Rabu, 26 September 2018

PERANAN PERS DALAM MASYARAKAT DEMOKRASI


PERANAN PERS DALAM MASYARAKAT DEMOKRASI


1.   Pendahuluan
Peranan pers dalam masyarakat demokrasi, Pers adalah salah satu sarana bagi warga negara untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat serta memiliki peranan penting dalam negara demokrasi. Pers yang bebas dan bertanggung jawab memegang peranan penting dalam masyarakat demokratis dan merupakan salah satu unsur bagi negara dan pemerintahan yang demokratis. Menurut Miriam Budiardjo, bahwa salah satu ciri negara demokrasi adalah memiliki pers yang bebas dan bertanggung jawab.
Sedangkan, Inti dari demokrasi adalah adanya kesempatan bagi aspirasi dan suara rakyat (individu) dalam mempengaruhi sebuah keputusan.Dalam Demokrasi juga diperlukan partisipasi rakyat, yang muncul dari kesadaran politik untuk ikut terlibat dan andil dalam sistem pemerintahan.Pada berbagai aspek kehidupan di negara ini, sejatinya masyarakat memiliki hak untuk ikut serta dalam menentukan langkah kebijakan suatu Negara. pers merupakan pilar demokrasi keempat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif.  Pers  sebagai kontrol atas ketiga pilar itu dan melandasi kinerjanya dengan check and balance. untuk dapat melakukan peranannya perlu dijunjung kebebasan pers dalam menyampaikan informasi publik secara jujur dan berimbang. disamping itu pula untuk menegakkan pilar keempat ini, pers juga harus bebas dari kapitalisme dan politik. pers yang tidak sekedar mendukung kepentingan pemilik modal dan melanggengkan kekuasaan politik tanpa mempertimbangkan kepentingan masyarakat yang lebih besar. kemungkinan kebebasan lembaga pers yang terkapitasi oleh kepentingan kapitalisme dan politik tersebut, mendorong semangat lahirnya citizen journalism. istilah citizen journalism untuk menjelaskan kegiatan pemrosesan dan penyajian berita oleh warga masyarakat bukan jurnalis profesional. aktivitas jurnalisme yang dilakukan oleh warga sebagai wujud aspirasi dan penyampaian pendapat rakyat inilah yang menjadi latar belakang bahwa citizen journalism sebagai bagian dari pers merupakan sarana untuk mencapai suatu demokrasi.
Wajah demokrasi sendiri terlihat pada dua sisi. Pertama, demokrasi sebagai realitas kehidupan sehari-hari, kedua, demokrasi sebagaimana ia dicitrakan oleh media informasi. Di satu sisi ada citra, di sisi lain ada realitas. Antara keduanya sangat mungkin terjadi pembauran, atau malah keterputusan hubungan. Ironisnya yang terjadi sekarang justru terputusnya hubungan antara citra dan realitas demokrasi itu sendiri. Istilah yang tepat digunakan adalah simulakrum demokrasi, yaitu kondisi yang seolah-olah demokrasi padahal sebagai citra ia telah mengalami deviasi, distorsi, dan bahkan terputus dari realitas yang sesungguhnya. Distorsi ini biasanya terjadi melalui citraan-citraan sistematis oleh media massa. Demokrasi bukan lagi realitas yang sebenarnya, ia adalah kuasa dari pemilik informasi dan penguasa opini publik.
Proses demokratisasi disebuah negara tidak hanya mengandalkan parlemen, tapi juga ada media massa, yang mana merupakan sarana komunikasi baik pemerintah dengan rakyat, maupun rakyat dengan rakyat. Keberadaan media massa ini, baik dalam kategori cetak maupun elektronik memiliki cakupan yang bermacam-macam, baik dalam hal isu maupun daya jangkau sirkulasi ataupun siaran.
Akses informasi melalui media massa ini sejalan dengan asas demokrasi, dimana adanya tranformasi secara menyeluruh dan terbuka yang mutlak bagi negara yang menganut paham demokrasi, sehingga ada persebaran informasi yang merata. Namun, pada pelaksanaannya, banyak faktor yang menghambat proses komunikasi ini, terutama disebabkan oleh keterbatasan media massa dalam menjangkau lokasi-lokasi pedalaman.
Keberadaan radio komunitas adalah salah satu jawaban dari pencarian solusi akan permasalahan penyebaran akses dan sarana komunikasi yang menjadi perkerjaan media massa umum. Pada perkembangannya radio komunitas telah banyak membuktikan peran pentingnya di tengah persoalan pelik akan akses informasi dan komunikasi juga dalam peran sebagai kontrol sosial dan menjalankan empat fungsi pers lainnya.
2.   Pengertian Pers
Dalam kehidupan modern kebutuhan orang akan komunikasi dan informasi semakin meningkat. Informasi dibutuhkan orang untuk memperluas wawasan dan pengetahuan, tidak jarang informasi juga menjadi bahan pertimbangan untuk seseorang untuk mengambil sebuah keputusan. Tidak hanya, itu pers juga dimanfaatkan untuk membentuk opini publik atau mendesakkan kepentingan publik agar di perhatikan oleh penguasa.
Berbicara mengenai pengertian pers, kita akan membagi pengertian pers dalam dua bagian, yaitu pengertian pers secara umum dan menurut para ahli. 
A. Pengertian Pers Secara Umum 
Kata pers berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press. Press dalam bahasa Latin, pressare yang berarti tekan atau cetak. Secara harfiah pers berarti cetak dan secara istilah berarti penyiaran yang dilakukan secara tercetak. 
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata Pers berarti : a) Alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar ;  b) Alat untuk Menjepit, memadatkan; c) Surat kabar atau majalah yang berisi berita atau orang yang bekerja di dunia persurat kabaran.
Ensiklopedia Pers Indonesia menyebutkan bahwa istilah pers merupakan sebutan bagi penerbit / perusahaan/ kalangan yang berkaitan dengan media massa atau wartawan. Sebutan ini bermula dari cara kerjanya media cetak (press). Segala barang yang dikerjakan dengan mesin cetak disebut Pers.
Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebutkan bahwa yang dimaksud pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dengan bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.
B. Pengertian Menurut Para Ahli 
1) Menurut L. Taufik, seorang ahli jurnalistik, pers adalah usaha-usaha dari alat komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan anggota-anggota masyarakat terhadap penerangan, hiburen, keinginan mengetahui peristiwa-peristiwa, atau berita-berita yang telah atau akan terjadi di sekitar mereka khususnya dan di dunia umumnya. 
2) Menurut Weiner, seorang ahli jurnalistik, pers memiliki tiga arti. Pertama, wartawan media cetak. Kedua, publisitas atau peliputan. Ketiga, mesin cetak-naik cetak. 
3) Menurut Oemar Seno Adji, seorang pakar komunikasi, pengertian pers dibagi dalam arti sempit dan luas. Dalam arti sempit, pers mengandung penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita dengar jalan kata tertulis. Dalam arti luas, pers adalah semua media komunikasi massa yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang, balk dengan kata-kata tertulis maupun kata lisan. 
4) Menurut J.C.T. Simorangkir, seorang tokoh hukum, pers dibedakan menjadi dua pengertian sebagai berikut. 
a. Pers dalam arti sempit, artinya hanya terbatas pada pers cetak, yaitu surat kabar, majalah, dan tabloid. 
b. Pers dalam arti luas, yaitu meliputi segala penerbitan, bahkan termasuk pers elektronik, siaran radio, dan siaran televisi. 
5) Menurut Mc. Luhan, dalam bukunya Understanding Media mengemukakan pers sebagai the extended of man, yaitu yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lain dan peristiwa satu dengan peristiwa lain pada momen yang bersamaan. 
Pers diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Dalam undang-undang tersebut pers diartikan sebagai lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik. 

3.   Ciri-Ciri Pers 
Berdasarkan pengertian pers seperti diuraikan di depan, pers memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri pers seperti berikut. 
a. Periodesitas, artinya pers harus terbit secara teratur dan periodik. Periodesitas mengedepankan irama terbit, jadwal terbit, dan konsistensi atau keajekan. 
b.   Publisitas, artinya pers ditujukan atau disebarkan kepada khalayak dengan sasaran yang  sangat heterogen, baik dari segi geografis maupun psikografis. 
c.   Aktualitas, artinya informasi apa pun yang disuguhkan media pers harus mengandung unsur kebaruan, menunjuk pada peristiwa yang benar-benar baru atau sedang terjadi. 
d.   Universalitas, artinya memandang pers dari sumbernya dan keanekaragaman materi isinya. 
e.    Objektivitas, merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh olen surat kabar dalam menjalankan profesi jurnalistiknya.
4.    Fungsi Pers
Adalah sebagai “watchdog” atau pemberi isyarat, pemberi tanda-tanda dni, pembentuk opini dan pengarah agenda ke depan. Beberapa fungsi Pers lainnya :
Fungsi Informasi : menyajikan informasi karena masyarakat memerlukan informasi tentang berbagai hal yang terjadi di masyarakat, dan Negara. 
Fungsi Pendidikan : sebagai sarana pendidikan massa (mass education), maka pers situ memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bertambah pengetahuan dan wawasannya. 
Fungsi Hiburan : hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat pers untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. Hiburan dapat berupa cerpen, cerita bergambar, cerita bersambung, teka-teki silang, pojok, karikatur. 
Fungsi Kontrol Sosial : adalah siukap pers dalam melaksanakan fungsinya yang ditujukan terhadap perorangan atau kelompok dengan maksud memperbaiki keadaan melalui tulisan. Tulisan yang dimaksud memuat kritik baik langsung atau tidak langsung terhadap aparatur Negara, lembaga masyarakat. 
Fungsi sebagai Lembaga Ekonomi : Pers adalah sebuah berusahaan yang bergerak di bidang penerbitan. Pers memiliki bahan baku yang diolah sehingga menghasilkan produk yang namanya “berita” yang diminatai masyarakat dengan nilai jual tinggi. Semakin berkualitas beritanya maka semakin tinggi nilai jualnya. Pers juga menyediakan kolom untuk iklan. Pers membutuhkan biaya untuk kelangsungan hidupnya.
Fungsi Menghubungkan atau Menjembatani (To Mediate) Di Indonesia kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat


5.   Perkembangan Pers di Dunia
Kegiatan jurnalistik pertama dikenal dalam sejarah adalah bulletin Acta Diurna artinya peristiwa harian pada masa romawi kuno abad 1 SM dengan dipampang di alun-alun, sedangkan bulletin berita yang disebarkan kepada khalayak ramai ditemukan di Cina sekitar tahun 750 M. Abad ke 15 penyebaran berita dengan cepat dan luas berkat ditemukannya mesin cetak karya Johannes Gutenberg di Jerman. Mula-mula surat kabar hanya memuat 1 lembar saja dan berisi 1 berita, pada abad 16 dan 17 di Jerman, Belanda dan Inggris surat kabar dan majalah dibuat dalam berbagai ukuran dan lembar malahan pengaruhnya makin meluas bukan saja hanya berita tapi juga berdampak pada politik. Jurnalisma pada abad ke 19 menjadi lebih berpengaruh karena adanya metode produksi masal revolusi industri dan meningkatnya angka melek huruf. Pada akhir abad 19 dan awal abad 20 kantor-kantor berita memanfaatkan penemuan telegram untuk mengirim berita secara cepat melalui kabel.
6.   Perkembangan Pers di Indonesia
Sejarah pers di Indonesia baru dimulai pada abad ke 20 ketika Rd. Mas Tirto Adhi Surjo menerbitkan mingguan Soenda Berita pada 17 Agustus 1903. Pada 1 Januari tahun 1907 Tirto dkk menerbitkan mingguan medan Prijaji dan sering mengkritik korupsi serta pemborosan terhadap pejabat belanda maupun pribumi, akibatnya dia sering dipenjara. Setelah merdeka harian Mas Tirto yaitu Indonesia Merdeka yang dipimpin Mochtar Lubis sering berbenturan dengan kebijakan politik dan penyelewengan- penyelewengan pemerintah bahkan pada tahun 1954 Presiden Soekarno pernah dikritiknya.

Dr. H. Krisna Harapap membagi perkembangan kemerdekaan pers dalam 5 periode, yaitu :
1)      Perkembangan Pers Pada Era Kolonial
Seperti dikemukakan di atas pers pada masa ini sering mengkritik pemerintah kolonial sehingga pembredelan dan ancaman hukuman terhadap pers acap kali terjadi, setelah proklamasi terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang termasuk pers seperti : Soeara Asia (Surabaya), Tjahaja (Bandung), dan Sinar Baroe (Semarang). Pada bulan September 1945 pers RI makin kuat dengan ditandai terbitnya Soeara Merdeka, Berita Indonesia, Warta Indonesia dan The Voice of free Indonesia. Pada saat agresi militer Belanda pers terbagi 2 yaitu yang terbit di kota dan desa, yang di kota sering mengalami pembredelan dari pihak Belanda seperti Waspada, Merdeka dan Mimbar umum sedangkan yang di desa antara lain Suara Rakyat, Api Rakyat, Patriot dan Penghela Rakyat serta menara.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh6O9WyOu6h6yAqlVrq8NM3kKdZq_YSjdy52X2mQ_dXbZhgWCxtVsh9CeLwrMYhjno8JNr_yalMuG7Yf0VeAwbc4nrPXrgQ_RPbrO854F3WCk8BULUezcKD6ptZ6gQXjsctQIKqgN70w5U/s320/2222.bmp

Belanda membuat UU untuk membendung pengaruh pers, antara lain Persbreidel Ordonantie, yang memberikan hak kepada pemerintah penjajah Belanda untuk menghentikan penerbitan surat kabar/majalah Indonesia yang dianggap berbahaya. Kemudian Haatzai Atekelen, adalah pasal yang memberi ancaman hukuman terhadap siapapun yang menyebarkan permusuhan, kebencian, serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland dan Hindia Belanda atau sejumlah kelompok penduduk di Hindia Belanda. 
Di Zaman pendudukan Jepang yang totaliter dan fasistis, orang-orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya tetapi melalui organisasi keagamaan, pendidikan, politik, sebab kehidupan pers pada zaman Jepang sangat tertekan
Beberapa hari setelah teks proklamasi dikumandangan oleh Bung Karno, telah terjadi perebutan terhadap perusahaan Koran Jepang, seperti Soeara Asia di Surabaya, Tjahajadi Bandung, dan Sinar Baroe di semarang. Koran-koran tersebut pada tanggal 19 Agustus 1945 memuat berita sekitar Kemerdekaan Indonesia, Teks Proklamasi, Pembukaan UUD, Lagu Indonesia Raya. Sejak saat itu Koran dijadikan alat mempropagandakan kemerdekaan Indonesia, walaupun masih mendapat ancaman dari tentara Jepang.
2)  Perkembangan Pers Pada Era Demokrasi Liberal
Perkembangan Pers Pada Era Demokrasi Liberal (1945-1959) Pada tahun 1946 pemerintah mulai membina hubungan dengan pers dengan merancang aturan-aturan tetapi karena masih mendapat gangguan Belanda maka RUU ini tidak kelar-kelar, baru pada tahun 1949 Indonesia mendapat kedaulatan pembenahan dibidang pers dilanjutkan kembali dan pers yang ada di desa dan kota bersatu kembali. Komite Nasional Pusat melakukan sidang pleno VI di Yogya pada tanggal 7 Desember 1949, yang pada dasarnya permerintah RI memperjuangkan pelaksanaan kebebasan pers nasional, yang mencakup perlindungan pers, pemberian fasilitas yang dibutuhkan pers & mengakui kantor berita Antara sebagai kantor berita nasional yang patut memperoleh fasilitas dan perlindungan. 15 Maret 1950 dibentuk panitia pers dan penyediaan bahan-bahan dan halaman pers ditambah serta diberi kesempatan untuk memperdalam jurnalistik sehingga iklim pers saat ini tumbuh dengan baik terbukti dengan bertambahnya surat kabar berbahasa Indonesia, Cina dan Belanda dari 70 menjadi 101 buah dalam kurun waktu 4 tahun setelah 1949.
3)      Perkembangan Pers Pada Era Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Dikeluarkannya Dekrit presiden memulai era baru yang oleh Soekarano di sebut Demokrasi Terpimpin. Akibat adanya pemberontakan di daerah maupun konfrontasi dan sengketa dengan negara lain , pemerintah menetapkan keadaan darurat, sepuluh hari setelah Dekrit pemerintah mulai melakukan tindakan penekanan terhadap Pers dan terus berlanjut.
Era ini kebijakan pemerintah berpedoman pada peraturan penguasa perang tertinggi (peperti) No.10/1960 & penpres No.6/1963 yang menegaskan kembali perlunya izin tertib bagi setiap surat kabar & majalah dan pada tanggal 24 Februari 1965 pemerintah melakukan pembredelan secara masal ada 28 surat kabar di Jakarta dan daerah dilarang tertib serentak. Memasuki 1964 kondisi kebebasan pers berada dalam keadaan yang sangat buruk, kementrian penerangan dan badan-badannya mengontrol semua kegiatan pers. Penekanan-penekana terhadap pers bertambah buruk setelah meningkatnya ketegangan dalam tubuh pemerintah.
Pers tunduk sepenuhnya pada peraturan pemerintah, pers dimanfaatkan sebagai alat revolusi dan penggerak massa. Hal yang menonjol adalah :
1. Peraturan No3. Thn 1960 tentang larangan terbit surat kabar berbahasa Cina
2. Peraturan no 19 thn 1961 tentang keharusan adanya Surat Izin terbit bagi surat kabar
3. Peraturan No.2 tahun 1961 tentang pembinaan pers oleh pemerintah, yang tidak loyal akan dibreidel
4. UU no 4/ 1963 tentang wewenang Jaksa Agung mengenai pers
4)      Perkembangan Pers Pada Era Orde Baru (1966-1998)
Di awal pemerintahan orde baru Soeharto menyatakan bahwa akan membuang jauh-jauh praktik demokrasi terpimpin dan menggantinya dengan demokrasi pancasila. Awalnya bagus, mengikis dan memberitakan kebobrokan rezim orde lama namun tidak bertahan lama karena segera dikendalikan oleh penguasa dengan dikeluarkannya UU No.11 tahun 1966 tentang pokok-pokok pers. Dibentuk dewan pers yang merupakan perpanjangan tangan Orde Baru untuk mengontrol perkembangan pers. Pers ideal adalah pers Pancasila yang penerapannya dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab demi tercapainya stabilitas nasional serta terwujudnya keamanan dan ketertiban umum. UU No.21 thn 1982 yang dikeluarkan mempertegas pemberlakukan KUHP terhadap pers. Di era ini ada 3 faktor penghambat kebebasan pers yaitu :
1. Adanya perizinan terhadap pers (SIUP)
2. Adanya wadah tunggal organisasi pers dan wartawan yaitu PWI
3. Praktek intimidasi dan sensor pers.
Pencabutan SIUPP atau yang disebut dengan pembredelan pers manjadi cerita yang sangat menakutkan dunia pers. Pada masa ini pembredelan dan pengekangan terhadap pers semakin parah tercatat ada 102 kali pembredelan yaitu tahun 1972 50x, tahun 1972 40x, serta 12 penerbitan dibredel. Terkait peristiwa “ Malari “ tanggal 15 Januari 1974 yang menjadi awal titik balik indonesia karena adanya kritik dari berbagai kalangan terutama Pers terhadap praktik pemerintah yang cenderung korup selain itu protes juga dilakukan untuk mengkritisi kebijakan pembangunan pemerintah yang dirasa terllu bergantung pada negara asing.
Pada saat itu Departemen penerangan seolah-olah menjadi pengawas di Indonesia yang mengharuskan SIT atau SIUPP bagi setiap surat kabar yang ada. Koran Detik, Tempo dan Editor menjadi fenomena terakhir dari sejarah pers yang dibredel yaitu tahun 1994. Masa-masa selanjutnya menjadi masa yang suram bagi Pers karena pemerintah melarang pers untuk tidak mengganggu stabilitas kekuasaan hingga berakhirnya pemerintahan Soeharto pada 21 Mei 1998.
5)      Perkembangan Pers Pada Era Reformasi (1998-sekarang)
Pada tanggal 5 Juni 1998, kabinet reformasi di bawah presiden B.j.Habibie meninjau dan mencabut permenpen No.01/1984 tentang SIUPP melalui permenpen No.01/1998 kemudian mereformasi UU pers lama dengan UU yang baru dengan UU No.40 tahun 1999 tentang kemerdekaan pers dan kebebasan wartawan dalam memilih organisasi pers.
Di dalam undang-undang pers yang baru, dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara, itu sebabnya tidak lagi di singgung perlu tidaknya surat izin terbit . Di samping itu ada jaminan pers nasional tidak di kenakan penyensoran, pemberedelan, dan pelanggaran penyiaran. Di era Reformasi pertanggung jawaban pers adalah kepada profesi dan hati nurani sebagai insan pers. Pers bebas dari tindakan pencegahan, pelanggaran, dan penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.
7.   PERANAN PERS
Pada pasal 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 disebutkan peran pers meliputi hal-hal berikut. 
a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui. Hal ini dilakukan melalui transfer informasi dalam berbagai bidang (ekonomi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya). 
b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi. 
c. Mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia (HAM). 
d. Menghormati kebhinekaan. 
e. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar. 
f. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentinga.1 umum.
g. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran
Pasal 6 UU pers No 40 tahun 1999 tentang peranana pers mengatakan : 
Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui,  Menegakan nilai-nilai demokrasi, mendorong penegakan supremasi hukum dan HAM, menghormati pluralism / kebhinekaan,  Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat & benar,  Melakukan pengawasan ktiris, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, 
8.   Prinsip-Prinsip Pers 
Demi eksistensi pers dalam menjalankan fungsi dan perannya, pers harus memperhatikan prinsip-prinsip berikui ini. 
a.  Idealisme, artinya cita-cita, obsesi, atau sesuatu yang terus dikejar untuk dijangkau dengan segala daya dan cara yang dibenarkan menurut etika dan norma profesi yang berlaku serta diakui oleh masyarakat dan negara. 
b. Komersialisme, artinya pers harus mempunyai kekuatan untuk mencapai cita-cita dan keseimhangan dalam mempertahankan nilai-nilai profesi yang diyakininya. 
c.  Profesionalisme, paham yang menilai tinggi keahlian profesional khususnya atau kemampuan pribadi pada umumnya, sebagai alat utama untuk mencapai keberhasilan.
9.    Teori Pers 
a. Teori Pers Otoritarian 
Teori pers otoritarian muncul pada masa iklim otoritarian, yaitu akhir renaisans atau segera setelah ditemukannya mesin cetak. Dalam masyarakat seperti itu, kebenaran dianggap bukanlah hasil dari massa rakyat, melainkan dari sekelompok kecil orang bijak yang berkedudukan membimbing dan rnengarahkan pengikut-pengikut mereka. Jadi, kebenaran dianggap hama diletakkan dekat dengan pusat kekuasaan. 
b. Teori Pers Libertarian 
Dalam teori libertarian, pers bukan instrumen pemerintah, melainkan sebuah alat untuk menyajikan bukti dan argumen-argumen yang akan menjadi landasan bagi banyak orang untuk mengawasi pemerintahan dan menentukan sikap terhadap kebijaksanaannya. 
c. Teori Pers Tanggung Jawab Sosial 
Teori ini diberlakukan sedemikian rupa oleh sebagian pers.Teori tanggung jawab sosial mempunyai asumsi utama bahwa kebebasan mengandung suatu tanggung jawab yang sepadan. Pers harus bertanggung jawab kepada masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsi penting komunikasi massa dengan masyarakat modern. 
d. Teori Pers Soviet Komunis
Dalam teori pers Soviet, kekuasaan itu bersifat sosial, berada pada orang-orang, sembunyi di lembaga-lembaga sosial, dan dipancarkan dalam tindakan-tindakan masyarakat. Kekuasaan itu mencapai puncaknya jika digabungkan dengan sumber daya alam, kemudahan produksi dan distribusi, serta saat kekuasaan itu diorganisasi dan diarahkan
10.   Kode Etik Jurnalistik 
Kode artinya tanda (sign) yang secara luas diartikan sebagai bangun simbolis. Kode etik berupa nilai-nilai dasar yang disepakati secara universal yang menjadi cita-cita setiap manusia. Kode etik yang berkaitan dengan dunia pers adalah Kode Etik Jurnalistik.  Kode Etik Jurnalistik adalah suatu kode etik profesi yang harus dipatuhi oleh wartawan Indonesia. Tujuan terpenting suatu Kode Etik Jurnalistik adalah melindungi hak masyarakat memperoleh infor masi objektif di media massa dan memayungi kinerja wartawan dari segala macam risiko kekerasan. 
Wartawan Indonesia menetapkan kode etik jurnalistik sebagai berikut: 
a. Pasal 1 
Wartawan Indonesia bersikap independen menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak beretikan buruk 
b. Pasal 2 
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang professional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. 
c. Pasal 3 
Wartawan Indonesia selalu menguji Informasi memberitakan secara berimbang tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menerapkan asas praduga tak bersalah 
d. Pasal 4 
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul. 
e. Pasal 5 
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. 
f. Pasal 6 
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. 
g. Pasal 7 
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan.
11.   Asas-Asas Kode Etik Jurnalistik 
Terdapat empat asas Kode Etik Jurnalistik. Keempat asas Kode Etik Jurnalistik tersebut sebagai berikut. 
1) Profesionalitas, cirinya sebagai berikut. 
   a) Tidak memutarbalikkan fakta. 
   b) Berimbang, adil, dan jujur. 
   c) Mengetahui sesuatu yang privat dan sesuatu yang publik. 
2) Nasionalisme, cirinya sebagai berikut. 
   a) Mengabdi untuk kepentingan bangsa dan negara. 
   b) Memperhatikan keselamatan dan kearnanan bangsa. 
3) Demokrasi, cirinya sebagai berikut. 
   a) Harus cover both side (tidak berat sebelah). 
   b) Harus jujur dan berimbang. 
4) Religius, cirinya sebagai berikut. 
   a) Menghormati agama dan kepercayaan lain. 
   b) Beriman dan bertakwa.
12.  Landasan Hukum Pelaksanaan Kebebasan Pers di Indonesia 
Landasan pelaksanaan kebebasan pers di Indonesia meliputi: 
A. Landasan idiil 
Landasan idiil dari pelaksanaan kemerdekaan pers adalah Pancasila. 
B. Landasan konstitusional 
Landasan konstitusional pelaksanaan kebebasan pers adalah UUD 1945, yaitu yang tertuang dalam pasal 28 dan 28 F UUD 1945. Pasal 28 UUD 1945 berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. 
Pasal 28 F UUD 1945 berbunyi “setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, dan menyampaikan informasi dengan segala jenis saluran yang tersedia”. 
C. Landasan Yuridis 
Landasan yuridis dari pelaksanaan kemerdekaan pers adalah UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan mengenai beberapa hal tentang kebebasan pers yaitu sebagai berikut: 
a. Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yangf berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. 
b. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara. 
c. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. 
D. Landasan Etis 
Landasan etis dari pelaksanaan kemerdekaan pers adalah tata nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Hal ini tentunya disesuaikan dengan lingkungan masing-masing. Meskipun terdapat nilai dan norma yang berlaku universal. 

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglEoCIfcUmWjAxCpX2ZZB4GDI10iTmB4Xn1wJBB0I9ga5YHdTFah-ysq_6Db_-gqNo7JIcrlmauOzMnPt9DdplZ0hUBUE0k-LV4eQVn1bJej70fV4RDTAEJSd9rXCGSvwZDsHSJfeqhso/s200/2333.bmp

E. Landasan Profesional 
Landasan professional pelaksanaan kebebasan pers adalah kode etik jurnalistik.  Evaluasi atas Kebebasan Pers di Indonesia. 
1. Pengendalian Kebebasan Pers 
Pengalaman sejarah Indonesia mengajarkan bahwa setidaknya ada 4 faktor terjadinya pengendalian kebebasan pers, yaitu melalui: 
1). Distorsi peraturan perundang-undangan 
2). Perilaku aparat 
3). Pengadilan massa 
4). Perilaku pers itu sendiri 
Itu menurut pendapat (siregar, tt). 
2. Penyalahgunaan Kebebasan Pers,  Bentuk-bentuk penyalahgunaan kebebasan pers kini bisa bermacam-macam, seperti: 
1). Penyajian informasi yang tidak akurat. 
2). Tidak objektif. 
3). Sensasional 
4). Tendensius. 
5). Menghina 
6). Menyebarkan kebohongan dan permusuhan 
7). Pornografi.
                Hak dan Kewajiban Pers
1.   Hak tolak
2.   Hak jawab
3.   Pencabutan berita
3.  Kebebasan Pers dan Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Media Massa 
1. Kebebasan Pers 
Menurut S. Tasrif, seorang pengacara dan wartawan senior, untuk kondisi Indonesia ada tiga syarat kebebasan pers. 
a. Tidak ada lagi kewajiban untuk meminta surat izin usaha penerbitan pers (SIUPP) bagi suatu penerbitan umum kepada pemerintah. 
b. Tidak ada wewenang pemerintah untuk melakukan penyensoran sebelumnya terhadap berita atau karangan yang akan dimuat dalam pers. c. Tidak ada wewenang pemerintah untuk memberangus suatu penerbitan pada waktu tertentu atau selamanya, kecuali melalui lembaga peradilan yang independen
4.  Payung Hukum Pers di Indonesia 
Dalam menjamin kebebasan pers demi terwujudnya pers yang bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ideologi dan kultur kebudayaan bangsa pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan berkaitan dengan oers sebagai berikut. 
1.  Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 berkaitan dengan kebebasan berserikat dan berkumpul (berkaitan dengan kebebasan mengeluarkan pendapat). Dari ketentuan pasal ini kemudian disusun undang-undang antara lain Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran yang kemudian diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 yang mengatur tentang penyiaran yang berisi tentang KPI, jasa penyiaran, lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, perizinan, isi siaran, bahas siaran, sensor isi siaran dan sebagainya. 
            2.   Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang aturan kebebasan Pers. 
3.   KUHP berkaitan dengan penyalahgunaan kebebasan pers antara lain delik penghinaan presiden dan wakil presiden (pasal 137), delik penyebaran kebencian (pasal 154 dan 155), delik penghinaan agama (pasal 156), dan delik kesusilaan atau pornografi (pasal 282).
13.  Kehidupan Pers Di Beberapa Negara
1. Pers di Negara-Negara Barat
Representasi sistem pers barat dapat dilihat pada sistem pers Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Negara-negara Barat pada umumnya menganut falsafah yang sama, yaitu Liberalisme. Ideologi ini menjadi landasan sistem sosial dan sistem politik mereka. Dalam hal ini, kebebasan pers di yakini sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang dimiliki oleh setiap individu. Kebebasan pers tersebut terbukti memberi sumbangan positif bagi praktik demokrasi dan kontrol yang efektif terhadap pengelolaan negara.
Di Amerika Serikat, pers mempunyai kebebasan untuk bergerak. Di dalam sistem liberal pers tidak sepenuhnya berorientasi untuk selalu mendukung kebijakan pemerintah. Artinya, pers bukan merupakan terompet pemerintah seperti di negara-negara otoriter. Pers mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kehidupan sosial dan politik dalam masyarakat. Budaya membaca masyarakat tinggi dan ditunjang dengan pendapatan masyarakat yang tinggi telah menciptakan masyarakat yang kritis terhadap berbagai kenyataan sosial.
Kendati demikian terdapat pula suara sumbang terhadap kebebasan pers itu sendiri. Pers dianggap terlalu asik mengungkapakan aspek-aspek negatif Amerika Serikat, sehingga membuat negara ini tampak buruk di mata dunia.
Belakangan ini tuntutan masyarakat dan pemerintah terhadap pertanggung jawaban pers semakin serius. Sebagian mengajukan kritik bahwa terdapat kalangan pers yang terlalu mengedepankan aspek komersial dalam pemberitaannya,
Jika dilihat hubungan pers dan msayarakat yang demikian adalah saling mengontrol, artinya walaupan ideologi kebebasan yang di anut memberi kemudahan berekspresi tetapi bukan berarti semuanya tidak terkontrol hubungan tersebuta dapat menciptakan masyarakat dan pemerintah yang kuat. Kondisi yang demikian memberi sumbangan penting bagi terbangunnya kehidupan sosial yang demokratis.
2. Pers di Negara-Negara Komunis
Kehidupan per di negara-negara komunis merupakan cerminan sistem sosial dan politik kumunis. Bertolak dari konsep bahwa pemilik atas semua sarana-sarana produksi dan distribusi berada di bawah kekuasaan negara, maka pers di negara komunis dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah (tidak ada pemilik perorangan atau swasta). Pemerintahd an partai komunis menggunakan pers untuk mencapai tujuan-tujuannya, yaitu sebagai instrumen yang teritegrasi dengan kekuasaan pemerintah dan partai untuk propaganda dan agritasi.
Contoh gamblang mengenai apa yang terjadi di negara komunis adalah apa yang terjadi di bekas negara Uni Soviet. F. Rahmadi menyatakan “ Membicarakan sistem pers uni soviet tidak dapat terlepas dari tiga tokoh yang meletakan dasar sistem soviet. Mereka adalah Lenin, Stalin dan Kruchcev.” Menurut Lenin pers harus melayani kepentingan kaum buruh yang merupakan kaum mayoritas. Lenin adalaj perncetus teori pers komunis dan stalin yang menerapkan ajaran Lenin. Sedangkan Kruchcev lebih menyadari bahwa pers itu ternyata dapat menjadi  porum pertukaran pendapat.
Secara ringkas fungsi pers Uni Soviat seperti di tulis oleh F. Rahmadi, adalah :
a)      Pers sebagai alat  propaganda, agitator, dan organisator kolektif.
b)      Pers merupakan tempat pendidikan kader-kader komunis di kalangan masa.
c)      Pers bertugas sebgai lembaga yang memobilisasi dan membangun massa untuk terliht dalam pembangunan ekonomi.
d)     Pers menerapkan dan menyiapkan semua dekrit, keputusan, intruksi yang dikeluarkan oleh Komite Sentral partai maupun oleh pemerintah uni soviet serta bahan publikasi lain dari pemerintah.
e)      Pers berfungsi sebagai alat untuk melakukan kontrol dan kritik.
          Dalam kondisi yang demikian, pers tidak mementingkan pemberitaan secara kritis. Sebab badan sensor tidak akan memberikan izin untuk memberitakan kejadian penting yang tidak di kehendaki untuk di ketahui masyarakat, kebebasan individu di batasi dan masyarakatnya bersifat tertutup.
3. Pers di Negara- Negara Berkembang
Sebagian besar negar yang berkambang adalah negara yang baru merdeka pasca perang dunia II. sehingga tatanan sosial modern belum lama trebentuk, Sistem negara di negara berkembang pada umunya melanjutkan peninggalan negara penjajahnya dengan penyesuaian yang diangggap perlu. Ada pula yang melakukan perombakan total karena tidak sesuai dengan keadaan saat ini. Pers di negara berkembang berada dalam proses perubahan dari nilai-nilai lama ( kolonial) ke nilai –nilai baru (nasional).
Ironisnya sebagian negara berkembang masuk kembali dalam pusaran penjajahan. Bedanya kali ini di lakukan oleh pemimpin sendiri yang dipimpin oleh pemimpin otoriter, pemerintah ini berusah mengontrol rakyat dan membebaskan diri dari kontrol rakyat. Lembaga pers juga tidak lepas dari kontrol pemerintah.Hal ini dikarenakan pers dapat membuat opini publik, jika kritisme pers di bungkam besar kemungkinan kendali terhadap kehidupan rakyat aman di tangan penguasa.
Perkembangan gagasan demokrasi yang melanda dunia kemudian berimbas pada kehidupan politik di negara berkembang. Para pemimpin otoriter mulai bertumbangan, baik karena pemilu maupun karena di turunkan paksa oleh masyarakat. Selanjutnya pers semakin mendapat ruang untuk menjalankan fungsi-fungsi idealnya untuk menyebarluaskan informasi secara kritis.
Secara umum, ciri-ciri kehidupan pers di negara-negara berkembang adalah sbb :
a.      Sistem persnya cenderung mengikuti sistem pers negara bekas jajahan.
b.      Pers di negara berkembang sampai saat ini berada dalam bentuk transisi. Ia masih mencari bentuk yang tepat atau mencari identitas. Negara berkembang umunya sedang membangun. Hal ini menyebabkan pers di tuntut untuk bisa berperan sebagai agent of social change dimana pers bersama pemerintah mempunyai tanggung jawab atas keberhasilan pembangunan.
c.     Secara umum kebebasan pers di negaraberkembang diakui keberadaannya, tetapi dalam pelaksanaannya terdapat batasan-batasan. Hal ini karena pers dituntut untuk  Ikut menjamin atau mengusahakan stabilitas politik dan ikut serta dalam pembangunan ekonomi. Pada umumnya pers menganut sistem tanggung jawab sosial.
d.     Pada umumnya pers di negara berkembang mengalami masalah yang sama di bidang komunikasi, yaitu ketimpangan informasi, monopoli, dan pemusatan sumber dan jalur komunikasi yang berlebihan. Hal ini mengakibatkan adanya dominasi negara maju atas negara berkembang di bidang informasi
14.   Penutup
Kebebasan pers yang sedang kita nikmati sekarang memunculkan hal-hal yang sebelumnya tidak diperkirakan. Suara-suara dari pihak pemerintah misalnya, telah menanggapinya dengan bahasanya yang khas; kebebasan pers di Indonesia telah di luar kendali. Sementara dari pihak masyarakat, muncul pula reaksi yang lebih konkert bersifat fisik.
Barangkali, kebebasan pers di Indonesia telah menghasilkan berbagai ekses. Dan hal itu makin menggejala tampaknya karena iklim kebebasan tersebut tidak dengan sigap diiringi dengan kelengakapan hukumnya. Bahwa kebebasan pers akan memunculkan kebebasan, itu sebenarnya merupakan sebuah konsekuensi yang wajar. Yang kemudian harus diantisipasi adalah bagaimana agar sesuatu yang melebihi batas tersebut tidak kemudian diterima sebagai kewajaran.
Para pekerja pers dalam bekerja wajib memenuhi aspek-aspek profesionalitas. Standar profesionalitas dalam jurnalistik.
1. Tidak memutar balikan fakta, tidak memfitnah.
2. Berimbang, adil dan jujur.
3. Mengetahui perbedaan kehidupan pribadi dan kepentingan umum.
4. Mengetahui kredibilitas narasumber.
5. Sopan dan terhormat dalam mencari berita.
6. Tidak melakukan tindak yang bersifat plagiat.
7. Meneliti semua bahan berita terlebih dahulu.
8. Memiliki tanggung jawab moral yang besar


























Tidak ada komentar:

Posting Komentar