BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Proses
pendidikan dan pembelajaran pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan memberikan
konsep-konsep dasar yang memiliki kebermaknaan bagi anak melalui pengalaman
nyata. Hanya pengalaman nyatalah yang memungkinkan anak untuk menunjukkan
aktivitas dan rasa ingin tahu (curiousity) secara optimal dengan menempatkan
posisi pendidik sebagai pendamping, pembimbing serta fasilitator bagi anak.
Melalui proses pendidikan seperti ini diharapkan dapat menghindari bentuk pembelajaran
yang hanya berorientasi pada kehendak guru yang menempatkan anak secara pasif
dan guru menjadi dominan.
Proses
pendidikan mempunyai peranan penting dalam upaya pengembangan individu secara
khusus dan pengembangan bangsa secara umum. Proses pendidikan memberikan
kesempatan kepada setiap individu untuk mengembangkan seluruh kemampuan dan
keterampilan secara optimal. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya diberikan
sedini mungkin agar upaya pngembangan kemampuan dan keterampilan individu dapat
berlangsung optimal. Pada rentang usia dini anak mengalami masa keemasan (the
golden age) yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitive untuk menerima
berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan
laju pertumbuhan danperkembangan anak secara individual.
Masa
peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap
merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan masa
peletak dasar pertama untuk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif,
psikomotorik, bahasa, sosio emosional dan spiritual. Upaya pengembangan
individu melalui proses pendidikan berlangsung di berbagai lembaga-lembaga
pendidikan, termasuk lembaga pendidikan anak usia dini. Pada saatini telah
bermunculan berbagai lembaga pendidikan anak usia dini yang menggunakan standar
internasional di kota-kota besar di Indonesia, terutama lembaga pendidikan anak
usia dini (PAUD) yang mengadopsi kurikulum penyelenggaraan dari berbagai Negara
maju.
Kurikulum
yang dikembangkan tersebut mengacu kepada model pembelajaran yang sudah ada di negara
tertentu yang telah dikembangkan selama bertahun-tahun. Beberapa model pendidikan
yang dimasud antara lain model pembelajaran aktif, model pembelajaran proyek,
model pembelajaran berbasis masyarakat dan model pembelajaran keterampilan
hidup.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulisan makalah ini
disusun atas pertanyaan sebagai berikut:
1.
Apa
pengertian model pembelajaran menurut para ahli?
2.
Bagaimana
model-model pembelajaran anak usia dini?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulisan makalah ini
bertujuan sebagai berikut:
1.
Mahasiswa
mengetahui pengertian model pembelajaran menurut para ahli.
2.
Mahasiswa
mengetahui model-model pembelajaran anak usia dini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu prosedur
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar agar dapat mencapai
tujuan belajar. Juga dapat diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam
kegiatan pembelajaran. Jadi, sebenarnya model pembelajaran ini sendiri
memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi ataupun metode
pembelajaran. Saat ini telah ada banyak dikembangkan berbagai macam model
pembelajaran, mulai dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks serta
rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.
Model pembelajaran menurut Kardi dan Nur ada lima model
yang dapat dipergunakan dalam mengelola pembelajaran, yakni antara lian:
pembelajaran langsung, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berdasarkan
masalah, diskusi, serta learning strategi.
Menurut Dedi
Supriawan dan A. Benyamin Surasega, mereka mengetengahkan 4 (empat) kelompok
model pembelajaran, yakni:
1.
Model
interaksi sosial
2.
Model
pengolahan informasi
3.
Model
personal-humanistik
4.
Model
modifikasi tingkah laku.
Menurut Joyce
dan Weil (1986: 14-15), mereka mengemukakan bahwa setiap dari model belajar
mengajar atau model pembelajaran tersebut harus mempunyai empat unsur yaitu
sebagai berikut:
a.
Sintak
(syntax) atau merupakan fase-fase (phasing) dari model yang menjelaskan model
tersebut serta dalam pelaksanaannya secara nyata. Dan sebagai contohnya,
bagaimana kegiatan pendahuluan pada proses pembelajaran itu dilakukan? Apa yang
akan terjadi berikutnya?
b.
Sistem
sosial (the social system) yang menunjukkan peran & hubungan guru serta
siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan seorang guru sangatlah ber
variasi pada satu model dengan model yang lainnya. Pada satu model, seorang
guru berperan sebagai fasilitator akan tetapi pada model yang lainnnya seorang
guru berperan sebagai sumber ilmu pengetahuan.
c.
Prinsip
reaksi (principles of reaction) yang menunjukkan bagaimana seorang guru
memperlakukan siswanya serta bagaimana pula ia merespon terhadap apa yang
dilakukan oleh siswanya. Pada satu model, seorang guru memberi ganjaran atas
sesuatu yang sudah dilakukan oleh siswa dengan baik, akan tetapi pada model
yang lainnya seorang guru bersikap tidak memberikan penilaian terhadap
siswanya, terutama untuk hal-hal yang berkait dengan kreativitas.
d.
Sistem
pendukung (support system) yang menunjukkan segala sarana, bahan, & alat
yang dapat dipergunakan dalam mendukung model tersebut.
Menurut Toeti
Soekamto & Winataputra (1995:78), mereka mendefinisikan ‘model pembelajaran’
itu sebagai kerangka konseptual yang dapat menggambarkan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk
mencapai tujuan dalam pembelajaran serta berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran & para pengajar dalam merencanakan Serta
melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
B.
Model Pembelajaran Anak Usia Dini
1.
Model Pembelajaran High/Scope
Pendekatan high scope pada awalnya dikembangkan untuk anak anak
luar biasa dari lingkungan miskin di Ypsilanti, Michingan. Pada tahun 1962,
David P. Weikart, direktur pelayaan khusus dari Ypsilanti Public School, yang
menamakan Perry Preschool Project (yang kemudian dikenal sebagai High/Scope
Preschool Project). Weikart mendesain proyek ini untuk merespon kegagalan yang
senantiasa terjadi pada murid SMA dari lingkungan miskin Ypisilanti. Sepanjang
tahun tersebut, anak-anak secara konsisten dinilai dalam tingkat bawah dalam
tes kecerdasaan dan tes prestasi akademik. Ditandai oleh tren atau situasi ini,
Weikart mencari penyebab dan penyelesaiannya. Weikart menyimpulkan bahwa
rendahnya skor IQ direfleksikan oleh terbatasnya kesempatan bagi sekolah untuk
melakukan persiapan daripada karena kecerdasaan bawaan anak. Weikart juga
menyimpulkan bahwa pencapaian siswa yang rendah di sekolah menengah berkorelasi
dengan keadaannya di sekolah dasar.
Weikart kemudian mencoba untuk memberikan intervensi bagi anak usia
3–4 tahun, dengan tujuan untuk menyiapkan anak anak pra sekolah dari lingkungan
miskin ini agar bisa sukses di sekolah. Untuk mendukung gagasan ini, Weikart meminta
ijin untuk menyelenggarakan program pendidikan pra sekolah yang berlokasi
disebuah pusat komunitas kemudian pindah ke Perry Elementary School. Pada tahun
1970, Weikart meninggalkan sekolah umum tersebut dan mendirikan High/scope
Educational Research Foundation. Program pendidikan High/Scope merupakan salah
satu model pembelajaran yang merujuk pada teori Piaget. Pendekatan ini
menekankan identifikasi terhadap keadaan anak berdasarkan pada tingkatan
perkembangan dengan menguji pada pemenuhan kekuatannya. Proyek High/scope
memandang jarn dalam kemampuan dan ketidakmampuan perilaku anak seusia dalam
kelompoknya sebagai keterlambatan perkembangan, bukan sebagai penyimpangan.
Berdasarkan pada tugas mereka dalam tujuan ini, guru kemudian berinisatif
menggunakan pendeatan yang sesuai dengan perkembangan (DAP= Developmentally
appropriate Practice) dalam pembelajaran dalam kelas DAP merupakan tujuan
jangka panjang dalam proyek ini. Tujuan ini adalah untuk mengembangkan
kemampuan anak dengan menggunakan berbagai macam kegiatan seni dan gerak; untuk
mengembangkan kemampuan mereka terhadap objek bedasarkan konsep pendidikan;
untuk mengembangkan kemampuan berbicara mereka, dramatisi, dan kemampuan
grafikal yang dipresentasikan melalui pengalaman dan mengkomunikasaikan
pengalaman mereka terhadap sesama teman atau orang dewasa; untuk mengembangkan
kemampuan bekerjasama dengan orang lain; membuat keputusan tentang apa yang
harus dilakukan dan bagaimana cara melakukan sesuatu; dan merencanakan
penggunaan waktu dan energi mereka; dan untuk mengembangkan mereka dalam
menerapkan perolehan kemampuan pemikiran baru mereka dalam jangkauan yang luas
dan natural berdasarkan situasi dan dengan menggunakan berbagai macam material.
Kurikulum High/scope akan membantu anak-anak prasekolah menjadi
lebih independen, bertanggung jawab dan menjadi pembelajar yang percaya diri.
Selain itu dalam pembelajaran di High/Scope anak-anak akan dilibatkan pada pembelajaran
melalui keterlibatan yang aktif terhadap alat alat permainan yang ada. Orang
orang yang terlibat dalam pembelajaran dan gagasan gagasan yang muncul, anak-anak
pra sekolah akan belajar juga membuat perencanaan sendiri dan berlatih menerapkannya
untk mencapai pengetahuan dan kemempuan yang dibutuhkan oleh mereka untuk
membangun landasan yang kuat bagi pembelajaran mereka selanjutnya.
Kurikulum High/Scope harus memperhatikan beberapa hal berikut:
a.
Belajar
Aktif
Anak
anak terlibat secara langsung dalam pembelajaran, pengalaman bersentuhan langsung
dengan orang orang, benda benda gagasan gagasan dan peristiwa. Pengalaman
pembelajaran aktif akan membantu anak anak membengun pengetahuan mereka,
seperti: belajar konsep, membentuk gagasan, menciptakan simbol dan abstraksi
mereka sendiri. Sebagai fasilisator, yang akan mengobservasi dalam
berpartisipasi dalam kegiatan anak anak, guru akan dipandu oleh beberapa kunci
pengalaman bahwa seluruh anak perlu untuk memiliki bagian dari kecerdasan
motorik, fisik sosial dan perkembangan emosi. Terdapat 10 kunci kategori,
antara lain: representasi kreatif, bahasa dan eaksaraan,
hubungn sosial dan inisiatif, gerak, musik, klasifikasi, serasi, angka, ruang,
dan waktu. Kunci pengalaman ini akan sangat berperan dalam pemerolehan sosial
saat ini dan yang akan datang serta kemampuan akademik yang dibuthkan agar
suksesdi sekolah.
b.
Interaksi
Anak dengan Orang Dewasa
Orang
dewasa mengamati dan berinteraksi dangan anak anak pada level mereka untuk
menemukan bagaimana setiap anak berpikir dan mencari alasan. Orang ewasa
mengzinkan anak untuk mengambil kontrol dalam pembelajarn individual mereka.
Mereka juga mendukung motivasi dari dalam diri anak dalam pembelajaran dengan
cara mengatur jadual dan lingkungan, memperhatikan klim sosial yang kondusif,
mendukung penyelesaian konflik yang konstruktif, menginterpretasi tindakan anak
anak dalam bagian kunci pengalaman, merencanakan pendalaman pembelajaran aktif
yang berdasarkan pada minat dan kemampuan anak.
c.
Lingkungan
Pembelajaran
Ruang
kelas disusun dalam lima atau lebih pusat minat. Area area ditandai dengan nama
sederhana sehingga dapat memberikan pengertian kepasa anak, seperti “area
buku”, ”area rumah” dan didefinisikan secara jelas.Variasi bahan bahan dalam
menemukan jalan anak, menggunakan, dan menggembalikan apa yang telah mereka
selesaikan.
Pengaturan seperti ini akan mendukung anak untuk menemukan dan
menggunakan bahan untuk bereksplorasi, menemukan dan belajar tentang dunia
mereka. Secara terperinci, lingkungan pembelajaran dalam pembelajaran High/
Scope Curriculum harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain:
a.
Sekolah
harus menyediakan lingkungan fisik pembelajaran yang kondusif untuk belajar dan
merefleksikan tahapan yang berbeda dalam perkembangan masing masing anak.
b.
Seolah
harus menyediakan ruang yang layak untuk melakukan seluruh program kegiatan.
c.
Pusat
ruang harus disusun dalam area yang fungsional yang dapat dikenali oleh anak
dan mengizinkan terjadinya interaksi sosial dan aktifitas individual.
Selain itu, peralatan, permainan anak, dan furniture dalam sekolah
High/Scope harus memenuhi kriteria sebagai berikut harus menyediakan/ mengatur
peralatan yang cukup, baik mainan anak, alat-alat, dan furniture untuk
memfasilitasi partisipasi antara anak dan orang dawasa. Karena itu sekolah
harus: (a) mendukung objeksivitas pendidikan yang spesifk dan program lokal,
(b) mendukung latar belakang budaya dan etnis anak, (c) sesuai dengan usia,
aman, dan mendukung kemampuan dan perkembangan setiap anak, (d) mudah
dijangkau, atraktif, dan mendorong minat penemuan anak, (e) didesain untuk
menyediakan berbagai jenis pegalaman belajar dan menyemangati setiap anak untuk
melakukan eksperimen dan eksplorasi, (f) aman, tahan lama, dan tetap terjaga
dalam kondisi yang baik, (g) disimpan dalam tempat yang aman dan tetap dalam
petunjuk yang rapi dalam kondisi yang baik.
Sasaran jangka panjang kurikulum High/Scope adalah keseimbangan
akademik, sosial, emosional dan aspek fisik. Yang termasuk dalam aspek
sosial-emosional adalah kemampuan interpersonal dan kemampuan intrapersonal. Indikator
kemampuan interpersonal: kemampuan mengertiorang lain, kemampuan berempati,
kemampuan bekerjasama, kemampuan berkomunikasi, kemampuan rasa
tanggung jawab. Indikator kemampuan intrapersonal: percaya diri, kreatif, jiwa social
kebijakan, kemandirian, kritis. Untuk membantu anak anak agar mereka sukses dalam
pembelajaran dan belajar bertanggung jawab terhadap sekolah dan kehidupannya
maka sekolah High/scope akan menyediakan suatu daftar kegiatan harian yang
seimbang antara kegiatan yang merupakan atas inisiatif anak dangan aktivitas
yang melbatkan orang dewasa secara langsung termasuk kegiatan yang bersifat
individual maupun kegiatan kelompk. kegiatan kelompok juga harus mendukung
perkembangan sosial-emosi anak dengan merencanakan kegiatan rutin dan transisi yang
tepat sehingga anak – anak dapat memperkiran cara yang akan dilakukan. Setiap
harinya program High/Scope memiliki perencanaan kegiatan yang sama, menyediakan
kerangka kerja yang kosisten untuk orang dewasa dan anak. Rangkaian
perencanaan-tindakan-review (plan-do-review) harian adalah sebuah kegiatan inti
High/Scope yang memberikan kebebasan kepada anak untuk mempertimbangkan
minatnya, membuat rencana, mengikuti kehendaknya, menggambarkan pengalaman.
Dibalik rangkaian rencana-pelaksanaan-review di atas, pengaturan
jadwal sehari hari juga mengizinkan anak beertemu dan berkumpul dalam sebuah
kelompok kecil atas inisatif orang dewasa yang didasari oleh minat anak,
kebutuhan, dan tingkat perkembangan mental anak dan melibatkannya dalam sebuah
aktivitas berdasarkan kelompok dalam berinteraksi sosial, musik dan pergerakan
fisik. Assesmen adalah kunci praktisi, ini memungkinkan mereka untuk memahami
tingkat perkembangan mental anak, mengidentifikasi minat yang dinyatakan,
mengamati kunci pengalaman yang melibatkan setiap anak. Guru-guru dalam kelas
High/Scope mencatat perilaku anak, pengalamn, dan minat. Mereka menggunakan
catatancatatannya untuk menilai perkembangan dan merencanakan aktivitas yang
akan datang guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Proses assesmen
ini memerlukan perencanaan kelompok, catatan pengamatan harian, kumpulan
catatan rekaman tiap semester. Catatan – catatan ini juga digunakan sebagai
keterangan orang tua untuk membantu agar lebih baik mengerti perkembangan anak.
2.
Model Pembelajaran Bermain Kreatif
Model pembelajaran bermain kreatif mulai dikembangkan pada tahun
1985 di University of Tnnessee, Knoxville yang dilandasi oleh teori Piaget
dengan pendekatan konstruktivis. Model pembelajaran bermain kreatif dengan
pendekatan pembelajaran konstruktivis merupakan sebuah konsep pembelajaran
dengan dasar teori perkembangan anak dimana anak akan membangun pengetahuannya
sendiri. Pendekatan konstruktivis memberikan pendidikan yang menyeluruh pada
anak usia dini. Konsep model pembelajaran bermain kreatif tersebut terdiri dari
praktek pembelajaran untuk anak, konten area untuk anak, seperangkat asesmen
untuk mengukur tingkah laku dan kemajuan anak, dan model pelatihan untuk
membantu orang dewasa dalam mendukung perkembangan anak.
Pembelajaran disusun berdasarkan kepercayaan bahwa anak belajar
dengan baik melalui pembelajaran yang aktif (active learning), pengalaman
langsung, interaksi dengan orang dewasa, kejadian dan ide-ide. Ruang-ruang
kelas ditata sedemikian rupa dengan sangat selektif, berhati-hati agar
pembelajaran aktif pada anak dapat terjadi. Area dibagi berdasarkan area minat
anak yang diatur dalam permainan yang spesifik, seperti area balok, area
perpustakaan, area rumah tangga, area memasak, area pasir dan air, area seni.
a.
Area
Blok
Balok
adalah peralatan yang standar untuk kelas anak-anak yang pertama dan itu penting
untuk mengimplementasikan Kurikulum Kreatif. Balok-balok kosong cocok untuk
anak-anak yang menyukai permainan dramatik. Dalam waktu yang singkat
balok-balok yang besar ini menjadi sebuah boneka, rumah, sebuah bis, atau alat
pemadam kebakaran. Unit balok-balok ini menyediakan sebuah kekayaaan dalam
belajar aktivitas ini yang mengizinkan anak-anak untuk mendapatkan konsep-konsep
dalam matematika, pengetahuan alam, geometri, ilmu sosial, dan banyak lagi.
Balok kayu adalah kebutuhan yang alami untuk anak kecil karena balok-balok itu
halus, keras dan simetris. Anak-anak suka untuk mengembangkan karakter fisik
balok-balok itu dengan menyentuhnya, mengusapnya, dan memukul balok-balok itu
bersama untuk mendengarkan suara balok-balok itu. Balok kayu adalah permaianan
material yang mengajak anak-anak untuk menciptakan sesuatu yang mau. Di sini
tidak ada cara yang benar atau salah untuk meciptakan sesuatu dengan
balok-balok itu-anak-anak dapat membuatnya semau mereka. Kadang-kadang anak-anak
memulai dengan sebuah idea apa yang mereka ingin buat, dan juga desain tiga
dimensi ini berkembang sesuai bagaimana anak-anak menempatkan balok bersama
secara acak atau dengan pola. Seperti seni lainnya, kreasi anak-anak
menghasilkan dengan balok-balok tersebut sering mengingatkan mereka pada apa
yang pernah mereka lihat, jadi mereka mulai untuk menamakan apa yang mereka
ciptakan: rumah, jala, atau pesawat roket.
Membangun
balok penting untuk perkembangan kognitif (kemampuan untuk memandang sesuatu).
Seperti pengalaman anak-anak dengan dunia sekelilingnya, mereka membentuk
gambaran di pikiran mereka dari apa yang mereka lihat. Bermain dengan balok
memberi mereka sebuah kesempatan unutk menciptakan kembali gambar-gamabar ini
dalam bentuk nyata. Kemampuan menciptakan ini yang mewakilkan
pengalaman-pengalaman mereka adalah sesuatu kemampuan penting dimulai dari
pikiran yang abstrak. Terlebih lagi, karena balok-balok didesain dalam unit
matematika, anak-anak bermain dengan itu mendapat pengertian yang nyata dari
konsep yang penting untuk berpikir logis. Mereka belajar tentang ukuran,
bentuk, jumlah, jenis, area, panjang, dan berat sebagai apa yang mereka pilih,
ciptakan, dan membersihkan balok-balok. Balok-balok permainan yang bernilai
untuk perkembangan fisikal. Anak-anak menggunakan otot-otot besar mereka untuk
membawa balok-balok dari satu tempat yang satu ke tempat yang lain. Mereka
menempatkan balok-balok bersama dengan cermat untuk membentuk sebuah jembatan
atau desain yang rumit, mereka menyempurnakan otot-otot kecil di tangan mereka,
yang penting untuk menulis.
Kompetensi
pembelajaran dalam permainan balok adalah anak-anak dapat merealisasikan banyak
keuntungan dari permainan balok saat guru mereka menetapakan Kompetensi yang
realistik dan cocok untuk perkembangan mereka. Urutan di bawah adalah contoh
Kompetensi yang dapat anda tempatkan sebagai anak-anak yang bermain dengan
balok-balok.
1)
Kompetensi
Untuk Perkembangan Sosial-Emosi:
· Bekerja dengan bebas dan dalam sebuah kelompok (memutuskan kapan, bagaimana,
dan dengan siapa mereka bermain.)
· Menunjukkan kebutuhan, konsentrasi, dan ketakutan dalam jalan
sosial yang dapat diterima (menciptakan rumah sakit atau gua dengan monster dan
bermain membuat kepercayaan)
· Berbagi dan bekerjasama dengan yang lain (menjual barang dan tiang
dan merencanakan proyek pembangunan bersama)
· Mendemonstrasikan kebanggaan dalam menyelesaikan dan sebuah konsep
diri sendiri yang positif (membagikan bangunan mereka dengan berbicara mengenai
apa yang mereka ciptakan)
2)
Kompetensi
dari perkembangan kognitif:
· Mengembangkan sebuah pengertian tentang konsep, berat, dan area
(membawa balok dan menggunakan balok-balok dalam konstruksi)
· Mengklasifikasikan dan menyusun objek dengan ukuran, bentuk, dan
fungsi (menempatkan balok-balok dalam ukuran yang sama)
· Membuat kegunaan prinsip-prinsip fisikal (mengembangkan berat,
stabilitas, persamaan, keseimbangan, dan kekuatan untuk mengungkit)
· Memprediksikan penyebab dan efek persahabatan (melihat seberapa
tinggi mereka dapat membangun mereka sebelum balok-balok itu jatuh)
· Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan konstruksi (membuat jembatan
atau langkah-langkah membuat rumah)
· Mengorganisasikan dalam sebuah baris (membuat balok dari rendah ke tinggi
dan menghitung dengan benar)
· Menggunakan tambahan, dasar dan pecahan (menetapkan berapa banyak
balok yang diperlukan untuk mengisi jarak yang kosong)
· Mengembangkan kemampuan membaca dan menulis (membuat tanda untuk bangunan)
3)
Kompetensi
dari Perkembangan Fisikal:
· Menggunakan kemampuan otot kecil dan besar (memegang, mengangkat, menempatkan
dan menyeimbangkan balok-balok)
· Mengembangkan koordinasi antara mata dan tangan (menempatkan balok
pada pola yang benar)
· Mengontrol tempat objek-objek (bawah, atas, di atas, di bawah, di
atas, dari, dan di sebelah saat berkontraksi dengan balok-balok)
b.
Area
Seni
Sebagian
besar anak kecil biasanya menyenangi seni. Mereka menyukai proses penggunaan
cat ke kertas, menempel-nempelkan, memukul-mukul lilin. Bekerja dengan material
seni menawarkan anak-anak kesempatan untuk bereksperimen dengan warna, bentuk,
rancangan, dan tektur. Menggunakan material seni seperti lukisan, lilin,
spidol, krayon, kanji dari tepung jagung, dan susunan benda-benda potongan
kertas, anak-anak mengekspresikan ide dan perasaan pribadi. Dengan mereka
memperlihatkan kreasi dan anak-anak yang lain, mereka belajar menghargai
perbedaan. Untuk anak kecil, proses menciptakan adalah yang paling penting,
bukan apa yang mereka buat. Karya seni menguntungkan semua aspek perkembangan
anak. Saat anak menggambar, melukis, dan potongan kertas. Mereka bereksperimen
dengan warna, garis, bentuk dan ukuran. Mereka menggunakan cat, bahan-bahan dan
kapur untuk membuat pilihan, mencoba ide, rencana, dan eksperimen. Mereka
mempelajari tentang sebab-akibat saat mencampur warna, melalui mencoba dan
gagal, mereka belajar menyumbangkan. Melalui seni mereka, anak belajar
mengekspresikan perasaan, pikiran dan pandangan mereka terhadap dunia. Seni merupakan media yang
membiarkan anak-anak merubah apa yang mereka tidak bisa ucapkan dengan
kata-kata dengan terlihat dengan berbagai seni memberikan percaya diri dan
kebanggaan. Seni juga memberikan kesempatan untuk pembentukan fisik. Saat
anak-anak merobek kertas untuk mengguntuing kertas, mereka menyempurnakan
otot-otot kecil membuat garis dan bentuk-bentuk dengan spidol dan pinsil warna
membantu anak-anak membentuk otot-otot motorik yang diperlukan untuk menulis.
Seni menyenangkan dan melegakan untuk anak-anak. Seni membuat mereka belajar banyak
keahlian, mengekspresikan diri, menghargai keindahan, dan bersenang-senang semua
pada saat yang sama.
Kompetensi
pembelajaran dalam permainan seni adalah guru dapat memilih berbagai kompetensi
untuk anak bekerja sambil menjelajah dan menggunakan materi-materi. Kompetensi
pembelajaran dapat membantu guru merencanakan pengalaman seni yang sesuai.
Dengan menentukan Kompetensi, guru dapat lebih mudah menentukan media seni dan
kegiatan yang akan membantu anak memperluas dan meningkatkan kemampuan mereka.
Meskipun Kompetensi pilihan harus merefleksikan usia dan minat anak, Anda perlu
mempertimbangkan Kompetensi-Kompetensi dibawah ini:
1)
Kompetensi
Untuk Perkembangan Sosial-Emosional
· Mengekspresikan perasaan (memilih warna terang untuk lukisan agar
sesuai mood)
· Belajar menyalurkan frustasi dan amarah yang dapat diterima di
lingkungan (memukul lilin)
· Melepas Individualitas (menggambar labu yang beda dengan warna dan
desain orisinal)
· Merasakan kebanggaan (membuat mobil yang digantung di kelas)
· Berbagi dan bekerja sama dengan sesama (bekerja sama dalam membuat lukisan
dinding)
2)
Kompetensi Untuk Perkembangan Kognitif
· Mengembangkan kreatifitas (memadukan materi dan tekstur)
· Membentuk pemahaman tentang sebab-akibat (observasi apa yang
terjadi saat cat biru + kuning)
· Melabel bentuk dan benda (melukis lingkaran kuning dan menamakannya
matahari)
· Memecahkan masalah
· Membentuk kemampuan merencanakan (menentukan warna apa yang didahulukan)
3)
Kompetensi Untuk Perkembangan Fisik
· Membentuk otot kecil (mewarnai dengan spidol)
· Menyempurnakan koordinasi mata-tangan
· Belajar arah (melukis lingkaran dengan 1x sapuan kuas)
c.
Area
Memasak
Memasak
memperkenalkan anak-anak kepada pengalaman di dunia makanan untuk pertama
kalinya. Mereka tidak hanya mempelajari bagaimana makanan disiapkan tetapi juga
bagaimana makanan itu mempengaruhi kesehatan dan kebahagiaannya. Kegiatan
memasak menawarkan kepada anak-anak kesempatan untuk bereksperimen dengan
makanan, kesempatan menjadi kreatif dan kesempatan untuk menyiapkan makanan
ringan bernutrisi. Hal ini dapat menjadi pemikiran tentang “Kemampuan Bertahan
Hidup” yang menjadi dasar bagi pendidikan semua anak-anak baik lagi-laki
ataupun perempuan. Memasak dapat menjadi salah satu aktifitas yang paling
menyenangkan di dalam kelas. Tidak hanya dalam menyiapkan makanan yang
menyenangkan, tetapi juga sebagai laboratorium nyata untuk belajar. Sebagai
anak-anak yang baru mengerti, mereka belajar tentang berbagai ilmu pengetahuan.
Pada saat mereka mengukur secangkir susu untuk sebuah resep membuat puding,
mereka belajar tentang pengukuran dan isi. Mereka mengaduk mentega kacang,
mencampur adonan biskuit, dan mengupas wortel. Mereka mengembangkan kemampuan
fisik dan menambah kosa kata mereka. Membuat humus akan mengajarkan kepada anak-anak
tentang nutrisi dan kebudayaan yang baik. Ketika anak-anak membuat makanan
ringan mereka di pagi hari, anak-anak memulai pekerjaan hingga selesai dan bisa
berbangga hati dengan penyelesaian itu. Memasak mempengaruhi penginderaan anak-anak
dan menambah kekayaan dalam mendapat kesempatan.
Salah
satu aspek yang paling mempengaruhi dalam memasak bagi anak-anak adalah
ternyata dalam memasak anak-anak diizinkan melakukan kegiatan lebih sedikit
dibandingkan dengan kegiatan yang bisa dilakukan oleh orang dewasa. Pada sudut
balok, mereka membuat jalan dan jembatan bohongan. Pada sudut rumah mereka
membayangkan menjadi orang tua, guru, dan dokter. Dalam memasak mereka hanya
memiliki kesempatan untuk bertingkah laku hanya seperti anak-anak yang dalam
masa pertumbuhan- sebuah perlakuan yang jarang bagi anak-anak. Banyak guru
anak-anak usia dini merasa bahwa pengalaman memasak merupakan program yang
alami dan mereka memasukkan kegiatan memasak sebagai suatu pilihan kreatifitas
secara reguler. Ada pula guru yang lainnya yang meniadakan kegiatan memasak
sampai mereka merasa bahwa anak anak sudah terbiasa dengan kegitan rutin di
dalam kelas, dapat memilih kegiatan-kegiatannya dan bekerja dengan bebas.
Dikarenakan pengawasan adalah sesuatu yang penting untuk memastikan keamanan
anak, anda mungkin menginginkan untuk mempertimbangkan jadual memasak pada
hari-hari tertentu ketika seorang sukarelawan bersedia memberikan bantuan di
dalam kelas. Faktor yang paling penting dalam membuat keputusan untuk
memasukkan kegiatan memasak ke dalam program anda adalah tingkat kesenangan
anda dan kemampuan anda untuk menentukan waktu yang dibutuhkan dalam
merencanakan dan menyiapkan kegiatan memasak tersebut.
Jagalah
agar anak-anak sehat dan aman adalah yang utama. Prioritaskan untuk memulai
program memasak dengan mengetahui dengan baik tentang alergi makanan yang
diidap anak-anak, sebaik anda mempercayai dan memilih keluarga untuk ikut
terlibat dalam program ini. Konsultasikan data anak dan orang tua untuk
informasi ini. Ulangi semangat dalam modul ini ketika anda memiliki waktu dan
menemukan satu atau dua ide yang anda rasa siap untuk dicoba.
Keberhasilan
anda dalam mengimplementasikan sebuah pengalaman memasak atau mendirikan sebuah
area memasak, dan antusias anak-anak untuk memilih kegiatan ini, mungkin
memberi anda inspirasi untuk menjadikan kegiatan lebih berambisi.
Kompetensi
pembelajaran dalam permainan memasak adalah ketika berpikir tentang memasak,
Kompetensi utama kita mungkin untuk mengajarkan kepada anak-anak tentang pentingnya
sebuah ketrampilan menoling diri sendiri atau untuk memasang sebuah pondasi
untuk lingkungan dengan nutrisi yang baik. Tetapi memasak merupakan kegiatan
yang menarik untuk membantu anak-anak tumbuh dalam semua aspek
social-emosional, kignitif, dan fisiknya.
d.
Area
Pasir dan Air
Hampir
setiap orang menyukai rasa santai berjalan telanjang kaki diatas pantai berpasir
atau berendam di dalam bak mandi berair hangat. Anak-anak sebagaimana juga
orang dewasa hampir secara naluri tertarik pada pasir dan air. Daya tarik alami
yang dimiliki anak akan bahan-bahan ini menjadikan anak-anak sempurna untuk
kelas anak usia dini. Karena kebanyakan anak-anak telah terbiasa dengan
bahan-bahan ini, mereka suka sekali menelitinya. Dengan air yang menyegarkan
pada kulit mereka atau rasa senang mengayak pasir dengan jari-jari mereka sulit
untuk dicegah. Permainan anak-anak dengan pasir dan air ini tentu saja membantu
dalam pembentukan macam-macam keterampilan mereka.
Dengan
menciduk air dan menapis pasir, anak memperbaiki keterampilan fisik mereka.
Secara bersama-sama meniup gelembung-gelembung air atau membuat benteng pasir,
mereka mengembangkan keterampilan sosialnya. Pada waktu yang sama, mereka
meningkatan keterampilan pengenalan, karena mereka memeriksa mengapa benda-benda
tertentu tenggelam dalam air dan yang lain terapung. Main pasir dan air bisa
berupa dua aktivitas yang berbeda atau terpisah. Masing-masing memberikan anak
banyak kesempatan belajar. Sebagai benda cair, air bisa dipercikan, dituang,
dan dibekukan. Sebagai benda padat/kering, pasir dapat disaring, digaruk, dan
disekop. Permainan terpisah atas masing-masing benda itu dapat mempertebal rasa
sosio emosional anak, kognitif dan pertumbuhan fisik.
Namun
bagaimanapun, permainan pasir dan air penting karena dua alasan. Pertama,
pasir dan air adalah keduanya benda alam yang menjadi kesukaan bagi anak, yang
menimbulkan jenis ekplorasi dan belajar. Kedua, permaina pasir dan permaian
air meningkat ketika keduanya menjadi satu untuk membentuk tiga tipe permainan-permainan
pasir basah. Anda tentunya dapat menggunakan permainan air dan pasir sebagai
aktivitas tersendiri. Namun bagaimanapun, dengan menggabungkan kedua tipe
permainan dalam satu area bisa mengembangkan manfaat terpisah dari keduanya.
Permainan pasir basah membuat anak-anak mengalami dasar matematika dan sains
tangan pertama. Ketika anak-anak mencampurkan pasir dan air, mereka mendapatkan
bahwa mereka telah mengubah sifat keduanya, pasir yang kering menjadi kuat dan
airnya terserap. Tekstur/ bentuk kedua benda itu berubah juga. Tidak seperti
pasir yang kering atau air cair, pasir yang kering bisa di bentuk. Secara
individual dan bersama-sama permainan pasir dan air dapat secara efektif
menarik dan menyejukan otak dan raga anak. Anak mendapat manfaat paling banyak
dari permaian pasir dan air apabila guru-guru membimbing interaksi mereka.
Dengan membuat pola–pola pengajaran yang spesifik bagi anak-anak, anda dapat mengasuh
pertumbuhan dan perkembangan mereka. Daftar berikut ini menunjukan beberapa
sasaran yang dianjurkan bagi permaianan anak-anak di area.
e.
Area
Rumah Tangga
Area
rumah tangga (house corner) merupakan sebuah area pada ruang kelas yang diperuntukkan
untuk “bermain rumah-rumahan.” Pekerjaan yang anak-anak lakukan di area rumah
tangga dinamakan permainan aksi, permainan berpurapura, atau khayalan; hal ini
melibatkan pengambilan peran dan terlibat dalam perilaku meniru. Permainan
aksi-sosial, permainan dengan level yang lebih tinggi, menggabungkan interaksi
verbal dengan paling tidak seorang anak yang lain dalam sebuah episode
permainan. Anak-anak menggunakan area rumah tangga untuk mengambil peran jauh
lebih luas di balik adegan keluarga yang familiar dan untuk menciptakan
lingkungan seasing dan semenarik ruang angkasa atau setipe dengan gudang
sepatu. Meskipun lingkungan rumah familiar adalah sebuah tema yang masuk akal
untuk permainan aksi, anak-anak juga melakukan peran karakter nyata dan
imajinasi. Dinosaurus dan setan dapat ditemukan di area rumah tangga semudah
menemukan peran ibu, ayah, dokter, dan penjaga toko. Anak-anak suka bermain
“khayalan.” Kami telah melihat kesenangan anak ketika berakting sebagai orang
tua, memperlihatkan perbuatan super seperti pahlawan di televisi, atau menjadi
bayi. Kenyataannya, anak-anak terlihat sangat membutuhkan aktivitas ini. Pada
satu penelitian mengenai topik ini, peneliti menghilangkan area rumah tangga
dari sebuah kelas pra sekolah dan mengamati bagaimana reaksi anak-anak. Dalam
tiga hari, anak-anak telah membentuk area mereka sendiri untuk permainan aksi
menggunakan kubus-kubus, meja, dan benda-benda kelas lain untuk menciptakan
sebuah seting untuk permainan berpura-pura. Anak-anak sangat merindukan area
rumah tangga yang mereka hilangkan hingga mereka sendiri membangunnya kembali.
Mengapa
permainan aksi sangat penting bagi anak-anak kecil? Ketika anak-anak mengambil
sebuah peran di area rumah tangga, mereka mengembangkan banyak ketrampilan
baru. Mereka belajar mengenai diri mereka sendiri, keluarga mereka, dan
masyarakat di sekitar mereka. Dengan ikut serta dalam permainan aksi, mereka
mengumpulkan dan menampilkan pengalaman masa lalu mereka. Mereka belajar untuk
memutuskan dan memilih informasi yang relevan dalam memainkan sebuah episode
permainan. Ini adalah sebuah ketrampilan esensial untuk pengembangan intelektual.
Anak-anak juga belajar satu sama lain ketika mereka berinteraksi dalam
permainan aksi-sosial. Mereka belajar untuk bertanya dan menjawab pertanyaan
dan bekerja sama untuk memecahkan persoalan. Mereka mengembangkan kemampuan
mereka untuk konsentrasi ketika mereka mengambil tema permainan yang sama dalam
periode waktu yang terus meningkat. Area rumah tangga mengandung banyak
kesempatan untuk pengembangan sosio-emosional. Permainan aksi menawarkan
anak-anak sebuah forum untuk menunjukkan peran takut dengan aman dan
menghidupkan pengalaman hidup. Melalui permainan aksi, anak-anak dapat
mengambil peran yang mereka takuti dan belajar mengendalikan kecemasan mereka.
Sebagai contoh, seorang anak yang takut pergi ke rumah sakit untuk melakukan
operasi dapat berpura-pura menjadi dokter. Dengan mengira-ngira peran seorang
dokter, ia dapat merasakan secara langsung dan menampilkan kesannya menjadi
seorang dokter. Dengan cara ini anak tersebut memperoleh kontrol untuk
mengendalikan ketakutan mereka yang sebenarnya. Anak-anak juga belajar menjadi
fleksibel dan bekerja sama dengan yang lain dengan merundingkan peran dan
bermain bersama. Tahu bagaimana berpura-pura membantu anak menjadi perencana
yang lebih baik. Itu membolehkan mereka untuk mengantisipasi bagaimana mereka
akan merasa dan bertingkah laku di situasi kehidupan nyata.
f.
Area
Perpustakaan
Sentra
perpustakaan meliputi ruangan untuk melihat buku-buku, ruangan untuk mendengarkan
musik/rekaman dan ruangan untuk menulis. Ada yang menempatkan ketiga kegiatan ini
dalam satu ruangan yang sama; ada juga yang menggabungkan kegiatan menulis di
dalam area seni dan mendengarkan rekaman atau kaset menjadi bagian dari area
musik. Lepas dari penempatan tadi yang paling penting adalah bagaimana nanti
guru menata ruangan dengan perlengkapannya. Sebagaimana di area – area lain,
penataan area perpustakaan memainkan peranan besar dalam memfasilitasi
pembelajaran anak.
Guru
bisa mengunakan area perpustakaan untuk mendapatkan lebih banyak lagi sasaran/kompetensi
pembelajaran. Tidak semua sasaran yang disebutkan tadi tepat untuk setiap anak,
anda bisa memilih sasaran mana yang paling tepat digunakan sesuai dengan
tingkat perkembangan anak – anak dalam kelompok anda. Model pembelajaran aktif
dalam kegiatan sehari-harinya mendesain agar setiap kejadian merupakan suatu
perencanaan harian yang memungkinkan anak-anak mengantisipasi apa yang akan
terjadi kemudian. Kunci sentralnya adalah merencanakan, melakukan, menilai
ulang (plan-do-review). Asesmen yang digunakan High/scope adalah sistem Child
Observation Record (COR) untuk memantau kemajuan perkembangan anak. Hal-hal
yang diobservasi oleh guru adalah Inisiatif (cara anak mengekspresikan
pilihannya), hubungan sosial (caraberhubungan dengan teman), representasi
kreatif (membangun, berpura-pura), musik dan gerakan (memiliki inisiatif
gerakan saat mendengarkan tempo lagu), bahasa dan literatur (menghitung objek,
menjabarkan jarak waktu).
3.
Model Pembelajaran Montessori
Model pembelajaran Montessori mengacu pada pembelajaran yang
dikembangkan Maria Montessori, seorang dokter wanita Italia pertama yang lahir
di Chiaravalle, sebuah propinsi kecil di Ancona, Italia pada thaun 1870.
Reputasinya di bidang pendidikan anak dimulai setelah Montessori lulus dari
sekolah kedokteran dan mulai bekerja di sebuah klinik psikiatri Universitas
Roma. Perkerjaan tersebut membuat Montessori sering berinteraksi langsung
dengan masalah cacat mental. Montessori meyakini bahwa definisi mental lebih
merupakan masalah pedagogik daripada gangguan medis dan merasa bahwa dengan
latihan pendidikan khusus, orang-orang cacat tersebut dapat terbantu. Pemikiran
Montessori tersebut sangat membantu dan memberikan sumbangsih yang sangat besar
dalam pengembangan kemampuan anak yang memiliki cacat mental. Pemikiran
Montessori yang berkaitan dengan anak cacat mental dilanjutkan dengan pendirian
Casai Dei Bambini atau children’s house di daerah-daerah kumuh Roma pada tahun
1907.
Model pembelajaran Montessori meyakini bahwa pendidikan sudah
dimulai ketika anak lahir. Model pembelajaran Montessori mempunyai landasan
pemikiran bahwa bahwa dalam tahun-tahun awal seorang anak mempunyai “sensitive
periods” (masa peka). Masa peka dapat digambarkan sebagai sebuah pembawaan atau
potensi yang akan berkembang sangat pesat pada waktu-waktu tertentu. Potensi
ini akan mati dan tidak akan muncul lagi apabila tidak diberikan kesempatan
untuk berkembang, tepat pada waktunya.
Dasar pendidikan model pembelajaran Montessori menekankan pada tiga
hal, yaitu:
a.
Pendidikan
Sendiri (Pedosentris)
Menurut
Montessori, anak-anak memiliki kemampuan alamiah untuk berkembang sendiri.
Anak-anak mempunyai hasrat alami untuk belajar dan bekerja, bersamaan dengan
keinginan yang kuat untuk mendapatkan kesenangan. Selain itu, anak juga memiliki
keinginan untuk mandiri. Keinginan untuk mandiri tersebut tidak muncul atas
perintah dari orang dewasa melainkan muncul dari dalam diri anak sendiri.
Dorongan-dorongan alamiah tersebut akan terpenuhi dengan memfasilitasi anak
dengan aktivitas-aktivitas yang penuh kesibukan. Namun dalam kegiatan tersebut
sebaiknya anak tidak dibantu melainkan harus berlatih sendiri.
b.
Masa
Peka
Masa
peka merupakan masa yang sangat penting dalam perkembangan seorang anak. Ketika
masa peka datang, maka anak harus segera difasilitasi dengan alatalat permainan
yang mendukung aktualisasi potensi yang dimiliki. Guru memiliki kewajiban untuk
mengobservasi munculnya masa peka dalam diri anak agak dapat memberikan
tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi anak.
c.
Kebebasan
Model
pembelajaran Montessori memberikan kebebasan kepada anak untuk berpikir,
berkarya dan menghasilkan sesuatu. Hal ini dkarenakan masa peka anak tidak
dapat diketahui kapan kepastian kemunculannya. Kebebasan ini bertujuan agar
anak dapat mengaktualkan potensi anak sebebas-bebasnya. Model pembelajaran Montessori memfokuskan pada
pengembangan aspek motorik, sensorik dan bahasa. Penekanan utamanyaditempatkan
melalui pengambangan alat-alat indera. Model pembelajaran Montessori
membebaskan anak untuk bergerak, menyentuh, memanipulasi dan bereksplorasi
secara bebas. Langkah pembelajaran dalam model pembelajaran Montessori terdiri
dari tiga langkah, yaitu (1) langkah menunjukkan, (2) langkah mengenal, dan (3)
langkah mengingat. Contoh: langkah menunjukkan: Seraya memperlihatkan kertas berwarna
merah, guru mengakatan, “Ini merah!” begitu juga warna yang lainnya, langkah
mengenal: guru mengacaukan kertas-kertas berwarna dan berkata kepada anak,
“Ambillah merah!” langkah mengingat: dari kertas-kertas berwarna yang telah
dikacaukan, guru mengambil sehelai kertas dan bertanya, “Ini warna apa?”
4.
Model Pembelajaran Reggio Emilia
Model pembelajaran Reggio Emilia merupakan contoh model
pembelajaran anak usia dini yang dicetuskan oleh Loris Mallaguzzi. Model
pembelajaran Reggio Emilia membantu anak-anak untuk belajar dengan membangun
konstruksi pembelajarn mereka sendiri, dimana anak-anak dapat belajar sesuai
dengan tingkatan usianya yang semuanya dilakukan dengan cara berpikir yang
rkspresif, komunikatif dan ilmiah. Model pembelajaran Reggio Emilia merupakan
sebuah model pembelajaran yang mengarah kepada kepentingan dari anak itu
sendiri secara seutuhnya. Model pembelajaran Reggio Emilia menerapkan
pembelajaran proyek yang merupakan pengkajian yang lebih mendalam mengenai topik
atau konsep yang sangat berarti bagi anak. Proyek dapat dilakukan oleh
anak-anak selama beberapa hari atau beberapa minggu. Proyek yang diambil oleh
anak-anak berdasarkan pada pengalaman dan konsep nyata kehidupan. Perencanaan
berdasarkan model pembelajaran proyek berusaha meningkatkan proses berpikir
anak, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan negosiasi-sosial.
Prinsip model pembelajaran Reggio Emilia adalah sebagai berikut:
a.
Curiculum
Emergent
Kurikulum
dibangun berdasarkan minat anak-anak. Topik untuk pembelajaran diperoleh
melalui pembicaraan dengan anak-anak, sampai kepada masyarakat atau peristiwa
keluarga, seperti halnya minat atau kesukaan anak-anak. Perencanaan kelompok
merupakan suatu komponen penting dalam pembelajaran.
b.
Proyek
(Pekerjaan)
Proyek
merupakan suatu pembelajaran mengenal konsep secara lebih mendalam terhadap
gagasan dan minat yang muncul dalam kelompok.Proyek dapat dilaksanakan selama
satu minggu atau dapat berlanjut sepanjang tahun pelajaran. Sepanjang proyek,
guru membantu anak-anak untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan
pembelajaran, seperti tata cara meneliti topik dalam pembelajaran dalam
kelompok anak.
c.
Kerjasama/Kolaborasi
Kerja
sama/kolaborasi dipertimbangkan dalam model pembelajaran Reggio Emilia untuk membantu
pemahaman koksep pada anak. Anak-anak diarahkan untuk melaksanakan diskusi,
dialog, kritik, membandingkan, membuat hipitesis dan memecahkan masalah. Model
pembelajaran Reggio Emilia memfokuskan pada keseimbangan antara pengembangan
kemampuan idividu dan keanggotaan kelompok.
d.
Guru
Sebagai Peneliti
Peran
guru dalam model pembelajaran Reggio Emilia sangat kompleks. Selain aktif
sebagai pendidik, peran guru yang bertama dan utama adalah sebagai pembelajar
bersama anak-anak. Selain itu, guru juga merupakan peneliti dan sebagai
peneliti guru harus dengan seksama menyimak/mendengarkan, mengamati, dan
mendokumentasikan pekerjaan anak-anak dan pertumbuhan komunitas agar dapat
merangsang proses berpikir dan kerja sama anak-anak dengan sebayanya.
e.
Dokumentasi
Serupa
dengan portofolio, dokumentasi merupakan perekaman semua bukti proses pembelajaran
yang memberikan gambaran ketika anak-anak sedang terlibat dalam pembelajaran
atau ketika sedang melakukan sesuatu, penggunaan kata-kata yang mereka ucapkan,
perasaan dan pemikiran anak-anak. Dokumentasi digunakan sebagai asesmen dan
pertimbangan bagi guru untuk melakukan sesuatu.
f.
Lingkungan
Dalam
model pembelajaran Reggio Emilia, lingkungan dipertimbangkan sebagai guru yang
ketiga. Para guru sangat berhatihati dalam menata ruangan untuk pembelajaran
anak baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar, sekaligus ruangan untuk
penataan hasil karya anak. Kompetensi pembelajaran dalam model pembelajaran
Reggio Emilia adalah:
· Mengkomunikasikan kekuatan ide-ide dan hak-hak anak, potensi, dan
sumberseumber yang seringkali terabaikan
· Mempromosikan studi, penelitian, eksperimen dalam pembelajaran
dengan konteks pembelajaran yang aktif, konstruktif dan kreatif.
· Meningkatkan profesionalisme guru, mendukung suatu kesadaran yang
tinggi terhadap nilai-nilai kerjasama dan kebermaknaan hubungan antara anak dan
keluarganya.
· Menjadikan topik utama dari nilai-nilai penelitian, observasi,
interpretasi dan dokumentasi dari pengetahuan yang dibangun dari proses
berpikir anak.
· Mengorganisasikan kunjungan terbimbing ke dalam program pendidikan,
pameran budaya, seminar, dan kursus-kursus dalam isu pendidikan dan budaya anak
usia dini.
Peranan guru
dalam pendidikan dengan model pembelajaran Reggio Emilia adalah untuk membantu
bagi anak dalam pengalaman belajar anak, mendorong agar anak mengeluarkan
ide-ide, cara pemecahan masalah dan konflik, mengatur kelas dan benda-benda
yang ada di kelas agar menjadi tempat yang menyenangkan, mengatur jenis
barang-barang di kelas agar dapat membantu anak membuat keputusan mengenai
benda-benda yang akan digunakan, mendokumentasikan perkembangan anak melalui
visual, videotape, tape recorder, dan portfolio, membantu anak melihat hubungan
yang ada antara pembelajaran dan pengalaman yang didapatnya, membantu anak
mengekspresikan pengetahuan yang mereka dapatkan atau miliki melalui
bentuk-bentuk presentasi, membentuk hubungan yang baik dengan guru-guru lainnya
dan para orang tua, membuat dialog dan diskusi mengenai projek-projek yang
dilakukan dengan para orang tua dan guru lainnya, menjaga bentuk hubungan yang
sudah terbentuk dalam diri anak antara rumahnya, sekolah, dan komunitas
lainnya.
Pandangan model
pembelajaran Reggio Emilia terhadap suatu proyek pembelajaran adalah:
Memunculkan
ide-ide yang diberikan anak atau dari minat anak.
· Projek dapat diprovokasi oleh guru untuk membantu perkembangan
anak.
· Projek dapat diperkenalkan oleh guru melalui hal-hal yang menjadi
minat anak. Misalnya: gedung-gedung tinggi, bentuk bangunan.
· Projek harus merupakan sesuatu yang membutuhkan banyak waktu dalam
pengerjaannya agar dapat berkembang dalam pengerjaannya, sehingga anak dapat
mendiskusikan ide-ide baru untuk melanjutkan pengerjaan projek, untuk
bernegosiasi (dengan teman kelompok atau teman-teman sekelas mengenai bagaimana
mengerjakan projek tersebut), dan untuk melatih anak mengurangi konflik.
· Projek harus memiliki bentuk yang kongkrit, menyangkut pengalaman
yang ditemui anak dalam kehidupannya, penting bagi anak untuk lebih mengetahuinya,
dan harus cukup ‘besar’ untuk memuat perbedaan pendapat. Selain itu, projek
juga harus kaya akan ekspresi dalam penyajiannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu prosedur
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar agar dapat mencapai
tujuan belajar. Juga dapat diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam
kegiatan pembelajaran. Jadi, sebenarnya model pembelajaran ini sendiri
memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi ataupun metode
pembelajaran. Saat ini telah ada banyak dikembangkan berbagai macam model
pembelajaran, mulai dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks serta
rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.
Adapun model-model pembelajaran anak usia dini adalah sebagai
berikut:
1.
Model
pembelajaran High/Scope
2.
Model
pembelajaran bermain kreatif
3.
Model
pembelajaran Montessori
4.
Model
pembelajaran Reggio Emilia
B.
Saran
Pembelajaran pada anak usia dini harus diciptakan menyenangkan,
bebas, tidak terikat dan aktif. Agar pembelajaran pada anak usia dini bisa
optimal, maka pembelajaran harus melibatkan anak secara aktif. Dan
pembelajarannnya harus menarik agar anak tertarik untuk belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Catron, CE., JA (1999). Early Childhood Curriculum A
Creative-Play Model. New jersey: Prentice-Hall.Inc
Dodse, Diane Tister (et.all). (2001). The Creative Curriculum
for Family Childcare. Washington D.C: Teaching Strategies.
Hainstock, Elizabeth G. (1999). Metode Pengajaran Montessori
untuk Anak Pra-sekolah. Jakarta: Pustaka Delapratasa.
Mulyasa. (2005). Menjadi Guru Profesional, PT. Remaja Rosda
karya: Bandung.
W.S Wimkel. (2004). Psikologi Pengajaran, PT Media Abadi:
Yogyakarta
Jazakumullah khairan katsiro tulisannya bermanfaat
BalasHapusWhere to Bet on Sports To Bet On Sports In Illinois
BalasHapusThe best sports bet types and bonuses available 제왕카지노 총판 in Illinois. The most common sports betting 토토 사이트 추천 options available. Bet 더킹카지노 $20, Win $150, Win 벳 365 $100 or