BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pancasila
adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945,
diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-sama dengan
batang tubuh UUD 1945.
Dalam
perjalanan sejarah eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara
Republik Indonesia mengalami berbagai
ancaman interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa
demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung di balik legitimasi
ideologi negara Pancasila. Dengan kata
lain, dalam kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak lagi diletakan sebagai
dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi,
dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu.
Berdasarkan
kenyataan tersebut, di atas gerakan reformasi berupaya untuk mengendalikan
kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar negara Republik Indonesia,
yang hal ini direalisasikan melalui Ketetapan sidang istimewa MPR pada tahun
1998 No. XXVIII/MPR/1998. Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut mandat MPR
yang diberikan kepada Presiden atas kewenangan untuk membudayakan Pancasila
melalui P-4 dan asas tunggal Pancasila. Monopoli Pancasila demi kepentingan
penguasa oleh penguasa inilah yang harus segera diakhiri, kemudian dunia
pendidikan tinggi memiliki tugas untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan
kepada semua mahasiswa untuk benar-benar mampu memahami Pancasila secara ilmiah
dan objektif.
Dampak yang
cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para peguasa pada masa lampau, saat
ini banyak kalangan elit politik serta sebagian masyarakat beranggapan bahwa
Pancasila merupakan label politik Orde Baru. Pandangan yang sinis serta upaya
melemahkan peranan ideologi Pancasila pada era Reformasi saat ini akan
berakibat fatal bagi bangsa Indonesia yaitu melemahnya kepercayaan rakyat
terhadap ideologi negara yang kemudian pada gilirannya akan mengancam persatuan
dan kesatuan bangsa Indonesia yang telah lama dibina, dipelihara serta
didambakan bangsa Indonesia sejak dahulu.
Dengan
pernyataan tersebut sudah menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai warga
negara untuk mengembangkan serta mengkaji Pancasila sebagai suatu karya besar
bangsa kita yang setingkat dengan paham atau isme-isme besar dunia saat ini
seperti halnya Liberalisme, Sosialisme dan Komunisme.
Dengan
pemahaman yang benar dan mendalam terhadap nilai-nilai Pancasila, diharapkan
pula dapat menjabarkan secara konsisten dan kontekstual, serta dapat melihat
ruang gerak yang terbuka untuk menjawab tantangan serta persoalan-persoalan
hidup yang muncul secara dinamis.
Sayang sekali
saat ini para penguasa atau para elit politik kurang memahami filsafat hidup
serta pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila namun seolah-olah mereka
memahaminya. Akibatnya reformasi pada saat ini dijadikan sebagai ajang
kebebasan memilih ideologi di negara ini. Oleh karena itu ini merupakan tugas
berat kalangan intelektual untuk memberi pemahaman kepada kalangan elit politik
dan mengembalikan persepsi masyarakat yang keliru dalam memahami Pancasila ke
arah cita-cita bersama bagi bangsa Indonesia dalam hidup bernegara.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
:
1.
Apa
pengertian asal mula Pancasila ?
2.
Bagaimana
kedudukan dan fungsi Pancasila ?
3.
Bagaimana
perbandingan antara ideologi Pancasila dengan ideologi-ideologi besar lainnya
di dunia ?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.
Mengetahui
arti asal mula Pancasila.
2.
Mengetahui
kedudukan dan fungsi Pancasila.
3.
Mengetahui
perbandingan antara ideologi Pancasila dengan ideologi-ideologi besar lainnya
di dunia.
D.
Metodologi
Penulisan
Metodologi
penulisan yang kami gunakan adalah metode kepustakaan, dengan mencari
bahan-bahan dari buku-buku dan sumber lainnya yang dipercaya dan dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Asal Mula Pancasila
Pancasila
sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara indonesia, bukan
terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang
sebagaimana yang terjadi dalam
ideologi-ideologi yang lainnya, namun Pancasila terbentuk melalui proses yang
cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia. Sebelum Pancasila menjadi dasar
filsafat negara, nilai-nilai dari sila-sila dalam Pancasila sudah dimiliki oleh
bangsa Indonesia.
Oleh karena itu untuk memiliki
pengetahuan yang lengkap tentang proses terjadinya Pancasila, maka secara
ilmiah harus ditinjau berdasarkan proses kausalitas. Maka secara kausalitas
asal mula Pancasila dibedakan atas dua macam yaitu : asal mula yang langsung
dan asal mula yang tidak langsung. Adapun pengertian asal mula tersebut
adalah sebagai berikut :
1.
Asal Mula
yang Langsung
Pengertian ini secara ilmiah
filsafati dibedakan atas empat macam yaitu : kausa materialis, kausa
formalis, kausa efficient dan kausa finalis. Adapun rincian asal
mula langsung Pancasila tersebut menurut Notonagoro adalah sebagai berikut :
·
Kausa
Materialis (asal mula bahan)
Bangsa Indonesia adalah
sebagai asal dari nilai-nilai Pancasila, sehingga Pancasila itu pada hakikatnya
nilai-nilai yang merupakan unsur-unsur Pancasila yang digali dari bangsa
Indonesia yang berupa nilai-nilai religius yang terdapat dalam kehidupan
sehari-hari.
·
Kausa
Formalis (asal mula bentuk)
Bentuk Pancasila
dirumuskan sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945. Maka asal mula bentuk
Pancasila adalah Ir. Soekarno bersama-sama dengan Drs. Moh. Hatta serta anggota
BPUPKI merumuskan dan membahas Pancasila terutama dalam hal bentuk, rumusan
serta nama Pancasila.
·
Kausa
Efficient (asal mula karya)
Yaitu asal mula yang
menjadikan Pancasila dari calon dasar negara menjadi dasar negara yang sah.
Adapun dasar mula karya adalah PPKI pebentuk negara dan atas kuasa pembentuk
negara yang mengesahkan Pancasila menjadi dasar negara yang sah, setelah
dilakukan pembahasan baik dalam sidang-sidang BPUPKI, Panitia Sembilan.
·
Kausa Finalis
(asal mula tujuan)
Pancasila dirumuskan
dengan tujuan untuk dijadikan sebagai dasar negara. Demikian pula para pendiri
negara tersebut juga berfungsi sebagai kausa sambungan karena yang merumuskan
dasar filsafat negara.
2. Asal Mula yang Tidak Langsung
Secara kausalitas asal mula yang
tidak langsung Pancasila adalah asal mula sebelum proklamasi kemerdekaan.
Secara asal mula tidak langsung Pancasila bilamana diperinci adalah sebagai
berikut :
·
Unsur-unsur
Pancasila tersebut secara langsung dirumuskan menjadi filsafat negara, nilainya
adalah nilai-nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan
telah tercermin dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.
·
Nilai-nilai
tersebut terkandung dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum
membentuk negara, yang berupa nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan dan religius.
·
Secara teori
maka kesimpulannya adalah asal mula tidak langsung Pancasila adalah bangsa
Indonesia sendiri.
3.
Bangsa
Indonesia ber-Pancasila dalam Tri Prakara
Berdasarkan tinjauan
Pancasila secara kausalitas tersebut di atas maka memberikan perspektif kepada
kita bahwa proses terbentuknya Pancasila melalui suatu proses yang panjang
dalam sejarah kebangsaan Indonesia. Nilai-nilai kebudayaan, adat istiadat serta
relgius kemudian diolah dibahas yang kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para
pendiri negara yang kemudian disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
Berdasarkan pengertian tersebut maka pada hakikatnya bangsa Indonesia
ber-Pancasila dalam tiga asas atau Tri Prakarya yang rinciannya adalah
sebagai berikut :
·
Bahwa
unsur-unsur Pancasila sebelum disahkan menjadi dasar filsafat negara secara
yuridis sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai asas-asas dalam adat
istiadat dan kebudayaan dalam arti luas (Pancasila asas kebudayaan)
·
Unsur-unsur
Pancasila telah terdapat pada bangsa Indonesia sebagai asas-asas dalam
agama-agama (Pancasila asas religius)
·
Unsur-unsur
tadi kemudian diolah, dibahas dan dirumuskan secara seksama oleh para negara
dalam sidang-sidang BPUPKI, Panitia Sembilan. Setelah bangsa Indonesia merdeka
rumusan Pancasila calon dasar negara tersebut kemudian disahkan oleh PPKI
sebagai dasar filsafat negara Indonesia dan terwujudlah Pancasila sebagai asas
kenegaraan (Pancasila asas kenegaraan)
B.
Pengertian
dan Fungsi Ideologi
Kata
“ideologi” sering digunakan, terutama dalam ilmu-ilmu sosial, dan merupakan
istilah yang tidak jelas dan kompleks pengertiannya. Hal ini sebetulnya sudah
menunjukan bahwa dalam memahami arti ideologi tidak dapat berpangkal pada satu
definisi atau sebuah teori. Secara historis, istilah ideologi untuk pertama
kali dikemukakan oleh seorang filsuf Prancis bernama Destutt de Tracy.
Menurutnya ideologi diartikan sebagai science of ideas yang artinya
sebagai sebuah sistem pengetahuan yang dapat di pergunakan sebagai landasan
dalam menyusun program untuk melakukan perubahan institusional pada masyarakat
Prancis. Dengan demikian maksudnya adalah menjelaskan bahwa idelogi termasuk
satu bentuk filsafat sosial dan filsafat politik.
Namun gagasan tentang ideologi
sebagai science of ideas mendapat cemoohan dari Napoleon Bonaparte yang
menganggap bahwa ideologi sebagai khayalan belaka yang tidak memiliki nilai
praktis. Kecaman senada dilontarkan oleh Karl Marx, dengan menyatakan bahwa ideologi
hanya merupakan penipuan diri sendiri.
Beberafa pendapat yang mengartikan
idelogi diantaranya :
a.
Ideologi
diartikan sebagai kesadaran palsu, kalaim yang tidak wajar, tidak berorientasii
kepada kebenaran melainkan kepada pada kepentingan pihak yang mempropagandaknnya,
yang mana faham ini berkembang di sebaian besar masyarakat barat.
b. Ideologi diartikan sebagia keyakinan yang tidak
ilmiah, yang faham ini dikembangkan oleh orang yang pemikirannya positivistik.
Menurutnya hanya kebenaran analitis dan empirislah yang mempunyai arti kognitif
dan dapat dipercaya.
c.
Ideologi
diartikan sebagai yang tidak memihak (netral). Ideologi tidak diartikan secara
apriori melainkan dinilai sejauh mana isi ideologi tersebut. Pengertian ini
berkembang di negara yang mementingkan sebuah ideologi negara seperti
Indonesia.
Dari uraian diatas dapatlah
dikemukakan bahwa ideologi berfungsi sebagai :
a.
Memberikan
struktur kognitif, ialah keseluruhan pengetahuan yang dapat dijadikan landasan
dalam memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam
sekitarnya.
b. Menjadi orientasi yang membuka wawasan dan memberia arti serta tujuan dalam kehidupan
manusia.
c. Sebagai norma yang menjadi pedoman dan pegangan
bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak.
d. Sebagai bekal dan jalan bagi seseorang untuk
menemukan identitasnya.
e. Memberi kekuatan yang mampu menyemangati dan
mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
f. Memberikan pendidikan bagi seseorang atau
masyarakat untuk memahami, menghayati serta memolakan tingkah lakunya sesuai
dengan orientasi dan norma yang tekandung di dalamnya.
C.
Kedudukan
dan Fungsi Pancasila
Pancasila
sebagai objek pembahasan ilmiah memiliki ruang lingkup yang sangat luas
terutama berkaitan dengan kedudukan dan fungsi Pancasila. Setiap kedudukan dan
fungsi Pancasila pada hakikatnya memiliki makna serta dimensi masing-masing
yang konsekuensinya, aktualisasinyapun juga memiliki aspek yang berbeda-beda,
walaupun hakikat dan sumbernya sama. Pancasila sebagai dasar negara memiliki
pengertian yang berbeda dengan fungsi Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia, demikian juga berkaitan dengan kedudukan dan fungsi Pancasila yang
lainya.
Dari berbagai macam kedudukan dan
fungsi Pancasila sebagai titik sentral pembahasan adalah keduduka dan fungsi
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, hal ini sesuai dengan kausa finalis
Pancasila yang dirumuskan oleh pembentuk negara pada hakikatnya adalah sebagai
dasar negara Indonesia. Namun perlu dipahami bahwa asal mula Pancasila digali
dari unsur-unsur yang berupa nilai-nilai yang terdapat pada bangsa Indonesia.
Oleh karena itu maka dapat disimpulkan
bahwa kedudukan dan fungsi Pancasila adalah sebagai dasar dan pandangan hidup
bangsa Indonesia.
1.
Pancasila
sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Manusia dalam perjuangan untuk
mencapai kehidupan yang sempurna senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang
dijunjung sebagai suatu pandangan hidup. Pandangan hidup yang terdiri atas
kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur tersebut adalah suatu wawasan yang
menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri. Manusia sebagai mahluk sosial tidak
mungkin bisa hidup sendiri, oleh karena itu untuk mengembangkan potensi
kemanusiaannya, senantiasa memerlukan orang lain denan pengertian ini, manusia
pribadi hidup sebagai bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas, secara
berturut-turut lingkungan keluaraga, lingkungan masyarakat dan lingkungan
bangsa dan negara.
Perumusan pandangan hidup masyarakat
dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa dan selanjutnya
menjadi pandangan hidup negara. Pandangan hidup bangsa disebut sebagai ideologi
bangsa (nasional) dan pandagan hidup negara disebut ideologi negara.
2. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila dalam kedudukannya sering
disebut sebagai dasar filsafat atau dasar falsafah negara (philosofische
Gronslag) dari negara, ideologi negara atau (staatsidee). Dalam
pengertian ini Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur
pemerintahaan negara dengan lain perkataan Pancasila merupakan suatu dasar
untuk mengatur penyelenggaraan negara. Konsekuensinnya seluruh pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara terutama segala peraturan perundang-undangan termasuk
proses reformasi dalam segala bidang dewasa ini, dijabarkan dan diderivasikan
dari nilai-nilai Pancasila. Maka Pancasila merupakan sumber dari segala sumber
hukum, Pancasila merupakan kaidah hukum negara yang secara konstitusional
mengatur negara Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat,
wilayah serta pemerintahaan negara.
Sebagai dasar negara, Pancasila
merupakan suatu asas kerokhanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita
hukum, sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah, baik moral
maupun hukum negara, dan meguasai hukum dasar baik yang tertulis atau convensi.
Dalam kedudukannya sebagai dasar negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat
secara hukum.
Sebagai sumber dari segala sumber
hukum atau sebagai sumber tertib hukum Indonesia maka Pancasila tercantum dalam
ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945, kemudian di jelmakan atau
dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok
pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada
akhirnya dikongkritisasikan atau dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945, serta
hukum positif lainnya. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara tersebut dapat
dirinci sebagai berikut :
a)
Pancasila
sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber
tertib hukum) Indonesia. Dengan demikian Pancasila merupakan asas kerokhanian
tertib hukum Indonesia yang dalam pembukaan UUD 1945 dijelmakan lebih lanjut ke
dalam empat pokok pikiran.
b)
Meliputi
suasana kebatinan (Geistlichenhintergrund) dari Undang-Undang Dasar
1945.
c)
Mewujudkan
cita-cita hukum bagi hukum dasar negara (baik hukum dasar tertulis maupun tidak
tertulis)
d)
Mengandung
norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan
pemerintah dan laim-lain penyelenggara negara (termasuk para penyelenggara
partai dan golongan fungsional) menegang teguh cita-cita moral rakyat yang
luhur. Hal ini sebagaimana tercantum dalam pokok pikiran keempat yang bunyinya
sebagai berikut :
“....Negara berdasarkan asas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab.”
e)
Sebagai
sumber semangat bagi Undang-Undang Dasar 1945, para penyelenggara negara dan
pelaksana pemerintahan. Hal ini dapat dipahami karena semangat adalah penting
bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, karena masyarakat dan negara
Indonesia senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman
dan dinamika masyarakat.
3. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara
Indonesia
Pengertian ideologi secara umum
dapat dikatakan sebagai kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan,
kepercayaan-kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang menyangkut :
a.
Bidang
politik (termasuk keamanan di dalam bidang pertahanan dan keamanan)
b.
Bidang sosial
c.
Bidang
kebudayaan
d.
Bidang
keagamaan (Soejono Soemargono, Ideologi Pancasila Sebagai Penjelmaan
Filsafat Pancasila dan Pelaksanaannya dalam Masyarakat Kita Dewasa ini, suatu
makalah diskusi dosen Fakultas Filsafat, hal 8).
Maka
ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi basis
bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang
bersangkutan pada hakikatnya merupakan asas kerokhanian yang antara lain
memiliki ciri sebagai berikut :
a.
Mempunyai
derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
b.
Mewujudkan
suatu asas kerokhanian, pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup yang
dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya,
diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban (Notonegoro, Pancasila
Yuridis Kenegaraan, tanpa tahun, hal. 2,3)
D.
Pancasila
sebagai Ideologi yang Reformatif, Dinamis dan Terbuka
Pancasila
sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat
reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila
adalah bersifat aktual, dinamis, antisifatif dan senantiasa mampu menyesuaikan
dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika
perkembangan aspirasi masyarakat. Ketrebukaan ideologi Pancasila bukan berarti
mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya, namun mengeksplisitkan
wawasan secara lebih kongkrit, sehingga memiliki kemampuan yang reformatif
untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang senantiasa berkembang seiring
dengan aspirasi rakyat, perkembangan IPTEK serta zaman.
Dalam
ideologi terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar yang bersifat
tetap dan tidak berubah sehingga tidak langsung bersifat operasional, oleh
karena itu setiap kali harus dieksplisitkan. Eksplisitasi dilakukan dengan
mengahadapkannya pada berbagai masalah yang selalu silih berganti melalui
refleksi yang rasional sehingga terungkap makna operasionalnya. Dengan demikian
penjabaran ideologi dilaksanakan dengan interpretasi yang kritis dan rasional.
Berdasarkan pengertian ideologi terbuka tersebut nilai-nilai yang terkandung
dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut :
a. Nilai Dasar,
yaitu hakikat kelima sila dalam Pancasila yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Nilai dasar tersebut merupakan
esensi dari sila-sila Pancasila yang bersifat universal, sehingga dalam nilai
dasar tersebut terkandung cita-cita, tujuan serta nilai-nilai yang baik dan
benar.
b. Nilai Instrumental, yang merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga
pelaksanaannya. Nilai instrumental ini merupakan eksplisitasi. Penjabaran lebih
lanjut dari nilai-nilai dasar Pancasila. Misalnya Garis-Garis Besar Haluan
Negara yang lima tahun senantiasa disesuaikan dengan perkembangan zaman serta
aspirasi masyarakat, undang-undang,
departemen-departemen sebagai pelaksanaan dan lain sebagainya. Pada aspek ini
senantiasa dapat dilakukan perubahan.
c. Nilai Praktis, merupakan
realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu realisasi pengalaman yang
bersifat nyata, dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Dalam realisasi praktis inilah maka penjabaran nilai-nilai Pancasila
senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan
(reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman ilmu pengetahuan dan teknologi
serta aspirasi masyarakat.
Suatu ideologi selain
memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa cita-cita,
pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap baik, juga harus memiliki
norma yang jelas karena ideologi harus mampu direalisasikan dalam kehidupan
praktis yang merupakan suatu aktualisasi secara kongkrit. Oleh karena itu
Pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi
yaitu :
a.
Dimensi
Idealistis, yaitu nilai-nilai dasar yang
terkandung dalam Pancasila yang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh,
yaitu hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila yaitu Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Hakikat nilai-nilai
Pancasila tersebut bersumber pada filsafat Pancasila (nilai-nilai filosofis
yang terkandung dalam Pancasila). Karena setiap ideologi bersumber pada suatu
nilai-nilai filosofis atau sistem filsafat. Kadar serta idealisme yang
terkandung dalam Pancasila mampu memberikan harafan, optimisme serta mampu
menggugah motivasi para penduduknya untuk berupaya mewujudkan apa yang
dicita-citakan.
b.
Dimensi
Normatif, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma, sebagaimana terkandung
dalam norma-norma kenegaraan. Dalam pengertian ini Pancasila terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 yang merupakn norma tertib hukum tertinggi dalam negara
Indonesia serta merupakan Staatsfundamentalnorm (pokok kaidah negara
yang fundamental). Dalam pengertian ini ideologi Pancasila agar mampu
dijabarkan kedalam langkah operasional, maka perlu memiliki norma yang jelas.
c.
Dimensi
Realistis, yaitu suatu ideologi harus mampu
mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Karena itu
Pancasila selain memiliki nilai-nilai ideal serta normatif maka Pancasila harus
dijabarkan dalam kehidupan masyarakat secara nyata (kongkrit) baik dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam penyelengaraan negara. Dengan demikian
Pancasila sebagai ideologi terbuka tidak bersifat utopis yang hanya berisi
ide-ide yang bersifat mengawang, melainkan suatu ideologi yang bersifat
realistis artinya mampu dijabarkan dalam segala aspek kehidupan nyata.
Berdasarkan dimensi yang
dimiliki oleh Pancasila sebagai ideologi terbuka, maka sifat ideologi Pancasila
bukanlah merupakan suatu doktrin belaka yang bersifat tertutup yang merupakan
norma-norma yang beku, melainkan disamping memiliki idealisme, Pancasila juga
bersifat nyata dan reformatif yang mampu melakukan perubahan. Akhirnya
Pancasila juga bukan merupakan suatu ideologi yang pragmatis yang hanya menekan
segi-segi praktis belaka, tanpa adanya idealisme. Maka ideologi Pancasila yang
bersift terbuka pada hakikatnya, nilai-nilai dasar yang bersifat universal dan
tetap, adapun penjabaran yang realisasinya senantiasa dieksplisitkan secara
dinamis reformatif yang senantiasa mapu melakukan perubahan sesuai dengan
dinamika aspirasi masyarakat. Hal ini yang menjadi aspek penting dalam negara
sebab suatu negara harus memiliki landasan nilai, dasar nilai serta asas kerokhanian
yang jelas memberikan arahan, motivasi serta visi bagi bangsa dan negara dalam
menghadapi perkembangan zaman yang semakin tidak menentu ini. Proses reformasi
sekarang ini agar tidak tidak terjebak pada suatu ajang perebutan kekuasaan
oleh kelompok-kelompok yang merupakan kekuatan sosial negara maka, sudah
seharusnya melakukan revitalisasi ideologi negara yang merupakan dasar hidup
bersama.
E.
Perbandingan
Ideologi Pancasila dengan Paham Ideologi Besar Lainnya di Dunia
1.
Negara
Pancasila
Bangsa
Indonesia dalam panggung sejarah berdirinya negara di dunia memiliki ciri khas
yaitu dengan mengangkat nilai-nilai yang telah dimiliki sebelum menjadi suatu
negara. Maka bangsa ini mendirikan suatu negara berdasarkan filsafat Pancasila,
yaitu suatu negara persatuan, negar kebangsaan dan negara yang bersifat
integralistik.
Sesuai
dengan makna negara kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah
kesatuan integral dalam kehidupan bangsa dan negara, maka memiliki sifat
kebersamaan, kekeluargaan serta religiusitas. Dalam pengertian inilah maka
Indonesia merupak negara yang berkebangsaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut Pancasila negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa atas
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini termuat dalam penjelasan
Pembukaan UUD 1945 yaitu pokok pikiran ke empat. Rumusan ini menunjukan bahwa
Indonesia yang berdasar Pancasila adalah bukan negara sekuler yang memisahkan
negara dengan agama. Karena hal ini tercantum dalam UUD pasal 29 ayat 1, bahwa
negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal
29 ayat 2 memberikan kebebasan kepada seluruh warga negara untuk memeluk agama
dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketakwaan masing-masing.
2.
Negara
Sekuler
Paham
ini membedakan dan memisahkan antara agama dan negara. Oleh karena itu dalam
suatu negara yang berpaham sekuler bentuk, sistem serta segala aspek kenegaraan
tidak ada hubungannya dengan agama. Sekulerisme berpandangan bahwa negara
adalah masalah-masalah keduniawian, hubungan manusia dengan manusia, adapun
agama adalah urusan akherat yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan.
Dalam
negara yang berpaham sekuler sistem norma-norma terutama hukum fositif
dipisahkan dengan nilai-nilai dan norma agama. Konsekuensinya hukum fositif
sangat ditentukan oleh komitmen warga negara sebagai pendukung pokok negara,
walaupun ketentuan hukum positif itu bertentangan dengan agama.
3.
Negara
Liberal
Pada
abad ke-18 di Eropa terutama di Inggris terjadilah suatu revolusi dibidang ilmu
pengetahuan kemudian berkembang ke arah revolusi teknologi dan industri.
Berpangkal dari dasat ontologis bahwa manusia pada hakikatnya adalah sebagi
mahluk individu yang bebas, maka menurut paham liberal memandang bahwa manusia sebagai manusia pribadi yang utuh, lengkap
dan terlepas dari manusia lainnya. Dalam pengertian inilah maka dalam hidup
masyarakat bersama akan menyimpan potensi konflik, manusia akan menjadi ancaman
bagi manusia lainnya yang menurut istilah Hobbes disebut Homo Homini Lupus sehingga
harus membuat suatu perlindungan bersama.
Pada
hakikatnya negara liberal mendasarkan pada kebebasan individu, sehingga negara
merupakan suatu alat atau sarana individu dan masalah agama dalam negara sangat
ditentukan oleh kebebasan individu. Pada pertumbuhannya negara liberal
dipengaruhi oleh paham rasional, material, empiris dan individual.
Negara
memberikan kebebasan kepada warganya untuk beragama dan beribadaj sesuai dengan
kepercayaannya, namun negara juga membebaskan untuk tidak beragama (atheis).
Bahkan negara liberal memberi kebebasan untuk menilai dan mengkritik agama
misalnya tentang nabi, rasul, kitab suci bahkan Tuhan sekalipun.
4.
Negara
Komunis
Berbagai
macam konsep dan paham sosialis hanya komunis sebagai paham yang paling jelas
dan lengkap. Paham ini adalah sebagai bentuk reaksi atas perkembangan
masyarakat kapitalis sebagai hasil dari ideologi liberal. Paham ini dicetuskan
melalui pemikiran Karl Marx yang memendang bahwa hakikat kebebasan dan hak
individu itu tidak ada.
Paham
komunis dalam memandang hakikat hubungan negara dengan agama mendasarkan pada
pandangan filosofis materialisme dialektis dan materialisme historis. Hakikat
kenyataan tertinggi menurut paham komunis adalah materi. Namun materi menurut
komunis berada pada ketegangan intern secara dinamis bergerak dari keadaan
(tesis) ke keadaan lain (antitesis) kemudian menyatkan (sintesis) ke tingkat
yang lebih tinggi.
Negara
yang berpaham komunis adalah bersifat atheis bahkan bersifat antitheis,
melarang dan menekan kehidupan agama. Nilai yang tertinggi dalam negara adalah
materi sehingga nilai manusia ditentukan oleh materi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pancasila
memiliki tiga sifat dasar yaitu sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa
dan ideologi negara. Ketiga sifat dasar ini tidak dapat dipisahkan meskipun
dapat dilakukan pemilahan. Sebagai dasar negara Pancasila menampilkan dimensi
konstitusional. Komunitas bangsa itu terbentuk dalam susunan kesatuan negara
Republik Indonesia. Ini berarti bahwa Pancasila telah membentuk komunitas
kebangsaan Indonesia dalam keterikatan Konstitusional.
Sebagai
pandangan hidup bangsa Pancasila menampilkan dimensi kultural. Komunitas bangsa
Indonesia adalah komunitas yang dibentuk oleh penerimaan dan penghayatan atas
nilai-nilai dasar Pancasila. Sedangkan sebagai ideologi negara Pancasila
menampilkan dimensi perjuangan kebangsaan, dimensi pergerakan, dan dimensi
aksi. Pancasila membentuk kehidupan kebangsaan kita sebagai komunitas
perjuangan yang bergerak bersama menuju cita-cita bersama.
Pancasila
sebagai ideologi merupakan bagian dari sejarah kebangsaan Indonesia, tumbuh dan
dibentuk oleh interaksinya dengan berbagai pandangan serta aliran yang
berlingkup mondial, menjadi pilihan dan kesepakatan bangsa Indonesia, diuji dan
dikaji oleh perkembangan sejarah secara terus menerus dan menumbuhkan konsensus
dasar di dalam perjuangan kebangsaan Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Zarkasyi, Marsum, dkk., 1998, Pendidikan
Pancasila, Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto.
Kaelan, 2003, Pendidikan Pancasila,
Paradigma, Yogyakarta.
Notonagoro, 1974, Pancasila Dasar Falsafah
Negara, Pancuran Tujuh, Jakarta.
Sama"
BalasHapus