi mencakup pencapaian tiga agenda besar, yakni :
(a) kinerja atau performance ekonomi dan politik dari
rezim demokratis
(b) institusionalisasi politik (penguatan birokrasi,
partai politik, parlemen, pemilu, akuntabilitas horizontal, dan penegakan
hukum)
(c) restrukturisasi hubungan sipil-militer yang
menjamin adanya kontrol otoritas sipil atas militer di satu pihak dan
terbentuknya civil society yang otonom di lain pihak.
8. Penutup
Sejak Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah
negara pada tanggal 17 Agustus 1945, para Pendiri Negara Indonesia (the
Founding Fathers) melalui UUD 1945 (yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945)
telah menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham atau
ajaran demokrasi, dimana kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan
Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Dengan demikian berarti juga NKRI tergolong sebagai negara yang menganut paham
Demokrasi Perwakilan (Representative Democracy).
Perkembangan demokrasi di Indonesia
dapat dilihat dari Pelaksanaan Demokrasi yang pernah ada di Indonesiai ini.
Pelaksanaan demokrasi di indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periodesasi
antara lain :
1. Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi ( 1945 – 1950
)
2. Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama
a. Masa Demokrasi Liberal (1950 – 1959)
b. Masa Demokrasi Terpimpin (1959 – 1966)
3. Pelaksanaan demokrasi Orde Baru (1966 – 1998)
4. Pelaksanaan Demokrasi Reformasi {1998 – Sekarang)
Salah satu ciri Negara demokratis terselenggaranya rule of law dan kegiatan
pemilihan umum yang bebas. Pemilihan umum merupakan sarana politik untuk
mewujudkan kehendak rakyat dalam hal memilih wakil-wakil mereka di lembaga
legislatif serta memilih pemegang kekuasaan eksekutif baik itu presiden/wakil
presiden maupun kepala daerah.
Pemilihan umum bagi suatu Negara
demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik
rakyat. Dapat dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi.
Pemilu 1955 merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu
itu Republik Indonesia berusia 10 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar