BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Term Civil Society atau “Masyarakat Madani”, merupakan wacana dan
fokus utama bagi masyarakat dunia sampai saat ini. Apalagi di abad ke-21 ini,
kebutuhan dan tuntutan atas kehadiran bangunan masyarakat madani, bersamaan
dengan maraknya issu demokratisasi dan HAM. Lalu yang menjadi pertanyaan
adalah, sejauh manakah Islam merespon masyarakat tersebut. Jawabannya adalah
bahwa Islam yang ajaran dasarnya Alquran, adalah shālih li kulli zamān wa
makān (ajaran Islam senantiasa relevan dengan situasi dan kondisi). Karena
demikian halnya, maka jelas bahwa Alquran memiliki konsep tersendiri tentang
masyarakat madani.
Pluralisme masyarakat menurut perspektif Alquran, harus didasarkan pada
prinsip keutamaan dan kekhasan, serta harus dibina dengan sikap toleran (tasamuh).
Berkenaan ini, sekurang-kurangnya ada dua ilustrasi yang patut dikemukakan
terkait dengan masyarakat madani. Pertama, tentang persamaan hak bagi
masyarakat (nadhāriyah al-mushawah). Persamaan ini berlaku untuk seluruh
masyarakat tanpa melihat perbedaan masing-masing-masing individu, kelompok,
etnis, warna kulit, kedudukan, dan keturunan. Kedua, pengakuan atas
eksistensi masyarakat yang terdiri atas bangsa-bangsa dan suku-suku. Tujuan
keberadaannya (mereka) ini, adalah bukan untuk berbangga-banggaan, apalagi
melecehkan pihak lain, tetapi untuk saling mengenali satu sama lain. Sehingga,
pada gilirannya hal itu dapat mendorong terciptanya kondisi di mana satu sama lain
saling menghormati dan saling tolong menolong.
Secara jelas dapat dipahami bahwa ilustrasi tentang masyarakat madani
sebagaimana yang disinggung di atas, terangkum dalam ayat-ayat Alquran. Namun
untuk mengetahui konsepnya secara komprehensif, maka diperlukan kajian tafsir
secara tematik. Di sisi lain, tema mayarakat madani menurut Alquran dapat
dipahami secara utuh dan menyeluruh bilamana tema tersebut, dijabarkan dalam
bentuk interpretasi ayat secara akurat dengan menggunakan teknik-teknik
interpretasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka penulisan makalah ini dirumuskan dalam beberapa
pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa
pengertian masyarakat madani (Civil Society)?
2. Bagaimana
konsep-konsep tentang masyarakat madani (Civil Society)?
3. Bagaimana
sosio-historis masyarakat madinah pada masa Rasulullah?
4. Bagaimana
tinajauan ayat-ayat
tentang masyarakat madani?
5. Bagaimana
ciri-ciri masyarakat madani?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka penulisan makalah ini bertujuan sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui
pengertian masyarakat madani.
2.
Untuk mengetahui
konsep masyarakat madani.
3.
Untuk mengetahui
sosio-historis masyarakat madani.
4.
Untuk mengetahui
ayat-ayat yang berkaitan dengan masyarakat madani.
5.
Untuk mengetahui
ciri-ciri masyarakat madani.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Masarakat Madani (Civil Society)
Masyarakat madani
berasal dari bahasa Inggris, civil society. Kata civil society sebenarnya
berasal dari bahasa Latin yaitu civitas dei yang artinya kota Illahi dan
society yang berarti masyarakat. Dari kata civil akhirnya
membentuk kata civilization yang berarti peradaban (Gellner seperti yang
dikutip Mahasin 1995). Oleh sebab itu, kata civil society dapat
diartikan sebagai komunitas masyarakat kota, yakni masyarakat yang telah
berperadaban maju. Konsepsi seperti ini, menurut Madjid: seperti yang dikutip
Mahasin (1995), pada awalnya lebih merujuk pada dunia Islam yang ditunjukkan
oleh masyarakat kota Arab.
Sebaliknya, lawan dari
kata atau istilah masyarakat nonmadani adalah kaum pengembara, badawah, yang
masih membawa citranya yang kasar, berwawasan pengetahuan yang sempit,
masyarakat puritan, tradisional penuh mitos dan takhayul, banyak memainkan
kekuasaan dan kekuatan, sering dan suka menindas, serta sifatsifat negatif
lainnya.
Gellner (1995)
menyatakan bahwa masyarakat madani akan terwujud keika terjadi tatanan
masyarakat yang harmonis, yang bebas dari eksploitasi dan penindasan pendek
kata, masyarakat madani ialah kondisi suatu komunitas yang jauh dari monopoli
kebenaran dan kekuasaan. Kebenaran dan kekuasaan adalah milik bersama. Setiap
anggota masyarakat madani tidak bisa ditekan, ditakut-takuti, dianggu kebebasannya,
semakin dijauhkan dari demokrasi, dan sejenisnya. Oleh karena itu, perjuangan
menuju masyarakat madani pada hakikatnya merupakan proses panjang dan produk
sejarah yang abadi, dan perjuangan melawan kezaliman dan dominasi para penguasa
menjadi ciri utama masyarakat madani.
Istilah madani menurut
Munawir (1997) sebenarnya berasal dari bahasa Arab, madaniy. Kata madaniy
berakar dari kata kerja madana yang berarti mendiami, tinggal, atau
membangun. Kemudian berubah istilah menjadi madaniy yang artinya beradab,
orang kota, orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata. Dengan demikian istilah
madaniy dalam bahasa Arab mempunyai banyak arti. Pendapat yang sama dikemukakan
oleh Hall (1998), yang menyatakan bahwa masyarakat madani identic dengan civil
society, artinya suatu ide, angan-angan, bayangan, cita-cita suatu komunitas
yang dapat terjewantahkan ke dalam kehidupan social. Dalam masyarakat madani,
pelaku social akan berpegang tegung pada peradaban dan kemanusiaan. Hefner
(1998:16-20) menyatakan bahwa masyarakat madani merupakan masyarakat modern
yang bercirikan kebebasan dan demokratisasi dalam berinteraksi di masyarakat
yang semamin plural dan heterogen. Dalam keadaan seperi ini masyarakat diharapkan
mampu mengoranisasikan dirinya, dan tumbuh kesadaran diri dalam mewujudkan
peradaban. Mereka akhirnya mampu mengatasi dan berpartisipasi dalam kondisi
global, kompleks, penuh persaingan dan perbedaan.
Berdasarkan pendapat di
atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani pada prinsipnya memiliki
multimakna, yaitu masyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi etika dan
moralitas, transparan, toleransi, berpotensi, aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi,
konsisten, memiliki perbandingan, mampu berkoordinasi, sederhana, sinkron,
integral, mengakui emansipasi, dan hak asasi, namun yang paling dominant adalah
masyarakat yang demokratis.
B. Konsep Masyarakat Madani (Civil Society)
Konsep “masyarakat
madani” merupakan penerjemahan atau peng-Islaman konsep “civil society”.
Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim dan
dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society
sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah
yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi
historis ketidakbersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat
muslim modern.
Makna Civil Society
“Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil
society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah
orang Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam
filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai
negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar dari
pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai
menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian
kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278).
Antara Masyarakat
Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah dikemukakan di atas,
masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di
luar menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil society lalu
membandingkannya dengan tatanan masyarakat Madinah yang dijadikan pembenaran
atas pembentukan civil society di masyarakat Muslim modern akan
ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.
Perbedaan lain antara civil
society dan masyarakat madani adalah civil society merupakan buah
modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans; gerakan
masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society
mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan
masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari
alasan ini Maarif mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat
yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral
transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).
Masyarakat madani
merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau sering
diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia
berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah
kontraposisi dari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997),
masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of
voluntary activity which takes place outside of government and the market.”
Merujuk pada Bahmueller (1997).
C. Sosio-Historis Masyarakat Madinah pada Masa
Rasulullah
Dengan kondisi
geografis yang cukup subur, jauh sebelumnya lahir masyarakat madani, Madinah
telah ditempati oleh masyarakat plural yang terdiri dari beragam suku dan
aliran kepercayaan. Daerah tersebut dulunya bernama Yatsrib, yang kemudian
diganti menjadi Madînah al-Rasûl atau yang lebih popular disebut Madinah
saja setelah Rasulullah tiba di sana. Setidaknya ada delapan suku yang eksis
ketika Rasulullah tiba di Madinah. Selain itu, pada masing-masing suku
terdapat beragam aliran kepercayaan; seperti penganut agama Islam, penganut
agama Yahudi, dan penganut paganisme. Dengan kondisi yang amat plural, dari
sini akan terlihat jelas bagaimana Rasulullah merancang sebuah konsep yang
sangat ideal dalam rangka membangun masyarakat madani.
Hal yang perlu
diperhatikan dalam hal ini adalah bagaimana Rasulullah yang baru tiba di
Madinah, berikut sambutan masyarakat Madinah yang begitu antusias dengan
kedatangan Rasul langsung melakukan konsolidasi dengan penduduk setempat. Dalam
hal ini, Rasulullah sebagai seorang pemimpin, melihat secara jelas tiga
tipologi masyarakat Madinah dalam perspektif keyakinan dan aliran
kepercayaannya.
Pertama,
penganut agama Islam yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar. Merupakan
sesuatu yang baru bagi kaum muslimin, jika di Mekah, hak-hak dan kebebasan
kebebasan kaum muslimin dalam beribadah dan berinteraksi sosial dipasung
sedemikian rupa, berikut ketiadaan basis dan kekuatan untuk melakukan
konsolidasi dan proses islamisasi. Maka keadaan di Madinah berbalik 180° dari
keadaan di Mekah, kini mereka memiliki basis dan kekuatan yang mumpuni di
samping melakukan konsolidasi dan proses islamisasi untuk menggerakkan dan
mengelola berbagai sektor kehidupan bermasyarakat dan bernegara; seperti sektor
ekonomi, politik, pemerintahan, pertahanan, dan lain-lain.
Kedua,
penganut agama Yahudi, yang terdiri dari tiga kabilah besar, yaitu Bani
Qaynuqa, Bani Nadhir, dan Bani Qurayzha. Ketiga kabilah inilah yang dulu
menghegemoni konstelasi politik dan perekonomian di Madinah, hal tersebut
disebabkan karena keahlian dan produktivitas mereka dalam bercocok tanam dan
memandai besi. Sementara kabilah-kabilah Arab yang lain masih hidup dalam
keadaan nomadik, atau karena keterbelakangan mereka dalam hal tersebut. Adapun
imbasnya adalah pengaruh mereka yang begitu besar dalam memainkan peranannya
yang cenderung destruktif dan provokatif terhadap kabilah-kabilah selain
mereka. Hal tersebut berlangsung dalam tempo yang sangat lama, hingga akhirnya
Rasulullah tiba di Madinah dan secara perlahan mereduksi pengaruh kaum Yahudi
yang oportunistis tersebut dengan prinsip-prinsip agung Islam yang konstruktif
dan solutif.
Ketiga,
penganut paganisme, dalam hal ini yang dimaksud adalah komunitas masyarakat
Madinah yang masih menyembah berhala seperti halnya penduduk Mekah. Di dalam
buku-buku sejarah, komunitas ini disebut kaum musyrik. Mereka inilah yang masih
mendapati keraguan dalam diri mereka untuk mempercayai dan meyakini kebenaran
ajaran yang dibawa oleh Rasulullah. Namun pada akhirnya komunitas tersebut
masuk Islam secara berbondong-bondong terutama pascaperang Badar.
Setelah membaca dan
memahami karakter ketiga golongan tersebut, barulah Rasulullah melakukan
konsepsi yang tidak lain merupakan wahyu yang dilanjutkan dengan aktualisasi
konkret terhadap konsep tersebut. Jika orientasi dakwah Rasulullah di Mekah
adalah memperkokoh akar keimanan para pengikutnya, maka orientasi Rasulullah di
Madinah adalah membangun tatanan keislaman yang meliputi penyampaian dan
penegakan syariat Tuhan secara utuh, dan tatanan kemasyarakatan yang meliputi
pembangungan masyarakat yang memegang teguh prinsip-prinsip agung Islam,
berikut nilai dan norma yang ada pada al-Qurʼan dan petunjuk Nabi. Sementara
terkait dengan penganut kepercayaan lain, seperti kaum Yahudi dan kaum
Musyrikin, Nabi membuat sebuah piagam kebersamaan untuk memperkokoh stabilitas
sosial-politik antarwarga Madinah. Piagam inilah yang kemudian disebut sebagai
Piagam Madinah.
D. Himpunan
Ayat-ayat tentang Masyarakat Madani
Berdasarkan hasil telaahan penulis, ternyata term “masyarakat
madani” (المجتمع
المدنى) memang
tidak ditemukan dalam Alquran. Namun, ada dua kata kunci yang bisa
menghampirkan pada konsep masyarakat madani itu sendiri, yakni term ummah dan
term madīnah. Kedua term ini, menjadi nilai dasar dan nilai-nilai
instrumental bagi terbentuknya masyarakat madani. Kata ummah misalnya
bisa dirangkaikan dengan sifat dan kualitas tertentu, seperti ummah
wasathan, kaheru ummah dan ummah muqtashidah yang merupakan pranata
sosial utama yang dibangun oleh Nabi saw, segera setelah hijrah ke Madinah.
Term ummah dalam bahasa Arab menunjukkan kepada arti tentang
komunitas manusia, sedangkan term madīnah adalah sebagai tempat di mana
komunitas manusia itu berada. Dengan arti seperti ini, dan kaitannya dengan
metode tafsir tematik yang dijadikan acuan, kelihatan bahwa term-term ummah dalam
Alquran lebih tepat untuk dihimpun, kemudian dikaitkan dengan term madīnah
untuk mendapatkan konsep masyarakat madani dari Alquran.
Melalui teknik interpretasi linguistik, diketahui bahwa term أمة
(ummah)
yang berbentuk tunggal, dan أمم (umam) adalah bentuk jamaknya
berasal dari akar kata أم (amma) يؤم
(yaummu),
أما (ammam) artinya; menjadi, ikutan dan gerakan. Alquran menyebut kata امة
(ummah)
sebanyak 50 kali, sedang kata أمم (umam) sebanyak 13 kali. Penggunaan
dua kata tersebut dalam Alquran tidak menunjuk kata tunggal. أمة
(ummah) adalah konsep komprehensip yang mengandung
sejumlah makna antara lain: Pertama, bermakna binatang yang ada di bumi
atau burung yang terbang dengan dua sayapnya sebagaimana dalam QS. al-An’am
(6): 38 yakni; “وَلَا طَائِرٍ
يَطِيرُ … بِجَنَاحَيْهِ
إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ”. Kedua,
bermakna makhluk jin dan manusia, misalnya QS. al-Ahqaf (46) : 18, yakni; “فِي
أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِمْ مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ” Ketiga, bermakna imam (pemipin),
misalnya QS. al-Nahl (16) : 120, yakni “إِنَّ
إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا” Keempat, bermakna agama, misalnya
dalam QS. al-Anbiya (21):92, yakni “إِنَّ
هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ
فَاعْبُدُونِ”.
Penggunaan kata ummah/umam dalam Alquran yang khusus ditujukan kepada manusia juga
mengandung beberapa pengertian antara lain: Pertama, bermakna setiap
generasi yang kepada mereka diutus seorang Nabi atau Rasul, misalnya umat Nabi
Nuh, umat Nabi Ibrahim, umat Nabi Musa, dan umat Nabi Muhammad saw, misalnya
dalam QS. al-Nahl (16); 36, yakni “وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا”. Kedua, bermakna golongan manusia yang menganut agama
tertentu, misalnya umat Yahudi, umat Nasrani dan umat Islam, misalnya dalam QS.
Ali Imran (3): 110, yakni “كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ
أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ ... وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ
الْكِتَابِ ...”.
Ketiga, bermakna seluruh manusia adalah umat yang satu,
misalnya dalam QS. Al-Baqarah (2): 213, yakni “كَانَ
النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً” Keempat, bermakna bagian dari masyarakat yang mengemban
fungsi tertentu yakni menyelenggarakan keutamaan dengan menegakkan yang baik
dan mencegeh yang mungkar, misalnya dalam QS. Ali Imran (3) : 104, yakni “وَلْتَكُنْ
مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ”.
Dengan mencermati ayat-ayat yang telah dihimpun di atas, diperoleh
kesimpulan bahwa terminologi umat dalam Alquran
menunjukkan berbagai komunitas tertentu, yakni; komunitas binatang,
komunitas jin dan manusia, komunitas keagamaan tertentu, yaitu komunitas yang
mempunyai keyakinan keagamaan yang sama. Secara umum, seperti komunitas yang
mempunyai basis solidaritas tertentu atau dasar komitmen keagamaan, etnis dan
moralitas. Demikian, interpretasi term-term ummah yang penulis temukan
dalam himpunan ayat-ayat Alquran.
E. Ciri-ciri Masyarakat Madani (Civil Society)
Ciri-ciri masyarakat
madani di antaranya:
1. Menjunjung
tinggi nilai
Menjunjung
tinggi nilai, norma, dan hukum yang ditopang dengan iman, ilmu, dan
tekhnologi. Itu artinya masyarakat madani hidup berdasarkan aturan-aturan yang
berlaku, seperti nilai, norma, dan hukum. Ketaatan tersebut dilandaskan pada
ilmu dan tekhnologi yang telah dipelajari dan dikembangkannya beserta kekuatan
iman atau keyakinannya kepada Sang Maha Pencipta.
2. Memiliki
perabadan yang tinggi
Sebagai
makhluk yang memiliki keyakinan atau iman kepada Sang Maha Pencipta, masyarakat
madani telah membuktikan bahwa mereka merupakan manusia yang memiliki
peradaban, yaitu beradab atau bertata krama. Selain bertata krama terhadap
Tuhan, tentunya juga bertata krama pada sesama manusia.
3. Mengedepankan
kesederajatan dan transparansi.
Ciri
masyarakat madani dalam hal ini adalah mereka menganggap bahwa status mereka
sama, baik pria atau perempuan. Transparansi atau keterbukaan berarti mereka
menjalankan hidupnya harus dengan sikap jujur dan tidak perlu ada hal-hal yang
harus ditutupi sehingga menumbuhkan rasa saling percaya antar satu sama lain.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam masyarakat madani terdapat nuansa demokrasi, di
mana demokratisasi dapat diwujudkan dengan adanya fungsi Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), pers yang bebas, supremasi atau kekuasaan tertinggi dalam
hukum, partai politik, perguruan tinggi, dan toleransi.
Hal
ini dikarenakan dalam masyarakat sosial memiliki kaitan dengan wacana kritik
rasional masyarakat yang secara eskplisit atau jelas mensyarakat munculnya
demokrasi. Sedemikian sehingga masyarakat madani hanya bisa dijamin di negara
yang menganut sistem demokrasi, seperti Indonesia. Demikianlah pendapat yang
disampaikan oleh Neera Candoke. Toleransi sebagaimana telah disinggung dalam
poin keempat di atas, memiliki artian bahwa kesedian individu atau perseorangan
untuk menerima pandangan, pendapat serta sikap yang berbeda mengenai politik
dan sosial. Toleransi yang demikian juga merupakan sikap yang dikembangkan
dalam masyarakat madani sebagai bentuk dari rasa saling menghargai dan
menghormati antar sesama, baik perorangan maupun kelompok terkait pendapat dan
sikap yang berbeda-beda.
4. Ruang
publik yang bebas
Ruang
public yang bebas atau dikenal dengan istilah free public sphere
merupakan wilayah yang memungkinkan masyarakat sebagai warga negara untuk memiliki
hak dan
kewajiban warga negara melalui akses penuh terhadap kegiatan
politik, menyampaikan pendapat dengan status orang yang merdeka (yang berarti
bebas), berserikat atau bekerjasama, berkumpul serta mempublikasikan pendapat
dan informasi kepada publik atau masyarakat luas.
5. Supremasi
hukum
Supremasi
hukum atau dalam KBBI diartikan sebagai kekuasaan tertinggi dalam hukum
memiliki arti bahwa terdapat jaminan terciptanya keadilan yang bisa dicapai
bila menempatkan hukum sebagai kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara. Tentu
keadilan tersebut akan tercipta apabila hukum diberlakukan secara netral, dalam
artian tidak adanya pengecualian untuk memperoleh suatu kebenaran atas nama
hukum.
6. Keadilan
sosial
Keadilan
sosial atau social justice merupakan suatu keseimbangan dan pembagian
yang proporsional atau sesuai antara hak dan kewajiban antar warga dan negara
yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Artinya seorang warga negara memiliki
hak dan kewajiban terhadap negaranya. Begitupula pula sebuah negara juga
memiliki hak dan kewajiban atas warganya. Yang mana hak dan kewajiban tersebut
memiliki porsi atau ukuran yang sama sehingga berimbang. Plural atau
keberagaman pasti akan terjadi dalam kalangan masyarakat terlebih dalam suatu
negara yang merupakan kesatuan atau kumpulan dari berbagai kelompok masyarakat,
terlepas dari masyarakat asli maupun pendatang yang menutuskan untuk tinggal di
dalamnya.
Sedemikian
sehingga yang dimaksud dengan pluralisme adalah sebuah sikap menerima dan
mengakui fakta serta tulus bahwa masyarakat itu bersifat majemuk atau beragam
dan dapat menjadi penyebab
terciptanya masyarakat majemuk dan multikultural. Mulai dari
kebiasaan, nilai norma, dan kebudayaannya, seperti contohnya Negara kita
sendiri, yaitu Indonesia. Banyak sekali keragaman masyarakat, mulai dari
bahasa, suku, agama, etnis, dan budayanya. Sebagai masyarakat madani, tentunya
sikap tersebut, yaitu pluralisme harus dimiliki dan dijaga serta berkeyakinan
bahwa keberagaman itu bernilai positif yang dirahmatkan oleh Sang Maha
Pencipta.
7. Partisipasi
sosial
Berpatisipasi
dalam lingkungan sosial merupakan salah satu cara untuk menjalin hubungan dan
kerjasama antar individu maupun kelompok untuk mencapai sebuah tujuan tertentu.
Partisipasi sosial yang bersih tanpa rekayasa merupakan awal yang baik untuk
menciptakan masyarakat madani. Hal ini bisa saja terjadi apabila terdapat
nuansa yang memungkinkan otonomi (hak dan kewajiban) individu terjaga dengan
baik. Artinya dalam masyarakat madani harus seimbang antara hak dan
kewajibannya sesama individu. Sedemikian sehingga tercipta keadilan sosial atau
social justice sebagaimana telah disebutkan sebelumnya pada poin
kedelapan.
Adapun ciri-ciri khusus
dari masyarakat madani di Indonesia sebagaimana disampaikan oleh Prof. Dr. M.
A. S. Hikan, diantaranya:
1. Kesukarelaan (voluntary) – Kesukarelaan
atau kemauan sendiri merupakan suatu sikap yang dimiliki warga negara Indonesia
dalam melakukan atau patuh akan sesuatu meski tidak ada peraturan yang
mewajibkannya untuk melakukan maupun mematuhinya. Contohnya adalah mematuhi dan
menghormati norma-norma masyarakat yang ada dalam suatu wilayah, padahal
norma-norma tersebut tidaklah tertulis dan tidak ada pula tuntutan untuk
mematuhinya. Namun masyarakat Indonesia tetap saja menjaga dan melestarikannya
sebagai sebuah tradisi dan peninggalan nenek moyang mereka.
2. Kemandirian yang tinggi terhadap Negara – Kemandirian
di sini adalah sikap yang tidak terlalu bergantung diri kepada negara. Namun
bukan berarti juga bahwa mengabaikan negara karena kemandirian tersebut.
Artinya tidak mencanpuradukkan antara masalah negara dan bukan masalah negara
(pribadi atau kelompok).
3. Keswasembadaan (self-generating) – Swasembada
artinya sebuah usaha untuk bisa mencukupi kebutuhan sendiri. Sedemikian sehingga
keswasembadaan merupakan hal-hal terkait usaha untuk bisa mencukupi kebutuhan
sendiri. Dalam artian masyarakat madani di Indonesia memiliki ciri dan cara
tersendiri mengenai usaha yang akan dilakukan untuk bisa memenuhi kebutuhannya
sendiri.
4. Keterkaitan pada nilai-nilai hukum yang disepakati
bersama – Dalam hal ini berarti masyarakat madani
di Indonesia dalam menjalani aktivitas kehidupannya berlandaskan pada
nilai-nilai hukum yang telah disepakati bersama melalui para wakil-wakil
masyarakat yang duduk di tampuk pemerintahan. Terlebih lagi Indonesia memang
merupakan salah satu negara yang menganut paham negara hukum di dunia dalam
menjalankan roda pemerintahan sebagai suatu negara.
Gerakan Rasulullah dalam membangun masyarakat madinah saat itu tersusun
rapi dalam sebuah sistem yang terkonsep, yang dapat disebut sebagai konsep
Madani, yakni sebuah model yang merujuk bagaimana Rasulullah SAW membangun
kerangka masyarakat Madinah, masyarakat yang dibangun di atas tiga landasan
utama yaitu:
1. Integritas
Moral
Moral atau akhlak
merupakan dasar utama gerakan Rasul membangun peradaban, bahkan perbaikan moral
merupakan tujuan utama beliau diutus, sebagaimana sabda beliau: “Aku diutus
hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (makarimal akhlak)”.
Masyarakat yang dibentuk di atas landasan moral yang kuat seperti ini akan
menjadi masyarakat yang tangguh, berkarakter, bertanggung jawab dan memiliki
responsibility yang kuat terhadap lingkungannya. Integritas moral ini dapat
menjadi kekuatan yang dahsyat ketika berlandaskan pada tauhid, jauh dari
syirik dan memberikan seluruh ketundukan dan ibadah hanya kepada Allah SWT.
semata. Inilah yang
dilakukan oleh Rasul pada permulaan Islam pada fase Mekah
2. Berbasis
Mesjid
Penguatan moral ini
terus berlanjut dan menjadi modal dasar gerakan Rasul hingga di Madinah dengan
berbasiskan masjid.Sebut saja pertanyaan, mengapa langkah pertama yang
dilakukan Rasulullah SAW saat membangun masyarakat Islam di Madinah adalah
membangun masjid? awabannya bisa dilihat bagaimana Rasulullah menfungsikan masjid itu
sendiri.
Masjid, pada
hakikatnya adalah tempat untuk manifestasi ketundukan dan ketaatan seorang
Mukmin kepada Allah SWT. Dengan kata lain, masjid merupakan
ekspresi ibadah seorang Muslim.
وَأَنَّ
الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
”Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan
Allah.Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping
(menyembah) Allah.”(QS. 72/18).
Jadi kesimpulan
besar dari fungsi masjid itu adalah sebagai lokasi yang dikhususkan untuk
beribadah kepada Allah. Secara faktual Rasulullah dan generasi setelahnya
ternyata menjadikan masjid bukan sekedar tempat untuk beribadah shalat, namun
lebih dari itu. Karena ibadah adalah sebuah sebutan yang mencakup segala hal
yang disukai dan diridlai Allah, baik itu berupa lisan atau tindakan yang lahir
atau pun yang tersembunyi. Perspektif ibadah seperti inilah yang harus
ditanamkan oleh kita semua, sehingga kita semua selalu bersemboyan seperti yang
digambarkan oleh Allah:
قُلْ
إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah: “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. 6/162)
3. Piagam
Madinah
Perwujudan masyarakat
madaniah diawali ketika Rasulullah hijrah dari mekah menuju kota yatsrib
(sekarang madinah al munawwaraah). Saat itu Rasulullah berdakwah di mekah
selalu mendapat rintangan dari kaum kafir, kemudian Muhammad saw mendapat
sambutan yang luar biasa dari masyarakat setempat,sehingga memudahkan
Rasulullah untuk berdakwah dan siap menyusun sendi-sendi masyarakat madani.
Kisah lain menerangkan, yatsrib atau madinah untuk
pertama kali lahir satu komunitas islam yang bebas dan merdeka dibawah pimpinan
Nabi. Dan terdiri dari para pengikut nabi yang datang dari mekah (muhajirin)
dan penduduk madinah yang talah memeluk islam, serta yang telah mengundang nabi
untuk hujrah ke madinah (Ansar). Tetapi umat islam pada waktu itu bukan
satu-satunya anggota komunitas masyarakat di madinah. Di madinah juga terdapat
komunitas-komunitas lain, yaitu orang-orang yahudi dan sisa suku-suku arab yang
belum mau menerima islam dan masih tetap memuja berhala. Dengan kata lain, umat
islam di madinah merupakan bagian dari komunitas masyarakat majemuk. Tidak lama
setelah nabi menetab di madinah, beliau mempermaklumatkan satu piagam yang
mengatur kehidupan dan hubungan antara komunitas-komunitas yang merupakan
komponen-komponen masyarakat yang majemuk di madinah. Piagam tersebut lebih dikenal dengan piagam madinah.
Kemudian yatsrib
diubah menjadi sebuah kota setelah dilakukan perjanjian antara Rasul dan
penduduknya dari berbagai golongan. Perjanjian itu dapat disebut suatu social
contrac oleh para orientalis. Dan dalam perjanjian tersebut terdapat
pasal-pasal yang menjadi hukum dasar sebuah negara, yakni negara kota yang
kemudian disebut madinah (al madinah al munawarah) atau (al madinah al Nabi),
artinya Kota Nan Bercahaya dan Kota Nabi.
Berdasarkan piagam madinah dapat dijelaskan hakekat
sebuah masyarakat madani. Dalam komunitas yahudi serta sekutunya yang
dipersatukan oleh nabi Muhammad dalam satu ummat berdasarkan factor historis,
mengandung tiga unsur. Pertama, mereka hidup dalam wilayah tertentu
yakni madinah sebagai tempat yang mengikat mereka untuk hidup bersama dan
bekerja sama. Kedua, mereka bersedia dipersatukan dalam satu ummat
merupakan aktualisasi dari kesadaran umum dan keinginan akan hidup bersama
untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan umum, yakni untuk mewujudkan kerukunan
masyarakat secara bersama-sama. Ketiga, mereka mengakui dan menerima
Nabi Muhammad saw sebagai pemimpin tertinggi atau pemegang otoritas politik
yang legal dalam kehidupan mereka. Otoritas ini dilengkapi dengan institusi
peraturan, yakni piagam madinah yang berlaku bagi individu dan tiap
kelompok.Dengan demikian penduduk madinah merupakan satu ummat dan masyarakat
politik.
Dalam perspektif ini, masyarakat madani merupakan
masyarakat yang mengacu kepada nilai-nilai kebajikan umum, yang disebut al
khair. Cermin masyarakat madinah itu adalah masyarakat yang didirikan diatas
ketetapan hati para pendukungnya untuk tetap bertahan dalam cara, jalan dan
pesan Allah baik Qur’ani ataupun Kauni sebagai perwujudan suatu kultur dan
peradaban dan sehat dan berakar kokoh dalam proses kesejahteraan, sekaligus
yang berpenampilan kerahmatan di dalam susunan dan tata kemasyarakatan.Dengan
demikian, masyarakat madani merupakan sebuah masyarakat ideal. Hal inilah yang tersirat dalam konsep “madinah”, satu
kata kunci yang lain yang terjalin erat dalam pembangunan masyarakat madani.
Jika konsep “ummah” merupakan piranti lunak (software) dari cita-cita sosial
Islam (masyarakat madani), maka konsep “madinah” merupakan piranti kerasnya
(hardware). “Madinah” yang
berarti kota berhubungan dan mempunyai akar kata yang sama dengan kata
‘tamaddun” yang berarti peradaban. Perpaduan pengertian ini membawa suatu
persepsi ideal bahwa “madinah” adalah lambang peradaban yang kosmopolit. Bukan suatu kebetulan bahwa kata “madinah” juga merupakan
kata benda tempat dari kata “din’ (agama). Korelasi demikian menunjukan bahwa
cita-cita ideal agama (Islam) adalah terwujudnya suatu masyarakat kosmopolitan
yang berperadaban tinggi sebagai struktur fisik dari umat Islam.
Sebagai lampiran
berikut merupakan poin-poin yang terdapat dalam Piagam Madinah:
صحيفة
المدينة
Piagam Madinah
بسم
الله الرحمن الرحيم
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang
هذا
كتاب من محمد النبي صلىالله عليه وسلم بين المؤمنين والمسلمين من قريش ويثرب ومن
تبعهم فلحق بهم وجاهد معهم.
Ini adalah piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan muslimin (yang berasal dari) Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka
Ini adalah piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan muslimin (yang berasal dari) Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka
انهم امة واحدة من دون
الناس
Pasal 1 Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komuitas) manusia lain
Pasal 1 Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komuitas) manusia lain
المهاجرون
من قر يش على ربعتهم يتعاقلون بينهم اخذالدية واعطائها وهم يفدون عانيهم بالمعروف
والقسط بين المؤمنين
Pasal 2 Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin
Pasal 2 Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin
وبنوعوف
على ربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين
المؤمنين
Pasal 3 Banu Auf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
Pasal 3 Banu Auf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
وبنوساعدة
علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط
بين المؤمنين
Pasal 4 Banu Sa’idah sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
Pasal 4 Banu Sa’idah sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
وبنو
الحرث على ربعتهم يتعاقلون الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين
المؤمنين
Pasal 5 Banu Al-Hars sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
Pasal 5 Banu Al-Hars sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
وبنوجشم
علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط
بين المؤمنين
Pasal 6 Banu Jusyam sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
Pasal 6 Banu Jusyam sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
وبنو
النجار علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف
والقسط بين المؤمنين
Pasal 7 Banu An-Najjar sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
Pasal 7 Banu An-Najjar sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
وبنو
عمرو بن عوف علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها
بالمعروف والقسط بين المؤمنين
Pasal 8 Banu ‘Amr bin ‘Awf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
Pasal 8 Banu ‘Amr bin ‘Awf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
وبنو
النبيت علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف
والقسط بين المؤمنين
Pasal 9 Banu Al-Nabit sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
Pasal 9 Banu Al-Nabit sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
وبنو
الاوس علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف
والقسط بين المؤمنين
Pasal 10 Banu Al-‘Aws sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
Pasal 10 Banu Al-‘Aws sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
وان
المؤمنين لايتركون مفرجا بينهم ان يعطوه بالمعروف فى فداء اوعقل
Pasal 11 Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang diantara mereka tetapi membantunya dengan baik dalam poembayaran tebusan atau diat
Pasal 11 Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang diantara mereka tetapi membantunya dengan baik dalam poembayaran tebusan atau diat
ولا
يحالـف مؤمن مولى مؤمن دونه
Pasal 12 Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya tanpa persetujuan dari padanya
Pasal 12 Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya tanpa persetujuan dari padanya
وان
المؤمنين المتقين على من بغى منهم او ابتغى د سيعة ظلم اة اثم اوعدوان او فساد بين
المؤمنين وان ايديهم عليه جميعا ولو كان ولد احدهم
Pasal 13 Orang-orang mukmin yang taqwa harus menentang orangyang diantara mereka mencari atau menuntut sesuatu secara zalim , jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka
Pasal 13 Orang-orang mukmin yang taqwa harus menentang orangyang diantara mereka mencari atau menuntut sesuatu secara zalim , jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka
ولا
يقتل مؤمن مؤمنا فى كافر ولا ينصر كافرا على مؤمن
Pasal 14 Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran membunuh orang kafir. Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman
Pasal 14 Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran membunuh orang kafir. Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman
وان
ذمة الله واحدة يحيد عليهم اد ناهم وان المؤمنين يعضهم موالي بعض دون الناس
Pasal 15 Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak bergantung kepada golongan lain
Pasal 15 Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak bergantung kepada golongan lain
وانه
من تبعنا من يهود فان له النصر والاسوة غير مظلومين ولا متناصر عليهم
Pasal 16 Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang olehnya
Pasal 16 Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang olehnya
وان
سلم المؤمنين واحدة لا يسالم مؤمن دون مؤمن في قتال في سبيل الله الا على سواء
وعدل بينهم
Pasal 17 Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka
Pasal 17 Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka
وان
كل غازية غزت معنا يعقب بعضها بعضا
Pasal 18 Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu membahu satu sama lain
Pasal 18 Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu membahu satu sama lain
وان
المؤمنين يبئ بعضهم على بعض بـمانال دماءهم فىسبيل الله وان المؤمنين والمتقين على
احسن هدى واقومه
Pasal 19 Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus
Pasal 19 Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus
وانه
لايجير مشرك مالا لقر يش ولانفسا ولايحول دونه على مؤمن
Pasal 20 Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik) Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman
Pasal 20 Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik) Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman
وانه من اعتبط مؤمنا
قتلا عن بينة فانه قودبه الا ان يرضى ولي المقتول وان المؤمنين عليه كافة ولايحل
لهم الاقيام عليه
Pasal 21 Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela (menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya
Pasal 21 Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela (menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya
وانه لا يحل لمؤمن أقر
بما فى هذه الصحيفة وآمن بالله واليوم الآخر ان ينصر محدثا ولا يـؤوية وانه من
نصره او آواه فان عليه لعنة الله وغضبه يوم القيامة ولايـؤخذ منه صرف ولاعدل
Pasal 22 Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan
Pasal 22 Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan
وانكم مهما اختلفتم
فيه من شيئ فان مرده الى الله عزوجل والى محمد صلى الله عليه وسلم
Pasal 23 Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla dan (keputusan) Muhammad SAW
Pasal 23 Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla dan (keputusan) Muhammad SAW
وان اليهود ينفقون مع
المؤمنين ماد اموا محاربين
Pasal 24 Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan
Pasal 24 Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan
وان يهود بني عوف امة
مع المؤمنين لليهود دينهم وللمسلمين دينهم مواليهم وانفسهم الا من ظلم واثم فانه
لا يـوتخ الا نفسه واهل بيته
Pasal 25 Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga
Pasal 25 Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga
وان ليهود بنى النجار
مثل ماليهود بنى عوف
Pasal 26 Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
Pasal 26 Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
وان ليهود بنى الحرث
مثل ماليهود بنى عوف
Pasal 27 Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
Pasal 27 Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
وان ليهود بنى ساعدة
مثل ماليهود بنى عوف
Pasal 28 Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
Pasal 28 Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
وان ليهود بنى جشم مثل
ماليهود بنى عوف
Pasal 29 Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
Pasal 29 Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
وان ليهود بنى الاوس
مثل ماليهود بنى عوف
Pasal 30 Kaum Yahudi Banu Al-‘Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
Pasal 30 Kaum Yahudi Banu Al-‘Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
وان ليهود بنى ثعلبة
مثل ماليهود بنى عوف الامن ظلم واثم فانه لا يوتخ الانفسه واهل بيته
Pasal 31 Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
Pasal 31 Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
وان جفنه بطن ثعلبه كأ
نفسهم
Pasal 32 Kaum Yahudi Banu Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
Pasal 32 Kaum Yahudi Banu Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
وان لبنى الشطيبة مثل
ماليهود بنى عوف وان البر دون الاثم
Pasal 33 Kaum Yahudi Banu Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
Pasal 33 Kaum Yahudi Banu Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
وان موالي ثعلبه
كأنفسهم
Pasal 34 Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Banu Sa’labah)
Pasal 34 Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Banu Sa’labah)
وان بطانة يهود كأنفسهم
Pasal 35 Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi)
Pasal 35 Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi)
وانه لا يخرج احدمنهم
الا باذن محمد صلىالله عليه وسلم وانه لا ينحجرعلى ثار جرح وانه من فتك فبنفسه فتك
واهل بيته الا من ظلم وان الله على ابرهذا
Pasal 36 Tidak seorang pun dibenarkan (untuk berperang), kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi (menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesunggunya Allah sangat membenarkan ketentuan ini
Pasal 36 Tidak seorang pun dibenarkan (untuk berperang), kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi (menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesunggunya Allah sangat membenarkan ketentuan ini
وان على اليهود نفقتهم
وعلى المسلمين نفقتهم وان بينهم النصرعلى من حارب اهل هذه الصحيفة وان بينهم النصح
والنصيحة والبر دون الاثم وانه لم يأثم امرؤ بـحليفه وان النصر للمظلوم
Pasal 37 Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi mauk muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu membantu dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasihat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya
Pasal 37 Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi mauk muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu membantu dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasihat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya
وان اليهود ينفقون مع
المؤمنين مادا موا محاربين
Pasal 38 Kaum Yahudi memikul bersama mukiminin selama dalam peperangan
Pasal 38 Kaum Yahudi memikul bersama mukiminin selama dalam peperangan
وان يثرب حرام
جوفهالاهل هذه الصحيفة
Pasal 39 Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam ini
Pasal 39 Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam ini
وان الجار كالنفس غير
مضار ولااثم
Pasal 40 Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat
Pasal 40 Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat
وانه لا تجارحرمة الا
باذن اهلها
Pasal 41 Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya
Pasal 41 Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya
وانه ما كان بين اهل هذه
الصحيفة من حدث واشتجار يخاف فساده فان مرده الى الله عزوجل والى محمد صلىالله
عليه وسلم وان الله على اتقى ما فى هذه الصحيفة وابره
Pasal 42 Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini
Pasal 42 Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini
وانه لاتجار قريش ولا
من نصرها
Pasal 43 Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka
Pasal 43 Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka
وان بينهم النصر على
من دهم يثرب
Pasal 44 Mereka (pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib
Pasal 44 Mereka (pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib
واذا دعوا الى صلح
يصالحونه (ويلبسونه) فانهم يصالحونه ويلبسونه وانهم اذا دعوا الى مثل ذلك فانه لهم
علىالمؤمنين الا من حارب فى الدين على كل اناس حصتهم من جابنهم الذى قبلهم
Pasal 45 Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi perdamaian serta melaksankan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-masing sesuai tugasnya
Pasal 45 Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi perdamaian serta melaksankan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-masing sesuai tugasnya
وان يهود الاوس
مواليهم وانفسهم على مثل مالاهل هذه الصحيفة مع البر الحسن من اهل هذه الصحيفة وان
البر دون الاثم
Pasal 46 Kaum Yahudi Al-‘Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah palingmembenarkan dan memandang baik isi piagam ini
Pasal 46 Kaum Yahudi Al-‘Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah palingmembenarkan dan memandang baik isi piagam ini
ولا
يكسب كاسب الاعلى نفسه وان الله على اصدق فى هذه الصحيفة وابره وانه لا يحول هذا
الكتاب دون ظالم وآثم وانه من خرج آمن ومن قعد آمن بالمدينة الا من ظلم واثم وان
الله جار لمن بر واتقى ومحمد رسول الله صلى الله عليه وسلم
Pasal 47 Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Rasulullah SAW
Pasal 47 Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Rasulullah SAW
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan
di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Masyarakat
madani pada prinsipnya memiliki multimakna, yaitu masyarakat yang demokratis,
menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparan, toleransi, berpotensi,
aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsisten, memiliki perbandingan, mampu
berkoordinasi, sederhana, sinkron, integral, mengakui emansipasi, dan hak
asasi, namun yang paling dominant adalah masyarakat yang demokratis.
2. Masyarakat
madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau sering
diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia
berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah
kontraposisi dari masyarakat militer.
3. Rasulullah
yang baru tiba di Madinah, berikut sambutan masyarakat Madinah yang begitu
antusias dengan kedatangan Rasul langsung melakukan konsolidasi dengan penduduk
setempat. Dalam hal ini, Rasulullah sebagai seorang pemimpin, melihat secara
jelas tiga tipologi masyarakat Madinah dalam perspektif keyakinan dan aliran
kepercayaannya.
4. Berdasarkan
hasil telaahan penulis, ternyata term “masyarakat madani” (المجتمع
المدنى) memang
tidak ditemukan dalam Alquran. Namun, ada dua kata kunci yang bisa
menghampirkan pada konsep masyarakat madani itu sendiri, yakni term ummah dan
term madīnah. Kedua term ini, menjadi nilai dasar dan nilai-nilai
instrumental bagi terbentuknya masyarakat madani.
5. Ciri-ciri
masyarakat madani adalah sebagai berikut: 1) Menjunjung
tinggi nilai; 2) Memiliki perabadan yang tinggi; 3) Mengedepankan kesederajatan
dan transparansi; 4) Ruang publik yang bebas; 5) Supremasi hokum; 6) Keadilan
social; dan 7) Partisipasi sosial
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Warson al-Munawir. (1984). Kamus Al-Munawwir. Pustaka Progresif.
Surabaya
Al-Bāqy, Muhammad Fu’ad ‘Abd.. (1992) al-Mu’jam
al-Mufahras li Alfāzh al-Qur’ān al-Karīm. Dar El Fikr. Beirut.
Departemen Agama RI, (1992). Alquran dan Terjemahnya. Proyek Penggandaan Kitab
Suci Alquran. Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1994). Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Cet II, Balai Pustaka. Jakarta.
Ibnu
Hisyam (Abu Muhammad Abdul malik). Tt. Siratun-Nabiy saw., juz II. Darl
El Fikr. Beirut
Koentjaraningrat, (tt). Pengantar Antropologi. Cet.
V. Aksara Baru. Jakarta.
Kuntowijoyo, (1997). Identitas Politik Umat Islam. Mizan.
Bandung.
Mansur
Hidayat. (2008). Ormas Keagamaan dalam Pemberdayaan Politik Masyarakat
Madani. Jurnal Komunitas
Parker dan Anderson, (1964). Society its
Organization and Operation. Toronto-London- New York; Mostrand co, Inc
Rahardjo, M. Dawam. (1996). Ensiklopedi Alquran ;
Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci. Cet. I. Paramadina. Jakarta.
Shafiyyurrahman
al-Mubarakfuri. (2012). Ar-Rahiq al-Makhtum. Ummul Qura. Jakarta
Susanto, Astrid S. (1979). Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial.
Cet I. Bina Cipta. Bandung.
Syamsuddin,
M. Din, (2002). Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani. Logos.
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar