PERANAN PERS
DALAM MASYARAKAT DEMOKRASI
1. Pendahuluan
Peranan pers
dalam masyarakat demokrasi, Pers adalah salah satu sarana bagi warga negara
untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat serta memiliki peranan penting dalam
negara demokrasi. Pers yang bebas dan bertanggung jawab memegang peranan
penting dalam masyarakat demokratis dan merupakan salah satu unsur bagi negara
dan pemerintahan yang demokratis. Menurut Miriam Budiardjo, bahwa salah satu
ciri negara demokrasi adalah memiliki pers yang bebas dan bertanggung jawab.
Sedangkan, Inti
dari demokrasi adalah adanya kesempatan bagi aspirasi dan suara rakyat
(individu) dalam mempengaruhi sebuah keputusan.Dalam Demokrasi juga diperlukan
partisipasi rakyat, yang muncul dari kesadaran politik untuk ikut terlibat dan
andil dalam sistem pemerintahan.Pada berbagai aspek kehidupan di negara ini,
sejatinya masyarakat memiliki hak untuk ikut serta dalam menentukan langkah
kebijakan suatu Negara. pers merupakan pilar demokrasi keempat setelah
eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pers sebagai kontrol atas ketiga pilar itu dan
melandasi kinerjanya dengan check and balance. untuk dapat melakukan peranannya
perlu dijunjung kebebasan pers dalam menyampaikan informasi publik secara jujur
dan berimbang. disamping itu pula untuk menegakkan pilar keempat ini, pers juga
harus bebas dari kapitalisme dan politik. pers yang tidak sekedar mendukung
kepentingan pemilik modal dan melanggengkan kekuasaan politik tanpa
mempertimbangkan kepentingan masyarakat yang lebih besar. kemungkinan kebebasan
lembaga pers yang terkapitasi oleh kepentingan kapitalisme dan politik
tersebut, mendorong semangat lahirnya citizen journalism. istilah citizen
journalism untuk menjelaskan kegiatan pemrosesan dan penyajian berita oleh
warga masyarakat bukan jurnalis profesional. aktivitas jurnalisme yang
dilakukan oleh warga sebagai wujud aspirasi dan penyampaian pendapat rakyat
inilah yang menjadi latar belakang bahwa citizen journalism sebagai bagian dari
pers merupakan sarana untuk mencapai suatu demokrasi.
Wajah demokrasi
sendiri terlihat pada dua sisi. Pertama, demokrasi sebagai realitas kehidupan
sehari-hari, kedua, demokrasi sebagaimana ia dicitrakan oleh media informasi.
Di satu sisi ada citra, di sisi lain ada realitas. Antara keduanya sangat
mungkin terjadi pembauran, atau malah keterputusan hubungan. Ironisnya yang
terjadi sekarang justru terputusnya hubungan antara citra dan realitas
demokrasi itu sendiri. Istilah yang tepat digunakan adalah simulakrum
demokrasi, yaitu kondisi yang seolah-olah demokrasi padahal sebagai citra ia
telah mengalami deviasi, distorsi, dan bahkan terputus dari realitas yang
sesungguhnya. Distorsi ini biasanya terjadi melalui citraan-citraan sistematis
oleh media massa. Demokrasi bukan lagi realitas yang sebenarnya, ia adalah
kuasa dari pemilik informasi dan penguasa opini publik.
Proses
demokratisasi disebuah negara tidak hanya mengandalkan parlemen, tapi juga ada
media massa, yang mana merupakan sarana komunikasi baik pemerintah dengan
rakyat, maupun rakyat dengan rakyat. Keberadaan media massa ini, baik dalam
kategori cetak maupun elektronik memiliki cakupan yang bermacam-macam, baik
dalam hal isu maupun daya jangkau sirkulasi ataupun siaran.
Akses informasi
melalui media massa ini sejalan dengan asas demokrasi, dimana adanya
tranformasi secara menyeluruh dan terbuka yang mutlak bagi negara yang menganut
paham demokrasi, sehingga ada persebaran informasi yang merata. Namun, pada
pelaksanaannya, banyak faktor yang menghambat proses komunikasi ini, terutama
disebabkan oleh keterbatasan media massa dalam menjangkau lokasi-lokasi
pedalaman.
Keberadaan radio
komunitas adalah salah satu jawaban dari pencarian solusi akan permasalahan
penyebaran akses dan sarana komunikasi yang menjadi perkerjaan media massa
umum. Pada perkembangannya radio komunitas telah banyak membuktikan peran
pentingnya di tengah persoalan pelik akan akses informasi dan komunikasi juga
dalam peran sebagai kontrol sosial dan menjalankan empat fungsi pers lainnya.
2. Pengertian Pers
Dalam kehidupan modern kebutuhan orang akan komunikasi
dan informasi semakin meningkat. Informasi dibutuhkan orang untuk memperluas
wawasan dan pengetahuan, tidak jarang informasi juga menjadi bahan pertimbangan
untuk seseorang untuk mengambil sebuah keputusan. Tidak hanya, itu pers juga
dimanfaatkan untuk membentuk opini publik atau mendesakkan kepentingan publik
agar di perhatikan oleh penguasa.
Berbicara mengenai
pengertian pers, kita akan membagi pengertian pers dalam dua bagian, yaitu
pengertian pers secara umum dan menurut para ahli.
A.
Pengertian Pers Secara Umum
Kata pers berasal dari
bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press. Press dalam bahasa
Latin, pressare yang berarti tekan atau cetak. Secara harfiah pers berarti
cetak dan secara istilah berarti penyiaran yang dilakukan secara
tercetak.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata Pers berarti : a) Alat cetak
untuk mencetak buku atau surat kabar ;
b) Alat untuk Menjepit, memadatkan; c) Surat kabar atau majalah yang
berisi berita atau orang yang bekerja di dunia persurat kabaran.
Ensiklopedia Pers Indonesia menyebutkan bahwa istilah pers
merupakan sebutan bagi penerbit / perusahaan/ kalangan yang berkaitan dengan
media massa atau wartawan. Sebutan ini bermula dari cara kerjanya media cetak
(press). Segala barang yang dikerjakan dengan mesin cetak disebut Pers.
Undang-Undang No 40 Tahun 1999
tentang Pers menyebutkan bahwa yang dimaksud pers adalah lembaga sosial dan
wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi
baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan
grafik maupun dengan bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.
B.
Pengertian Menurut Para Ahli
1) Menurut L. Taufik,
seorang ahli jurnalistik, pers adalah usaha-usaha dari alat komunikasi massa
untuk memenuhi kebutuhan anggota-anggota masyarakat terhadap penerangan,
hiburen, keinginan mengetahui peristiwa-peristiwa, atau berita-berita yang
telah atau akan terjadi di sekitar mereka khususnya dan di dunia umumnya.
2) Menurut Weiner, seorang
ahli jurnalistik, pers memiliki tiga arti. Pertama, wartawan media cetak.
Kedua, publisitas atau peliputan. Ketiga, mesin cetak-naik cetak.
3) Menurut Oemar Seno Adji,
seorang pakar komunikasi, pengertian pers dibagi dalam arti sempit dan luas.
Dalam arti sempit, pers mengandung penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau
berita-berita dengar jalan kata tertulis. Dalam arti luas, pers adalah semua
media komunikasi massa yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang, balk
dengan kata-kata tertulis maupun kata lisan.
4) Menurut J.C.T.
Simorangkir, seorang tokoh hukum, pers dibedakan menjadi dua pengertian sebagai
berikut.
a. Pers dalam arti sempit,
artinya hanya terbatas pada pers cetak, yaitu surat kabar, majalah, dan
tabloid.
b. Pers dalam arti luas,
yaitu meliputi segala penerbitan, bahkan termasuk pers elektronik, siaran
radio, dan siaran televisi.
5) Menurut Mc. Luhan, dalam
bukunya Understanding Media mengemukakan pers sebagai the extended of man,
yaitu yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lain dan peristiwa satu
dengan peristiwa lain pada momen yang bersamaan.
Pers diatur dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Dalam undang-undang tersebut pers diartikan
sebagai lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik.
3. Ciri-Ciri Pers
Berdasarkan pengertian pers
seperti diuraikan di depan, pers memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri pers
seperti berikut.
a. Periodesitas, artinya
pers harus terbit secara teratur dan periodik. Periodesitas mengedepankan irama
terbit, jadwal terbit, dan konsistensi atau keajekan.
b. Publisitas, artinya pers ditujukan atau
disebarkan kepada khalayak dengan sasaran yang sangat heterogen, baik dari segi geografis
maupun psikografis.
c. Aktualitas, artinya informasi apa pun yang
disuguhkan media pers harus mengandung unsur kebaruan, menunjuk pada peristiwa
yang benar-benar baru atau sedang terjadi.
d. Universalitas, artinya memandang pers dari
sumbernya dan keanekaragaman materi isinya.
e. Objektivitas, merupakan nilai etika dan
moral yang harus dipegang teguh olen surat kabar dalam menjalankan profesi
jurnalistiknya.
4. Fungsi Pers
Adalah sebagai “watchdog”
atau pemberi isyarat, pemberi tanda-tanda dni, pembentuk opini dan pengarah
agenda ke depan. Beberapa fungsi Pers lainnya :
Fungsi Informasi : menyajikan informasi karena masyarakat memerlukan
informasi tentang berbagai hal yang terjadi di masyarakat, dan Negara.
Fungsi Pendidikan : sebagai sarana pendidikan massa (mass education),
maka pers situ memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga
masyarakat bertambah pengetahuan dan wawasannya.
Fungsi Hiburan : hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat pers untuk
mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot.
Hiburan dapat berupa cerpen, cerita bergambar, cerita bersambung, teka-teki
silang, pojok, karikatur.
Fungsi Kontrol Sosial : adalah siukap pers dalam melaksanakan fungsinya
yang ditujukan terhadap perorangan atau kelompok dengan maksud memperbaiki
keadaan melalui tulisan. Tulisan yang dimaksud memuat kritik baik langsung atau
tidak langsung terhadap aparatur Negara, lembaga masyarakat.
Fungsi sebagai Lembaga Ekonomi : Pers adalah sebuah berusahaan yang
bergerak di bidang penerbitan. Pers memiliki bahan baku yang diolah sehingga
menghasilkan produk yang namanya “berita” yang diminatai masyarakat dengan
nilai jual tinggi. Semakin berkualitas beritanya maka semakin tinggi nilai
jualnya. Pers juga menyediakan kolom untuk iklan. Pers membutuhkan biaya untuk
kelangsungan hidupnya.
Fungsi Menghubungkan atau Menjembatani (To Mediate) Di Indonesia
kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat
5. Perkembangan Pers di Dunia
Kegiatan jurnalistik
pertama dikenal dalam sejarah adalah bulletin Acta Diurna artinya peristiwa
harian pada masa romawi kuno abad 1 SM dengan dipampang di alun-alun, sedangkan
bulletin berita yang disebarkan kepada khalayak ramai ditemukan di Cina sekitar
tahun 750 M. Abad ke 15 penyebaran berita dengan cepat dan luas berkat
ditemukannya mesin cetak karya Johannes Gutenberg di Jerman. Mula-mula surat
kabar hanya memuat 1 lembar saja dan berisi 1 berita, pada abad 16 dan 17 di
Jerman, Belanda dan Inggris surat kabar dan majalah dibuat dalam berbagai
ukuran dan lembar malahan pengaruhnya makin meluas bukan saja hanya berita tapi
juga berdampak pada politik. Jurnalisma pada abad ke 19 menjadi lebih
berpengaruh karena adanya metode produksi masal revolusi industri dan
meningkatnya angka melek huruf. Pada akhir abad 19 dan awal abad 20
kantor-kantor berita memanfaatkan penemuan telegram untuk mengirim berita
secara cepat melalui kabel.
6. Perkembangan Pers di
Indonesia
Sejarah pers di Indonesia
baru dimulai pada abad ke 20 ketika Rd. Mas Tirto Adhi Surjo menerbitkan
mingguan Soenda Berita pada 17 Agustus 1903. Pada 1 Januari tahun 1907 Tirto
dkk menerbitkan mingguan medan Prijaji dan sering mengkritik korupsi serta
pemborosan terhadap pejabat belanda maupun pribumi, akibatnya dia sering
dipenjara. Setelah merdeka harian Mas Tirto yaitu Indonesia Merdeka yang
dipimpin Mochtar Lubis sering berbenturan dengan kebijakan politik dan
penyelewengan- penyelewengan pemerintah bahkan pada tahun 1954 Presiden
Soekarno pernah dikritiknya.
Dr. H. Krisna
Harapap membagi perkembangan kemerdekaan pers dalam 5 periode, yaitu :
1) Perkembangan Pers Pada Era Kolonial
Seperti dikemukakan di atas
pers pada masa ini sering mengkritik pemerintah kolonial sehingga pembredelan
dan ancaman hukuman terhadap pers acap kali terjadi, setelah proklamasi terjadi
perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang termasuk pers seperti : Soeara Asia
(Surabaya), Tjahaja (Bandung), dan Sinar Baroe (Semarang). Pada bulan September
1945 pers RI makin kuat dengan ditandai terbitnya Soeara Merdeka, Berita
Indonesia, Warta Indonesia dan The Voice of free Indonesia. Pada saat agresi
militer Belanda pers terbagi 2 yaitu yang terbit di kota dan desa, yang di kota
sering mengalami pembredelan dari pihak Belanda seperti Waspada, Merdeka dan
Mimbar umum sedangkan yang di desa antara lain Suara Rakyat, Api Rakyat,
Patriot dan Penghela Rakyat serta menara.
Belanda membuat UU untuk
membendung pengaruh pers, antara lain Persbreidel Ordonantie, yang memberikan
hak kepada pemerintah penjajah Belanda untuk menghentikan penerbitan surat
kabar/majalah Indonesia yang dianggap berbahaya. Kemudian Haatzai Atekelen,
adalah pasal yang memberi ancaman hukuman terhadap siapapun yang menyebarkan
permusuhan, kebencian, serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland dan
Hindia Belanda atau sejumlah kelompok penduduk di Hindia Belanda.
Di Zaman pendudukan Jepang
yang totaliter dan fasistis, orang-orang surat kabar (pers) Indonesia banyak
yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya tetapi melalui organisasi
keagamaan, pendidikan, politik, sebab kehidupan pers pada zaman Jepang sangat
tertekan
Beberapa hari setelah teks
proklamasi dikumandangan oleh Bung Karno, telah terjadi perebutan terhadap
perusahaan Koran Jepang, seperti Soeara Asia di Surabaya, Tjahajadi Bandung,
dan Sinar Baroe di semarang. Koran-koran tersebut pada tanggal 19 Agustus 1945
memuat berita sekitar Kemerdekaan Indonesia, Teks Proklamasi, Pembukaan UUD,
Lagu Indonesia Raya. Sejak saat itu Koran dijadikan alat mempropagandakan
kemerdekaan Indonesia, walaupun masih mendapat ancaman dari tentara Jepang.
2) Perkembangan
Pers Pada Era Demokrasi Liberal
Perkembangan Pers Pada Era
Demokrasi Liberal (1945-1959) Pada tahun 1946 pemerintah mulai membina hubungan dengan pers dengan
merancang aturan-aturan tetapi karena masih mendapat gangguan Belanda maka RUU
ini tidak kelar-kelar, baru pada tahun 1949 Indonesia mendapat kedaulatan
pembenahan dibidang pers dilanjutkan kembali dan pers yang ada di desa dan kota
bersatu kembali. Komite Nasional Pusat melakukan sidang pleno VI di Yogya pada
tanggal 7 Desember 1949, yang pada dasarnya permerintah RI memperjuangkan
pelaksanaan kebebasan pers nasional, yang mencakup perlindungan pers, pemberian
fasilitas yang dibutuhkan pers & mengakui kantor berita Antara sebagai
kantor berita nasional yang patut memperoleh fasilitas dan perlindungan. 15
Maret 1950 dibentuk panitia pers dan penyediaan bahan-bahan dan halaman pers
ditambah serta diberi kesempatan untuk memperdalam jurnalistik sehingga iklim
pers saat ini tumbuh dengan baik terbukti dengan bertambahnya surat kabar
berbahasa Indonesia, Cina dan Belanda dari 70 menjadi 101 buah dalam kurun
waktu 4 tahun setelah 1949.
3) Perkembangan Pers Pada Era Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Dikeluarkannya
Dekrit presiden memulai era baru yang oleh Soekarano di sebut Demokrasi
Terpimpin. Akibat adanya pemberontakan di daerah maupun konfrontasi dan
sengketa dengan negara lain , pemerintah menetapkan keadaan darurat, sepuluh
hari setelah Dekrit pemerintah mulai melakukan tindakan penekanan terhadap Pers
dan terus berlanjut.
Era ini
kebijakan pemerintah berpedoman pada peraturan penguasa perang tertinggi
(peperti) No.10/1960 & penpres No.6/1963 yang menegaskan kembali perlunya
izin tertib bagi setiap surat kabar & majalah dan pada tanggal 24 Februari
1965 pemerintah melakukan pembredelan secara masal ada 28 surat kabar di
Jakarta dan daerah dilarang tertib serentak. Memasuki 1964 kondisi kebebasan
pers berada dalam keadaan yang sangat buruk, kementrian penerangan dan
badan-badannya mengontrol semua kegiatan pers. Penekanan-penekana terhadap pers
bertambah buruk setelah meningkatnya ketegangan dalam tubuh pemerintah.
Pers tunduk sepenuhnya
pada peraturan pemerintah, pers dimanfaatkan sebagai alat revolusi dan
penggerak massa. Hal yang menonjol adalah :
1. Peraturan No3. Thn 1960 tentang larangan terbit surat kabar berbahasa Cina
2. Peraturan no 19 thn 1961 tentang keharusan adanya Surat Izin terbit bagi surat kabar
1. Peraturan No3. Thn 1960 tentang larangan terbit surat kabar berbahasa Cina
2. Peraturan no 19 thn 1961 tentang keharusan adanya Surat Izin terbit bagi surat kabar
3. Peraturan No.2 tahun
1961 tentang pembinaan pers oleh pemerintah, yang tidak loyal akan dibreidel
4. UU no 4/ 1963
tentang wewenang Jaksa Agung mengenai pers
4) Perkembangan Pers Pada Era Orde Baru (1966-1998)
Di awal pemerintahan orde baru Soeharto menyatakan
bahwa akan membuang jauh-jauh praktik demokrasi terpimpin dan menggantinya
dengan demokrasi pancasila. Awalnya
bagus, mengikis dan memberitakan kebobrokan rezim orde lama namun tidak
bertahan lama karena segera dikendalikan oleh penguasa dengan dikeluarkannya UU
No.11 tahun 1966 tentang pokok-pokok pers. Dibentuk dewan pers yang merupakan
perpanjangan tangan Orde Baru untuk mengontrol perkembangan pers. Pers ideal
adalah pers Pancasila yang penerapannya dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab
demi tercapainya stabilitas nasional serta terwujudnya keamanan dan ketertiban
umum. UU No.21 thn 1982 yang dikeluarkan mempertegas pemberlakukan KUHP
terhadap pers. Di era ini ada 3 faktor penghambat kebebasan pers yaitu :
1.
Adanya perizinan terhadap pers (SIUP)
2.
Adanya wadah tunggal organisasi pers dan wartawan yaitu PWI
3.
Praktek intimidasi dan sensor pers.
Pencabutan SIUPP atau yang disebut
dengan pembredelan pers manjadi cerita yang sangat menakutkan dunia pers. Pada masa
ini pembredelan dan pengekangan terhadap pers semakin parah tercatat ada 102
kali pembredelan yaitu tahun 1972 50x, tahun 1972 40x, serta 12 penerbitan
dibredel. Terkait peristiwa “ Malari “ tanggal 15 Januari 1974 yang menjadi
awal titik balik indonesia karena adanya kritik dari berbagai kalangan terutama
Pers terhadap praktik pemerintah yang cenderung korup selain itu protes juga
dilakukan untuk mengkritisi kebijakan pembangunan pemerintah yang dirasa terllu
bergantung pada negara asing.
Pada saat itu Departemen penerangan seolah-olah
menjadi pengawas di Indonesia yang mengharuskan SIT atau SIUPP bagi setiap
surat kabar yang ada. Koran Detik, Tempo dan Editor menjadi fenomena terakhir
dari sejarah pers yang dibredel yaitu tahun 1994. Masa-masa selanjutnya menjadi
masa yang suram bagi Pers karena pemerintah melarang pers untuk tidak
mengganggu stabilitas kekuasaan hingga berakhirnya pemerintahan Soeharto pada
21 Mei 1998.
5) Perkembangan Pers Pada Era Reformasi (1998-sekarang)
Pada tanggal
5 Juni 1998, kabinet reformasi di bawah presiden B.j.Habibie meninjau dan
mencabut permenpen No.01/1984 tentang SIUPP melalui permenpen No.01/1998
kemudian mereformasi UU pers lama dengan UU yang baru dengan UU No.40 tahun
1999 tentang kemerdekaan pers dan kebebasan wartawan dalam memilih organisasi
pers.
Di dalam
undang-undang pers yang baru, dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers
sebagai hak asasi warga negara, itu sebabnya tidak lagi di singgung perlu
tidaknya surat izin terbit . Di samping itu ada jaminan pers nasional tidak di
kenakan penyensoran, pemberedelan, dan pelanggaran penyiaran. Di era Reformasi
pertanggung jawaban pers adalah kepada profesi dan hati nurani sebagai insan
pers. Pers bebas dari tindakan pencegahan, pelanggaran, dan penekanan agar hak masyarakat
untuk memperoleh informasi terjamin.
7. PERANAN PERS
Pada pasal 6 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 1999 disebutkan peran pers meliputi hal-hal berikut.
a. Memenuhi hak masyarakat
untuk mengetahui. Hal ini dilakukan melalui transfer informasi dalam berbagai
bidang (ekonomi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya).
b. Menegakkan nilai-nilai
dasar demokrasi.
c. Mendorong terwujudnya
supremasi hukum dan hak asasi manusia (HAM).
d. Menghormati
kebhinekaan.
e. Mengembangkan pendapat
umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar.
f. Melakukan pengawasan,
kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentinga.1
umum.
g. Memperjuangkan keadilan
dan kebenaran
Pasal 6 UU pers No 40 tahun 1999 tentang
peranana pers mengatakan :
Memenuhi hak masyarakat
untuk mengetahui, Menegakan
nilai-nilai demokrasi, mendorong penegakan supremasi hukum dan HAM, menghormati
pluralism / kebhinekaan, Mengembangkan
pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat & benar,
Melakukan pengawasan ktiris, koreksi
dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum,
8. Prinsip-Prinsip Pers
Demi eksistensi pers dalam
menjalankan fungsi dan perannya, pers harus memperhatikan prinsip-prinsip
berikui ini.
a. Idealisme, artinya
cita-cita, obsesi, atau sesuatu yang terus dikejar untuk dijangkau dengan
segala daya dan cara yang dibenarkan menurut etika dan norma profesi yang
berlaku serta diakui oleh masyarakat dan negara.
b. Komersialisme, artinya
pers harus mempunyai kekuatan untuk mencapai cita-cita dan keseimhangan dalam
mempertahankan nilai-nilai profesi yang diyakininya.
c. Profesionalisme,
paham yang menilai tinggi keahlian profesional khususnya atau kemampuan pribadi
pada umumnya, sebagai alat utama untuk mencapai keberhasilan.
9. Teori Pers
a. Teori
Pers Otoritarian
Teori pers otoritarian
muncul pada masa iklim otoritarian, yaitu akhir renaisans atau segera setelah
ditemukannya mesin cetak. Dalam masyarakat seperti itu, kebenaran dianggap
bukanlah hasil dari massa rakyat, melainkan dari sekelompok kecil orang bijak
yang berkedudukan membimbing dan rnengarahkan pengikut-pengikut mereka. Jadi,
kebenaran dianggap hama diletakkan dekat dengan pusat kekuasaan.
b. Teori
Pers Libertarian
Dalam teori libertarian, pers
bukan instrumen pemerintah, melainkan sebuah alat untuk menyajikan bukti dan
argumen-argumen yang akan menjadi landasan bagi banyak orang untuk mengawasi
pemerintahan dan menentukan sikap terhadap kebijaksanaannya.
c. Teori
Pers Tanggung Jawab Sosial
Teori ini diberlakukan
sedemikian rupa oleh sebagian pers.Teori tanggung jawab sosial mempunyai asumsi
utama bahwa kebebasan mengandung suatu tanggung jawab yang sepadan. Pers harus
bertanggung jawab kepada masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsi penting
komunikasi massa dengan masyarakat modern.
d. Teori Pers Soviet
Komunis
Dalam teori pers Soviet,
kekuasaan itu bersifat sosial, berada pada orang-orang, sembunyi di
lembaga-lembaga sosial, dan dipancarkan dalam tindakan-tindakan masyarakat.
Kekuasaan itu mencapai puncaknya jika digabungkan dengan sumber daya alam,
kemudahan produksi dan distribusi, serta saat kekuasaan itu diorganisasi dan
diarahkan
10. Kode Etik Jurnalistik
Kode artinya tanda (sign)
yang secara luas diartikan sebagai bangun simbolis. Kode etik berupa
nilai-nilai dasar yang disepakati secara universal yang menjadi cita-cita
setiap manusia. Kode etik yang berkaitan dengan dunia pers adalah Kode Etik
Jurnalistik. Kode Etik
Jurnalistik adalah suatu kode etik profesi yang harus dipatuhi oleh wartawan
Indonesia. Tujuan terpenting suatu Kode Etik Jurnalistik adalah melindungi hak
masyarakat memperoleh infor masi objektif di media massa dan memayungi kinerja
wartawan dari segala macam risiko kekerasan.
Wartawan
Indonesia menetapkan kode etik jurnalistik sebagai berikut:
a. Pasal
1
Wartawan Indonesia bersikap independen menghasilkan berita yang akurat,
berimbang dan tidak beretikan buruk
b. Pasal
2
Wartawan Indonesia menempuh
cara-cara yang professional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
c. Pasal
3
Wartawan Indonesia selalu
menguji Informasi memberitakan secara berimbang tidak mencampurkan fakta dan
opini yang menghakimi serta menerapkan asas praduga tak bersalah
d. Pasal
4
Wartawan Indonesia tidak
membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul.
e. Pasal
5
Wartawan Indonesia tidak
menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak
menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
f. Pasal
6
Wartawan Indonesia tidak
menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
g. Pasal
7
Wartawan Indonesia memiliki
hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas
maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang
dan off the record sesuai kesepakatan.
11. Asas-Asas Kode Etik Jurnalistik
Terdapat empat asas Kode
Etik Jurnalistik. Keempat asas Kode Etik Jurnalistik tersebut sebagai
berikut.
1)
Profesionalitas, cirinya sebagai berikut.
a) Tidak memutarbalikkan fakta.
b) Berimbang, adil, dan jujur.
c) Mengetahui sesuatu yang privat dan sesuatu yang publik.
2)
Nasionalisme, cirinya sebagai berikut.
a) Mengabdi untuk kepentingan bangsa dan negara.
b) Memperhatikan keselamatan dan kearnanan bangsa.
3)
Demokrasi, cirinya sebagai berikut.
a) Harus cover both side (tidak berat sebelah).
b) Harus jujur dan berimbang.
4)
Religius, cirinya sebagai berikut.
a) Menghormati agama dan kepercayaan lain.
b) Beriman dan bertakwa.
12. Landasan Hukum Pelaksanaan Kebebasan Pers di Indonesia
Landasan
pelaksanaan kebebasan pers di Indonesia meliputi:
A. Landasan idiil
Landasan
idiil dari pelaksanaan kemerdekaan pers adalah Pancasila.
B. Landasan konstitusional
Landasan konstitusional
pelaksanaan kebebasan pers adalah UUD 1945, yaitu yang tertuang dalam pasal 28
dan 28 F UUD 1945. Pasal 28 UUD 1945 berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 28 F UUD 1945 berbunyi “setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,
serta berhak untuk mencari, memperoleh, dan menyampaikan informasi dengan
segala jenis saluran yang tersedia”.
C. Landasan Yuridis
Landasan yuridis dari
pelaksanaan kemerdekaan pers adalah UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam
undang-undang tersebut dijelaskan mengenai beberapa hal tentang kebebasan pers
yaitu sebagai berikut:
a. Kemerdekaan pers adalah
salah satu wujud kedaulatan rakyat yangf berasaskan prinsip-prinsip demokrasi,
keadilan, dan supremasi hukum.
b. Kemerdekaan pers dijamin
sebagai hak asasi warga Negara.
c. Terhadap pers nasional
tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
D. Landasan Etis
Landasan etis dari
pelaksanaan kemerdekaan pers adalah tata nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Hal ini tentunya disesuaikan dengan lingkungan masing-masing.
Meskipun terdapat nilai dan norma yang berlaku universal.
E. Landasan Profesional
Landasan professional
pelaksanaan kebebasan pers adalah kode etik jurnalistik. Evaluasi atas
Kebebasan Pers di Indonesia.
1.
Pengendalian Kebebasan Pers
Pengalaman sejarah
Indonesia mengajarkan bahwa setidaknya ada 4 faktor terjadinya pengendalian
kebebasan pers, yaitu melalui:
1).
Distorsi peraturan perundang-undangan
2).
Perilaku aparat
3).
Pengadilan massa
4).
Perilaku pers itu sendiri
Itu menurut pendapat
(siregar, tt).
2. Penyalahgunaan Kebebasan
Pers, Bentuk-bentuk penyalahgunaan kebebasan pers kini bisa
bermacam-macam, seperti:
1).
Penyajian informasi yang tidak akurat.
2). Tidak
objektif.
3).
Sensasional
4).
Tendensius.
5).
Menghina
6).
Menyebarkan kebohongan dan permusuhan
7).
Pornografi.
Hak
dan Kewajiban Pers
1. Hak
tolak
2.
Hak jawab
3.
Pencabutan berita
3. Kebebasan Pers dan Dampak Penyalahgunaan
Kebebasan Media Massa
1.
Kebebasan Pers
Menurut S. Tasrif, seorang
pengacara dan wartawan senior, untuk kondisi Indonesia ada tiga syarat
kebebasan pers.
a. Tidak ada lagi kewajiban
untuk meminta surat izin usaha penerbitan pers (SIUPP) bagi suatu penerbitan
umum kepada pemerintah.
b. Tidak ada wewenang
pemerintah untuk melakukan penyensoran sebelumnya terhadap berita atau karangan
yang akan dimuat dalam pers. c. Tidak ada wewenang pemerintah untuk memberangus
suatu penerbitan pada waktu tertentu atau selamanya, kecuali melalui lembaga
peradilan yang independen
4. Payung Hukum Pers di Indonesia
Dalam menjamin kebebasan
pers demi terwujudnya pers yang bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan
ideologi dan kultur kebudayaan bangsa pemerintah mengeluarkan beberapa
peraturan berkaitan dengan oers sebagai berikut.
1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 berkaitan
dengan kebebasan berserikat dan berkumpul (berkaitan dengan kebebasan mengeluarkan
pendapat). Dari ketentuan pasal ini kemudian disusun undang-undang antara lain
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di
Muka Umum, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran yang kemudian
diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 yang mengatur tentang
penyiaran yang berisi tentang KPI, jasa penyiaran, lembaga penyiaran publik,
lembaga penyiaran swasta, perizinan, isi siaran, bahas siaran, sensor isi
siaran dan sebagainya.
2.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999
tentang aturan kebebasan Pers.
3. KUHP berkaitan dengan penyalahgunaan
kebebasan pers antara lain delik penghinaan presiden dan wakil presiden (pasal
137), delik penyebaran kebencian (pasal 154 dan 155), delik penghinaan agama
(pasal 156), dan delik kesusilaan atau pornografi (pasal 282).
13. Kehidupan Pers Di Beberapa Negara
1. Pers di Negara-Negara Barat
Representasi sistem pers barat dapat dilihat pada
sistem pers Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Negara-negara Barat pada umumnya menganut
falsafah yang sama, yaitu Liberalisme. Ideologi ini menjadi landasan sistem
sosial dan sistem politik mereka. Dalam hal ini, kebebasan pers di yakini
sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang dimiliki oleh setiap individu.
Kebebasan pers tersebut terbukti memberi sumbangan positif bagi praktik
demokrasi dan kontrol yang efektif terhadap pengelolaan negara.
Di Amerika Serikat, pers mempunyai kebebasan untuk
bergerak. Di dalam sistem liberal pers tidak sepenuhnya berorientasi untuk
selalu mendukung kebijakan pemerintah. Artinya, pers bukan merupakan terompet
pemerintah seperti di negara-negara otoriter. Pers mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap kehidupan sosial dan politik dalam masyarakat. Budaya membaca
masyarakat tinggi dan ditunjang dengan pendapatan masyarakat yang tinggi telah
menciptakan masyarakat yang kritis terhadap berbagai kenyataan sosial.
Kendati demikian terdapat pula suara sumbang terhadap
kebebasan pers itu sendiri. Pers dianggap terlalu asik mengungkapakan
aspek-aspek negatif Amerika Serikat, sehingga membuat negara ini tampak buruk
di mata dunia.
Belakangan ini tuntutan masyarakat dan pemerintah
terhadap pertanggung jawaban pers semakin serius. Sebagian mengajukan kritik
bahwa terdapat kalangan pers yang terlalu mengedepankan aspek komersial dalam
pemberitaannya,
Jika dilihat hubungan pers dan msayarakat yang
demikian adalah saling mengontrol, artinya walaupan ideologi kebebasan yang di
anut memberi kemudahan berekspresi tetapi bukan berarti semuanya tidak
terkontrol hubungan tersebuta dapat menciptakan masyarakat dan pemerintah yang
kuat. Kondisi yang demikian memberi sumbangan penting bagi terbangunnya
kehidupan sosial yang demokratis.
2. Pers di Negara-Negara Komunis
Kehidupan per di negara-negara komunis merupakan
cerminan sistem sosial dan politik kumunis. Bertolak dari konsep bahwa pemilik
atas semua sarana-sarana produksi dan distribusi berada di bawah kekuasaan
negara, maka pers di negara komunis dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah (tidak
ada pemilik perorangan atau swasta). Pemerintahd an partai komunis menggunakan
pers untuk mencapai tujuan-tujuannya, yaitu sebagai instrumen yang teritegrasi
dengan kekuasaan pemerintah dan partai untuk propaganda dan agritasi.
Contoh gamblang mengenai apa yang terjadi di negara
komunis adalah apa yang terjadi di bekas negara Uni Soviet. F. Rahmadi menyatakan “ Membicarakan sistem pers uni soviet tidak
dapat terlepas dari tiga tokoh yang meletakan dasar sistem soviet. Mereka
adalah Lenin, Stalin dan Kruchcev.” Menurut Lenin pers harus melayani
kepentingan kaum buruh yang merupakan kaum mayoritas. Lenin adalaj perncetus
teori pers komunis dan stalin yang menerapkan ajaran Lenin. Sedangkan Kruchcev
lebih menyadari bahwa pers itu ternyata dapat menjadi porum pertukaran pendapat.
Secara ringkas fungsi pers Uni Soviat seperti di tulis
oleh F. Rahmadi, adalah :
a)
Pers sebagai alat propaganda, agitator,
dan organisator kolektif.
b)
Pers merupakan tempat pendidikan kader-kader komunis di kalangan masa.
c)
Pers bertugas sebgai lembaga yang memobilisasi dan membangun massa untuk
terliht dalam pembangunan ekonomi.
d) Pers
menerapkan dan menyiapkan semua dekrit, keputusan, intruksi yang dikeluarkan
oleh Komite Sentral partai maupun oleh pemerintah uni soviet serta bahan
publikasi lain dari pemerintah.
e)
Pers berfungsi sebagai alat untuk melakukan kontrol dan kritik.
Dalam kondisi yang demikian, pers tidak
mementingkan pemberitaan secara kritis. Sebab badan sensor tidak akan
memberikan izin untuk memberitakan kejadian penting yang tidak di kehendaki
untuk di ketahui masyarakat, kebebasan individu di batasi dan masyarakatnya
bersifat tertutup.
3. Pers di
Negara- Negara Berkembang
Sebagian besar negar yang berkambang adalah negara
yang baru merdeka pasca perang dunia II. sehingga tatanan sosial modern belum
lama trebentuk, Sistem negara di negara berkembang pada umunya melanjutkan
peninggalan negara penjajahnya dengan penyesuaian yang diangggap perlu. Ada
pula yang melakukan perombakan total karena tidak sesuai dengan keadaan saat
ini. Pers di negara berkembang berada dalam proses perubahan dari nilai-nilai
lama ( kolonial) ke nilai –nilai baru (nasional).
Ironisnya sebagian negara berkembang masuk kembali
dalam pusaran penjajahan. Bedanya kali ini di lakukan oleh pemimpin sendiri
yang dipimpin oleh pemimpin otoriter, pemerintah ini berusah mengontrol rakyat
dan membebaskan diri dari kontrol rakyat. Lembaga pers juga tidak lepas dari
kontrol pemerintah.Hal ini dikarenakan pers dapat membuat opini publik, jika
kritisme pers di bungkam besar kemungkinan kendali terhadap kehidupan rakyat
aman di tangan penguasa.
Perkembangan gagasan demokrasi yang melanda dunia
kemudian berimbas pada kehidupan politik di negara berkembang. Para pemimpin
otoriter mulai bertumbangan, baik karena pemilu maupun karena di turunkan paksa
oleh masyarakat. Selanjutnya pers semakin mendapat ruang untuk menjalankan
fungsi-fungsi idealnya untuk menyebarluaskan informasi secara kritis.
Secara umum, ciri-ciri kehidupan pers di negara-negara
berkembang adalah sbb :
a. Sistem
persnya cenderung mengikuti sistem pers negara bekas jajahan.
b. Pers di
negara berkembang sampai saat ini berada dalam bentuk transisi. Ia masih
mencari bentuk yang tepat atau mencari identitas. Negara berkembang umunya
sedang membangun. Hal ini menyebabkan pers di tuntut untuk bisa berperan
sebagai agent of social change dimana pers bersama pemerintah mempunyai
tanggung jawab atas keberhasilan pembangunan.
c. Secara
umum kebebasan pers di negaraberkembang diakui keberadaannya, tetapi dalam
pelaksanaannya terdapat batasan-batasan. Hal ini karena pers dituntut
untuk Ikut menjamin atau mengusahakan
stabilitas politik dan ikut serta dalam pembangunan ekonomi. Pada umumnya pers
menganut sistem tanggung jawab sosial.
d. Pada
umumnya pers di negara berkembang mengalami masalah yang sama di bidang
komunikasi, yaitu ketimpangan informasi, monopoli, dan pemusatan sumber dan
jalur komunikasi yang berlebihan. Hal ini mengakibatkan adanya dominasi negara
maju atas negara berkembang di bidang informasi
14. Penutup
Kebebasan pers yang sedang kita nikmati sekarang
memunculkan hal-hal yang sebelumnya tidak diperkirakan. Suara-suara dari pihak
pemerintah misalnya, telah menanggapinya dengan bahasanya yang khas; kebebasan
pers di Indonesia telah di luar kendali. Sementara dari pihak masyarakat,
muncul pula reaksi yang lebih konkert bersifat fisik.
Barangkali, kebebasan pers di Indonesia telah
menghasilkan berbagai ekses. Dan hal itu makin menggejala tampaknya karena
iklim kebebasan tersebut tidak dengan sigap diiringi dengan kelengakapan
hukumnya. Bahwa kebebasan pers akan memunculkan kebebasan, itu sebenarnya
merupakan sebuah konsekuensi yang wajar. Yang kemudian harus diantisipasi
adalah bagaimana agar sesuatu yang melebihi batas tersebut tidak kemudian
diterima sebagai kewajaran.
Para
pekerja pers dalam bekerja wajib memenuhi aspek-aspek profesionalitas. Standar
profesionalitas dalam jurnalistik.
1. Tidak memutar balikan fakta, tidak memfitnah.
2. Berimbang, adil dan jujur.
3. Mengetahui perbedaan kehidupan pribadi dan kepentingan umum.
4. Mengetahui kredibilitas narasumber.
5. Sopan dan terhormat dalam mencari berita.
6. Tidak melakukan tindak yang bersifat plagiat.
7. Meneliti semua bahan berita terlebih dahulu.
8. Memiliki tanggung jawab moral yang besar
1. Tidak memutar balikan fakta, tidak memfitnah.
2. Berimbang, adil dan jujur.
3. Mengetahui perbedaan kehidupan pribadi dan kepentingan umum.
4. Mengetahui kredibilitas narasumber.
5. Sopan dan terhormat dalam mencari berita.
6. Tidak melakukan tindak yang bersifat plagiat.
7. Meneliti semua bahan berita terlebih dahulu.
8. Memiliki tanggung jawab moral yang besar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar