Kamis, 03 November 2016

KONSEP MASYARAKAT MADANI ‎ ‎(CIVIL SOCIETY)‎

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Term Civil Society atau “Masyarakat Madani”, merupakan wacana dan fokus utama bagi masyarakat dunia sampai saat ini. Apalagi di abad ke-21 ini, kebutuhan dan tuntutan atas kehadiran bangunan masyarakat madani, bersamaan dengan maraknya issu demokratisasi dan HAM. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah, sejauh manakah Islam merespon masyarakat tersebut. Jawabannya adalah bahwa Islam yang ajaran dasarnya Alquran, adalah shālih li kulli zamān wa makān (ajaran Islam senantiasa relevan dengan situasi dan kondisi). Karena demikian halnya, maka jelas bahwa Alquran memiliki konsep tersendiri tentang masyarakat madani.
Pluralisme masyarakat menurut perspektif Alquran, harus didasarkan pada prinsip keutamaan dan kekhasan, serta harus dibina dengan sikap toleran (tasamuh). Berkenaan ini, sekurang-kurangnya ada dua ilustrasi yang patut dikemukakan terkait dengan masyarakat madani. Pertama, tentang persamaan hak bagi masyarakat (nadhāriyah al-mushawah). Persamaan ini berlaku untuk seluruh masyarakat tanpa melihat perbedaan masing-masing-masing individu, kelompok, etnis, warna kulit, kedudukan, dan keturunan. Kedua, pengakuan atas eksistensi masyarakat yang terdiri atas bangsa-bangsa dan suku-suku. Tujuan keberadaannya (mereka) ini, adalah bukan untuk berbangga-banggaan, apalagi melecehkan pihak lain, tetapi untuk saling mengenali satu sama lain. Sehingga, pada gilirannya hal itu dapat mendorong terciptanya kondisi di mana satu sama lain saling menghormati dan saling tolong menolong.
Secara jelas dapat dipahami bahwa ilustrasi tentang masyarakat madani sebagaimana yang disinggung di atas, terangkum dalam ayat-ayat Alquran. Namun untuk mengetahui konsepnya secara komprehensif, maka diperlukan kajian tafsir secara tematik. Di sisi lain, tema mayarakat madani menurut Alquran dapat dipahami secara utuh dan menyeluruh bilamana tema tersebut, dijabarkan dalam bentuk interpretasi ayat secara akurat dengan menggunakan teknik-teknik interpretasi.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulisan makalah ini dirumuskan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1.    Apa pengertian masyarakat madani (Civil Society)?
2.    Bagaimana konsep-konsep tentang masyarakat madani (Civil Society)?
3.    Bagaimana sosio-historis masyarakat madinah pada masa Rasulullah?
4.    Bagaimana tinajauan ayat-ayat tentang masyarakat madani?
5.    Bagaimana ciri-ciri masyarakat madani?

C.      Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulisan makalah ini bertujuan sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui pengertian masyarakat madani.
2.    Untuk mengetahui konsep masyarakat madani.
3.    Untuk mengetahui sosio-historis masyarakat madani.
4.    Untuk mengetahui ayat-ayat yang berkaitan dengan masyarakat madani.
5.    Untuk mengetahui ciri-ciri masyarakat madani.



















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Masarakat Madani (Civil Society)
Masyarakat madani berasal dari bahasa Inggris, civil society. Kata civil society sebenarnya berasal dari bahasa Latin yaitu civitas dei yang artinya kota Illahi dan society yang berarti masyarakat. Dari kata civil akhirnya membentuk kata civilization yang berarti peradaban (Gellner seperti yang dikutip Mahasin 1995). Oleh sebab itu, kata civil society dapat diartikan sebagai komunitas masyarakat kota, yakni masyarakat yang telah berperadaban maju. Konsepsi seperti ini, menurut Madjid: seperti yang dikutip Mahasin (1995), pada awalnya lebih merujuk pada dunia Islam yang ditunjukkan oleh masyarakat kota Arab.
Sebaliknya, lawan dari kata atau istilah masyarakat nonmadani adalah kaum pengembara, badawah, yang masih membawa citranya yang kasar, berwawasan pengetahuan yang sempit, masyarakat puritan, tradisional penuh mitos dan takhayul, banyak memainkan kekuasaan dan kekuatan, sering dan suka menindas, serta sifatsifat negatif lainnya.
Gellner (1995) menyatakan bahwa masyarakat madani akan terwujud keika terjadi tatanan masyarakat yang harmonis, yang bebas dari eksploitasi dan penindasan pendek kata, masyarakat madani ialah kondisi suatu komunitas yang jauh dari monopoli kebenaran dan kekuasaan. Kebenaran dan kekuasaan adalah milik bersama. Setiap anggota masyarakat madani tidak bisa ditekan, ditakut-takuti, dianggu kebebasannya, semakin dijauhkan dari demokrasi, dan sejenisnya. Oleh karena itu, perjuangan menuju masyarakat madani pada hakikatnya merupakan proses panjang dan produk sejarah yang abadi, dan perjuangan melawan kezaliman dan dominasi para penguasa menjadi ciri utama masyarakat madani.
Istilah madani menurut Munawir (1997) sebenarnya berasal dari bahasa Arab, madaniy. Kata madaniy berakar dari kata kerja madana yang berarti mendiami, tinggal, atau membangun. Kemudian berubah istilah menjadi madaniy yang artinya beradab, orang kota, orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata. Dengan demikian istilah madaniy dalam bahasa Arab mempunyai banyak arti. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Hall (1998), yang menyatakan bahwa masyarakat madani identic dengan civil society, artinya suatu ide, angan-angan, bayangan, cita-cita suatu komunitas yang dapat terjewantahkan ke dalam kehidupan social. Dalam masyarakat madani, pelaku social akan berpegang tegung pada peradaban dan kemanusiaan. Hefner (1998:16-20) menyatakan bahwa masyarakat madani merupakan masyarakat modern yang bercirikan kebebasan dan demokratisasi dalam berinteraksi di masyarakat yang semamin plural dan heterogen. Dalam keadaan seperi ini masyarakat diharapkan mampu mengoranisasikan dirinya, dan tumbuh kesadaran diri dalam mewujudkan peradaban. Mereka akhirnya mampu mengatasi dan berpartisipasi dalam kondisi global, kompleks, penuh persaingan dan perbedaan.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani pada prinsipnya memiliki multimakna, yaitu masyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparan, toleransi, berpotensi, aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsisten, memiliki perbandingan, mampu berkoordinasi, sederhana, sinkron, integral, mengakui emansipasi, dan hak asasi, namun yang paling dominant adalah masyarakat yang demokratis.

B.       Konsep Masyarakat Madani (Civil Society)
Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau peng-Islaman konsep “civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historis ketidakbersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern.
Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278).
Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luar menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil society lalu membandingkannya dengan tatanan masyarakat Madinah yang dijadikan pembenaran atas pembentukan civil society di masyarakat Muslim modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.
Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).
Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which takes place outside of government and the market.” Merujuk pada Bahmueller (1997).

C.      Sosio-Historis Masyarakat Madinah pada Masa Rasulullah
Dengan kondisi geografis yang cukup subur, jauh sebelumnya lahir masyarakat madani, Madinah telah ditempati oleh masyarakat plural yang terdiri dari beragam suku dan aliran kepercayaan. Daerah tersebut dulunya bernama Yatsrib, yang kemudian diganti menjadi Madînah al-Rasûl atau yang lebih popular disebut Madinah saja setelah Rasulullah tiba di sana. Setidaknya ada delapan suku yang eksis ketika Rasulullah  tiba di Madinah. Selain itu, pada masing-masing suku terdapat beragam aliran kepercayaan; seperti penganut agama Islam, penganut agama Yahudi, dan penganut paganisme. Dengan kondisi yang amat plural, dari sini akan terlihat jelas bagaimana Rasulullah merancang sebuah konsep yang sangat ideal dalam rangka membangun masyarakat madani.
Hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah bagaimana Rasulullah yang baru tiba di Madinah, berikut sambutan masyarakat Madinah yang begitu antusias dengan kedatangan Rasul langsung melakukan konsolidasi dengan penduduk setempat. Dalam hal ini, Rasulullah sebagai seorang pemimpin, melihat secara jelas tiga tipologi masyarakat Madinah dalam perspektif keyakinan dan aliran kepercayaannya.
Pertama, penganut agama Islam yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar. Merupakan sesuatu yang baru bagi kaum muslimin, jika di Mekah, hak-hak dan kebebasan kebebasan kaum muslimin dalam beribadah dan berinteraksi sosial dipasung sedemikian rupa, berikut ketiadaan basis dan kekuatan untuk melakukan konsolidasi dan proses islamisasi. Maka keadaan di Madinah berbalik 180° dari keadaan di Mekah, kini mereka memiliki basis dan kekuatan yang mumpuni di samping melakukan konsolidasi dan proses islamisasi untuk menggerakkan dan mengelola berbagai sektor kehidupan bermasyarakat dan bernegara; seperti sektor ekonomi, politik, pemerintahan, pertahanan, dan lain-lain.
Kedua, penganut agama Yahudi, yang terdiri dari tiga kabilah besar, yaitu Bani Qaynuqa, Bani Nadhir, dan Bani Qurayzha. Ketiga kabilah inilah yang dulu menghegemoni konstelasi politik dan perekonomian di Madinah, hal tersebut disebabkan karena keahlian dan produktivitas mereka dalam bercocok tanam dan memandai besi. Sementara kabilah-kabilah Arab yang lain masih hidup dalam keadaan nomadik, atau karena keterbelakangan mereka dalam hal tersebut. Adapun imbasnya adalah pengaruh mereka yang begitu besar dalam memainkan peranannya yang cenderung destruktif dan provokatif terhadap kabilah-kabilah selain mereka. Hal tersebut berlangsung dalam tempo yang sangat lama, hingga akhirnya Rasulullah tiba di Madinah dan secara perlahan mereduksi pengaruh kaum Yahudi yang oportunistis tersebut dengan prinsip-prinsip agung Islam yang konstruktif dan solutif.
Ketiga, penganut paganisme, dalam hal ini yang dimaksud adalah komunitas masyarakat Madinah yang masih menyembah berhala seperti halnya penduduk Mekah. Di dalam buku-buku sejarah, komunitas ini disebut kaum musyrik. Mereka inilah yang masih mendapati keraguan dalam diri mereka untuk mempercayai dan meyakini kebenaran ajaran yang dibawa oleh Rasulullah. Namun pada akhirnya komunitas tersebut masuk Islam secara berbondong-bondong terutama pascaperang Badar. 
Setelah membaca dan memahami karakter ketiga golongan tersebut, barulah Rasulullah melakukan konsepsi yang tidak lain merupakan wahyu yang dilanjutkan dengan aktualisasi konkret terhadap konsep tersebut. Jika orientasi dakwah Rasulullah di Mekah adalah memperkokoh akar keimanan para pengikutnya, maka orientasi Rasulullah di Madinah adalah membangun tatanan keislaman yang meliputi penyampaian dan penegakan syariat Tuhan secara utuh, dan tatanan kemasyarakatan yang meliputi pembangungan masyarakat yang memegang teguh prinsip-prinsip agung Islam, berikut nilai dan norma yang ada pada al-Qurʼan dan petunjuk Nabi. Sementara terkait dengan penganut kepercayaan lain, seperti kaum Yahudi dan kaum Musyrikin, Nabi membuat sebuah piagam kebersamaan untuk memperkokoh stabilitas sosial-politik antarwarga Madinah. Piagam inilah yang kemudian disebut sebagai Piagam Madinah.

D.      Himpunan Ayat-ayat tentang Masyarakat Madani
Berdasarkan hasil telaahan penulis, ternyata term “masyarakat madani”      (المجتمع المدنى) memang tidak ditemukan dalam Alquran. Namun, ada dua kata kunci yang bisa menghampirkan pada konsep masyarakat madani itu sendiri, yakni term ummah dan term madīnah. Kedua term ini, menjadi nilai dasar dan nilai-nilai instrumental bagi terbentuknya masyarakat madani. Kata ummah misalnya bisa dirangkaikan dengan sifat dan kualitas tertentu, seperti ummah wasathan, kaheru ummah dan ummah muqtashidah yang merupakan pranata sosial utama yang dibangun oleh Nabi saw, segera setelah hijrah ke Madinah.
Term ummah dalam bahasa Arab menunjukkan kepada arti tentang komunitas manusia, sedangkan term madīnah adalah sebagai tempat di mana komunitas manusia itu berada. Dengan arti seperti ini, dan kaitannya dengan metode tafsir tematik yang dijadikan acuan, kelihatan bahwa term-term ummah dalam Alquran lebih tepat untuk dihimpun, kemudian dikaitkan dengan term madīnah untuk mendapatkan konsep masyarakat madani dari Alquran.
Melalui teknik interpretasi linguistik, diketahui bahwa term أمة (ummah) yang berbentuk tunggal, dan أمم (umam) adalah bentuk jamaknya berasal dari akar kata أم (amma) يؤم (yaummu), أما (ammam) artinya; menjadi, ikutan dan gerakan. Alquran  menyebut kata امة (ummah) sebanyak 50 kali, sedang kata أمم (umam) sebanyak 13 kali. Penggunaan dua kata tersebut dalam Alquran tidak menunjuk kata tunggal. أمة  (ummah) adalah konsep komprehensip yang mengandung sejumlah makna antara lain: Pertama, bermakna binatang yang ada di bumi atau burung yang terbang dengan dua sayapnya sebagaimana dalam QS. al-An’am (6): 38 yakni; “وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ”. Kedua, bermakna makhluk jin dan manusia, misalnya QS. al-Ahqaf (46) : 18, yakni; “فِي أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِمْ مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِKetiga, bermakna imam (pemipin), misalnya QS. al-Nahl (16) : 120, yakni “إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًاKeempat, bermakna agama, misalnya dalam QS. al-Anbiya (21):92, yakni  إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ.
Penggunaan kata ummah/umam dalam Alquran  yang khusus ditujukan kepada manusia juga mengandung beberapa pengertian antara lain: Pertama, bermakna setiap generasi yang kepada mereka diutus seorang Nabi atau Rasul, misalnya umat Nabi Nuh, umat Nabi Ibrahim, umat Nabi Musa, dan umat Nabi Muhammad saw, misalnya dalam QS. al-Nahl (16); 36, yakni “وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا”. Kedua, bermakna golongan manusia yang menganut agama tertentu, misalnya umat Yahudi, umat Nasrani dan umat Islam, misalnya dalam QS. Ali Imran (3): 110, yakni “كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ ... وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ .... Ketiga, bermakna seluruh manusia adalah umat yang satu, misalnya dalam QS. Al-Baqarah (2): 213, yakni “كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةًKeempat, bermakna bagian dari masyarakat yang mengemban fungsi tertentu yakni menyelenggarakan keutamaan dengan menegakkan yang baik dan mencegeh yang mungkar, misalnya dalam QS. Ali Imran (3) : 104, yakni “وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ”.
Dengan mencermati ayat-ayat yang telah dihimpun di atas, diperoleh kesimpulan bahwa terminologi umat dalam Alquran  menunjukkan berbagai komunitas tertentu, yakni; komunitas binatang, komunitas jin dan manusia, komunitas keagamaan tertentu, yaitu komunitas yang mempunyai keyakinan keagamaan yang sama. Secara umum, seperti komunitas yang mempunyai basis solidaritas tertentu atau dasar komitmen keagamaan, etnis dan moralitas. Demikian, interpretasi term-term ummah yang penulis temukan dalam himpunan ayat-ayat Alquran.

E.       Ciri-ciri Masyarakat Madani (Civil Society)
Ciri-ciri masyarakat madani di antaranya:
1.    Menjunjung tinggi nilai
Menjunjung tinggi nilai, norma, dan hukum yang ditopang dengan iman, ilmu, dan tekhnologi. Itu artinya masyarakat madani hidup berdasarkan aturan-aturan yang berlaku, seperti nilai, norma, dan hukum. Ketaatan tersebut dilandaskan pada ilmu dan tekhnologi yang telah dipelajari dan dikembangkannya beserta kekuatan iman atau keyakinannya kepada Sang Maha Pencipta.
2.    Memiliki perabadan yang tinggi
Sebagai makhluk yang memiliki keyakinan atau iman kepada Sang Maha Pencipta, masyarakat madani telah membuktikan bahwa mereka merupakan manusia yang memiliki peradaban, yaitu beradab atau bertata krama. Selain bertata krama terhadap Tuhan, tentunya juga bertata krama pada sesama manusia.
3.    Mengedepankan kesederajatan dan transparansi.
Ciri masyarakat madani dalam hal ini adalah mereka menganggap bahwa status mereka sama, baik pria atau perempuan. Transparansi atau keterbukaan berarti mereka menjalankan hidupnya harus dengan sikap jujur dan tidak perlu ada hal-hal yang harus ditutupi sehingga menumbuhkan rasa saling percaya antar satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa dalam masyarakat madani terdapat nuansa demokrasi, di mana demokratisasi dapat diwujudkan dengan adanya fungsi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pers yang bebas, supremasi atau kekuasaan tertinggi dalam hukum, partai politik, perguruan tinggi, dan toleransi.
Hal ini dikarenakan dalam masyarakat sosial memiliki kaitan dengan wacana kritik rasional masyarakat yang secara eskplisit atau jelas mensyarakat munculnya demokrasi. Sedemikian sehingga masyarakat madani hanya bisa dijamin di negara yang menganut sistem demokrasi, seperti Indonesia. Demikianlah pendapat yang disampaikan oleh Neera Candoke. Toleransi sebagaimana telah disinggung dalam poin keempat di atas, memiliki artian bahwa kesedian individu atau perseorangan untuk menerima pandangan, pendapat serta sikap yang berbeda mengenai politik dan sosial. Toleransi yang demikian juga merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani sebagai bentuk dari rasa saling menghargai dan menghormati antar sesama, baik perorangan maupun kelompok terkait pendapat dan sikap yang berbeda-beda.
4.    Ruang publik yang bebas
Ruang public yang bebas atau dikenal dengan istilah free public sphere merupakan wilayah yang memungkinkan masyarakat sebagai warga negara untuk memiliki hak dan kewajiban warga negara melalui akses penuh terhadap kegiatan politik, menyampaikan pendapat dengan status orang yang merdeka (yang berarti bebas), berserikat atau bekerjasama, berkumpul serta mempublikasikan pendapat dan informasi kepada publik atau masyarakat luas.
5.    Supremasi hukum
Supremasi hukum atau dalam KBBI diartikan sebagai kekuasaan tertinggi dalam hukum memiliki arti bahwa terdapat jaminan terciptanya keadilan yang bisa dicapai bila menempatkan hukum sebagai kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara. Tentu keadilan tersebut akan tercipta apabila hukum diberlakukan secara netral, dalam artian tidak adanya pengecualian untuk memperoleh suatu kebenaran atas nama hukum.
6.    Keadilan sosial
Keadilan sosial atau social justice merupakan suatu keseimbangan dan pembagian yang proporsional atau sesuai antara hak dan kewajiban antar warga dan negara yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Artinya seorang warga negara memiliki hak dan kewajiban terhadap negaranya. Begitupula pula sebuah negara juga memiliki hak dan kewajiban atas warganya. Yang mana hak dan kewajiban tersebut memiliki porsi atau ukuran yang sama sehingga berimbang. Plural atau keberagaman pasti akan terjadi dalam kalangan masyarakat terlebih dalam suatu negara yang merupakan kesatuan atau kumpulan dari berbagai kelompok masyarakat, terlepas dari masyarakat asli maupun pendatang yang menutuskan untuk tinggal di dalamnya.
Sedemikian sehingga yang dimaksud dengan pluralisme adalah sebuah sikap menerima dan mengakui fakta serta tulus bahwa masyarakat itu bersifat majemuk atau beragam dan dapat menjadi penyebab terciptanya masyarakat majemuk dan multikultural. Mulai dari kebiasaan, nilai norma, dan kebudayaannya, seperti contohnya Negara kita sendiri, yaitu Indonesia. Banyak sekali keragaman masyarakat, mulai dari bahasa, suku, agama, etnis, dan budayanya. Sebagai masyarakat madani, tentunya sikap tersebut, yaitu pluralisme harus dimiliki dan dijaga serta berkeyakinan bahwa keberagaman itu bernilai positif yang dirahmatkan oleh Sang Maha Pencipta.
7.    Partisipasi sosial
Berpatisipasi dalam lingkungan sosial merupakan salah satu cara untuk menjalin hubungan dan kerjasama antar individu maupun kelompok untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Partisipasi sosial yang bersih tanpa rekayasa merupakan awal yang baik untuk menciptakan masyarakat madani. Hal ini bisa saja terjadi apabila terdapat nuansa yang memungkinkan otonomi (hak dan kewajiban) individu terjaga dengan baik. Artinya dalam masyarakat madani harus seimbang antara hak dan kewajibannya sesama individu. Sedemikian sehingga tercipta keadilan sosial atau social justice sebagaimana telah disebutkan sebelumnya pada poin kedelapan.
Adapun ciri-ciri khusus dari masyarakat madani di Indonesia sebagaimana disampaikan oleh Prof. Dr. M. A. S. Hikan, diantaranya:
1.    Kesukarelaan (voluntary) –  Kesukarelaan atau kemauan sendiri merupakan suatu sikap yang dimiliki warga negara Indonesia dalam melakukan atau patuh akan sesuatu meski tidak ada peraturan yang mewajibkannya untuk melakukan maupun mematuhinya. Contohnya adalah mematuhi dan menghormati norma-norma masyarakat yang ada dalam suatu wilayah, padahal norma-norma tersebut tidaklah tertulis dan tidak ada pula tuntutan untuk mematuhinya. Namun masyarakat Indonesia tetap saja menjaga dan melestarikannya sebagai sebuah tradisi dan peninggalan nenek moyang mereka.
2.    Kemandirian yang tinggi terhadap Negara – Kemandirian di sini adalah sikap yang tidak terlalu bergantung diri kepada negara. Namun bukan berarti juga bahwa mengabaikan negara karena kemandirian tersebut. Artinya tidak mencanpuradukkan antara masalah negara dan bukan masalah negara (pribadi atau kelompok).
3.    Keswasembadaan (self-generating) – Swasembada artinya sebuah usaha untuk bisa mencukupi kebutuhan sendiri. Sedemikian sehingga keswasembadaan merupakan hal-hal terkait usaha untuk bisa mencukupi kebutuhan sendiri. Dalam artian masyarakat madani di Indonesia memiliki ciri dan cara tersendiri mengenai usaha yang akan dilakukan untuk bisa memenuhi kebutuhannya sendiri.
4.    Keterkaitan pada nilai-nilai hukum yang disepakati bersama – Dalam hal ini berarti masyarakat madani di Indonesia dalam menjalani aktivitas kehidupannya berlandaskan pada nilai-nilai hukum yang telah disepakati bersama melalui para wakil-wakil masyarakat yang duduk di tampuk pemerintahan. Terlebih lagi Indonesia memang merupakan salah satu negara yang menganut paham negara hukum di dunia dalam menjalankan roda pemerintahan sebagai suatu negara.

Gerakan Rasulullah dalam membangun masyarakat madinah saat itu tersusun rapi dalam sebuah sistem yang terkonsep, yang dapat disebut sebagai konsep Madani, yakni sebuah model yang merujuk bagaimana Rasulullah SAW membangun kerangka masyarakat Madinah, masyarakat yang dibangun di atas tiga landasan utama yaitu:
1.    Integritas Moral
Moral atau akhlak merupakan dasar utama gerakan Rasul membangun peradaban, bahkan perbaikan moral merupakan tujuan utama beliau diutus, sebagaimana sabda beliau: “Aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (makarimal akhlak)”. Masyarakat yang dibentuk di atas landasan moral yang kuat seperti ini akan menjadi masyarakat yang tangguh, berkarakter, bertanggung jawab dan memiliki responsibility yang kuat terhadap lingkungannya. Integritas moral ini dapat menjadi kekuatan yang dahsyat ketika  berlandaskan pada tauhid, jauh dari syirik dan memberikan seluruh ketundukan dan ibadah hanya kepada Allah SWT. semata. Inilah yang dilakukan oleh Rasul pada permulaan Islam pada fase Mekah
2.    Berbasis Mesjid
Penguatan moral ini terus berlanjut dan menjadi modal dasar gerakan Rasul hingga di Madinah dengan berbasiskan masjid.Sebut saja pertanyaan, mengapa langkah pertama yang dilakukan Rasulullah SAW saat membangun masyarakat Islam di Madinah adalah membangun masjid? awabannya bisa dilihat bagaimana Rasulullah menfungsikan masjid itu sendiri.
Masjid, pada hakikatnya adalah tempat untuk manifestasi ketundukan dan ketaatan seorang Mukmin kepada Allah SWT. Dengan kata lain, masjid merupakan ekspresi ibadah seorang Muslim.
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
”Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah.Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.”(QS. 72/18).
Jadi kesimpulan besar dari fungsi masjid itu adalah sebagai lokasi yang dikhususkan untuk beribadah kepada Allah. Secara faktual Rasulullah dan generasi setelahnya ternyata menjadikan masjid bukan sekedar tempat untuk beribadah shalat, namun lebih dari itu. Karena ibadah adalah sebuah sebutan yang mencakup segala hal yang disukai dan diridlai Allah, baik itu berupa lisan atau tindakan yang lahir atau pun yang tersembunyi. Perspektif ibadah seperti inilah yang harus ditanamkan oleh kita semua, sehingga kita semua selalu bersemboyan seperti yang digambarkan oleh Allah:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah: “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. 6/162)
3.    Piagam Madinah
Perwujudan masyarakat madaniah diawali ketika Rasulullah hijrah dari mekah menuju kota yatsrib (sekarang madinah al munawwaraah). Saat itu Rasulullah berdakwah di mekah selalu mendapat rintangan dari kaum kafir, kemudian Muhammad saw mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat setempat,sehingga memudahkan Rasulullah untuk berdakwah dan siap menyusun sendi-sendi masyarakat madani.
Kisah lain menerangkan, yatsrib atau madinah untuk pertama kali lahir satu komunitas islam yang bebas dan merdeka dibawah pimpinan Nabi. Dan terdiri dari para pengikut nabi yang datang dari mekah (muhajirin) dan penduduk madinah yang talah memeluk islam, serta yang telah mengundang nabi untuk hujrah ke madinah (Ansar). Tetapi umat islam pada waktu itu bukan satu-satunya anggota komunitas masyarakat di madinah. Di madinah juga terdapat komunitas-komunitas lain, yaitu orang-orang yahudi dan sisa suku-suku arab yang belum mau menerima islam dan masih tetap memuja berhala. Dengan kata lain, umat islam di madinah merupakan bagian dari komunitas masyarakat majemuk. Tidak lama setelah nabi menetab di madinah, beliau mempermaklumatkan satu piagam yang mengatur kehidupan dan hubungan antara komunitas-komunitas yang merupakan komponen-komponen masyarakat yang majemuk di madinah. Piagam tersebut lebih dikenal dengan piagam madinah.
Kemudian yatsrib diubah menjadi sebuah kota setelah dilakukan perjanjian antara Rasul dan penduduknya dari berbagai golongan. Perjanjian itu dapat disebut suatu social contrac oleh para orientalis. Dan dalam perjanjian tersebut terdapat pasal-pasal yang menjadi hukum dasar sebuah negara, yakni negara kota yang kemudian disebut madinah (al madinah al munawarah) atau (al madinah al Nabi), artinya Kota Nan Bercahaya dan Kota Nabi.
Berdasarkan piagam madinah dapat dijelaskan hakekat sebuah masyarakat madani. Dalam komunitas yahudi serta sekutunya yang dipersatukan oleh nabi Muhammad dalam satu ummat berdasarkan factor historis, mengandung tiga unsur. Pertama, mereka hidup dalam wilayah tertentu yakni madinah sebagai tempat yang mengikat mereka untuk hidup bersama dan bekerja sama. Kedua, mereka bersedia dipersatukan dalam satu ummat merupakan aktualisasi dari kesadaran umum dan keinginan akan hidup bersama untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan umum, yakni untuk mewujudkan kerukunan masyarakat secara bersama-sama. Ketiga, mereka mengakui dan menerima Nabi Muhammad saw sebagai pemimpin tertinggi atau pemegang otoritas politik yang legal dalam kehidupan mereka. Otoritas ini dilengkapi dengan institusi peraturan, yakni piagam madinah yang berlaku bagi individu dan tiap kelompok.Dengan demikian penduduk madinah merupakan satu ummat dan masyarakat politik.
Dalam perspektif ini, masyarakat madani merupakan masyarakat yang mengacu kepada nilai-nilai kebajikan umum, yang disebut al khair. Cermin masyarakat madinah itu adalah masyarakat yang didirikan diatas ketetapan hati para pendukungnya untuk tetap bertahan dalam cara, jalan dan pesan Allah baik Qur’ani ataupun Kauni sebagai perwujudan suatu kultur dan peradaban dan sehat dan berakar kokoh dalam proses kesejahteraan, sekaligus yang berpenampilan kerahmatan di dalam susunan dan tata kemasyarakatan.Dengan demikian, masyarakat madani merupakan sebuah masyarakat ideal. Hal inilah yang tersirat dalam konsep “madinah”, satu kata kunci yang lain yang terjalin erat dalam pembangunan masyarakat madani. Jika konsep “ummah” merupakan piranti lunak (software) dari cita-cita sosial Islam (masyarakat madani), maka konsep “madinah” merupakan piranti kerasnya (hardware).  “Madinah” yang berarti kota berhubungan dan mempunyai akar kata yang sama dengan kata ‘tamaddun” yang berarti peradaban. Perpaduan pengertian ini membawa suatu persepsi ideal bahwa “madinah” adalah lambang peradaban yang kosmopolit. Bukan suatu kebetulan bahwa kata “madinah” juga merupakan kata benda tempat dari kata “din’ (agama). Korelasi demikian menunjukan bahwa cita-cita ideal agama (Islam) adalah terwujudnya suatu masyarakat kosmopolitan yang berperadaban tinggi sebagai struktur fisik dari umat Islam.
Sebagai lampiran berikut merupakan poin-poin yang terdapat dalam Piagam Madinah:
صحيفة المدينة
Piagam Madinah
بسم الله الرحمن الرحيم
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang
هذا كتاب من محمد النبي صلىالله عليه وسلم بين المؤمنين والمسلمين من قريش ويثرب ومن تبعهم فلحق بهم وجاهد معهم.
Ini adalah piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan muslimin (yang berasal dari) Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka
 انهم امة واحدة من دون الناس
Pasal 1 Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komuitas) manusia lain
المهاجرون من قر يش على ربعتهم يتعاقلون بينهم اخذالدية واعطائها وهم يفدون عانيهم بالمعروف والقسط بين المؤمنين
Pasal 2 Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin
وبنوعوف على ربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
Pasal 3 Banu Auf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
وبنوساعدة علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
Pasal 4 Banu Sa’idah sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
وبنو الحرث على ربعتهم يتعاقلون الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
Pasal 5 Banu Al-Hars sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
وبنوجشم علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
Pasal 6 Banu Jusyam sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
وبنو النجار علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
Pasal 7 Banu An-Najjar sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
وبنو عمرو بن عوف علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
Pasal 8 Banu ‘Amr bin ‘Awf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
وبنو النبيت علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
Pasal 9 Banu Al-Nabit sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
وبنو الاوس علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
Pasal 10 Banu Al-‘Aws sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
وان المؤمنين لايتركون مفرجا بينهم ان يعطوه بالمعروف فى فداء اوعقل
Pasal 11 Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang diantara mereka tetapi membantunya dengan baik dalam poembayaran tebusan atau diat
ولا يحالـف مؤمن مولى مؤمن دونه
Pasal 12 Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya tanpa persetujuan dari padanya
وان المؤمنين المتقين على من بغى منهم او ابتغى د سيعة ظلم اة اثم اوعدوان او فساد بين المؤمنين وان ايديهم عليه جميعا ولو كان ولد احدهم
Pasal 13 Orang-orang mukmin yang taqwa harus menentang orangyang diantara mereka mencari atau menuntut sesuatu secara zalim , jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka
ولا يقتل مؤمن مؤمنا فى كافر ولا ينصر كافرا على مؤمن
Pasal 14 Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran membunuh orang kafir. Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman
وان ذمة الله واحدة يحيد عليهم اد ناهم وان المؤمنين يعضهم موالي بعض دون الناس
Pasal 15 Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak bergantung kepada golongan lain
وانه من تبعنا من يهود فان له النصر والاسوة غير مظلومين ولا متناصر عليهم
Pasal 16 Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang olehnya
وان سلم المؤمنين واحدة لا يسالم مؤمن دون مؤمن في قتال في سبيل الله الا على سواء وعدل بينهم
Pasal 17 Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka
وان كل غازية غزت معنا يعقب بعضها بعضا
Pasal 18 Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu membahu satu sama lain
وان المؤمنين يبئ بعضهم على بعض بـمانال دماءهم فىسبيل الله وان المؤمنين والمتقين على احسن هدى واقومه
Pasal 19 Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus
وانه لايجير مشرك مالا لقر يش ولانفسا ولايحول دونه على مؤمن
Pasal 20 Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik) Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman
 وانه من اعتبط مؤمنا قتلا عن بينة فانه قودبه الا ان يرضى ولي المقتول وان المؤمنين عليه كافة ولايحل لهم الاقيام عليه
Pasal 21 Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela (menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya
 وانه لا يحل لمؤمن أقر بما فى هذه الصحيفة وآمن بالله واليوم الآخر ان ينصر محدثا ولا يـؤوية وانه من نصره او آواه فان عليه لعنة الله وغضبه يوم القيامة ولايـؤخذ منه صرف ولاعدل
Pasal 22 Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan
 وانكم مهما اختلفتم فيه من شيئ فان مرده الى الله عزوجل والى محمد صلى الله عليه وسلم
Pasal 23 Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla dan (keputusan) Muhammad SAW
 وان اليهود ينفقون مع المؤمنين ماد اموا محاربين
Pasal 24 Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan
 وان يهود بني عوف امة مع المؤمنين لليهود دينهم وللمسلمين دينهم مواليهم وانفسهم الا من ظلم واثم فانه لا يـوتخ الا نفسه واهل بيته
Pasal 25 Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga
 وان ليهود بنى النجار مثل ماليهود بنى عوف
Pasal 26 Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
 وان ليهود بنى الحرث مثل ماليهود بنى عوف
Pasal 27 Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
 وان ليهود بنى ساعدة مثل ماليهود بنى عوف
Pasal 28 Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
 وان ليهود بنى جشم مثل ماليهود بنى عوف
Pasal 29 Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
 وان ليهود بنى الاوس مثل ماليهود بنى عوف
Pasal 30 Kaum Yahudi Banu Al-‘Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
 وان ليهود بنى ثعلبة مثل ماليهود بنى عوف الامن ظلم واثم فانه لا يوتخ الانفسه واهل بيته
Pasal 31 Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
 وان جفنه بطن ثعلبه كأ نفسهم
Pasal 32 Kaum Yahudi Banu Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
 وان لبنى الشطيبة مثل ماليهود بنى عوف وان البر دون الاثم
Pasal 33 Kaum Yahudi Banu Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
 وان موالي ثعلبه كأنفسهم
Pasal 34 Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Banu Sa’labah)
 وان بطانة يهود كأنفسهم
Pasal 35 Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi)
 وانه لا يخرج احدمنهم الا باذن محمد صلىالله عليه وسلم وانه لا ينحجرعلى ثار جرح وانه من فتك فبنفسه فتك واهل بيته الا من ظلم وان الله على ابرهذا
Pasal 36 Tidak seorang pun dibenarkan (untuk berperang), kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi (menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesunggunya Allah sangat membenarkan ketentuan ini
 وان على اليهود نفقتهم وعلى المسلمين نفقتهم وان بينهم النصرعلى من حارب اهل هذه الصحيفة وان بينهم النصح والنصيحة والبر دون الاثم وانه لم يأثم امرؤ بـحليفه وان النصر للمظلوم
Pasal 37 Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi mauk muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu membantu dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasihat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya
 وان اليهود ينفقون مع المؤمنين مادا موا محاربين
Pasal 38 Kaum Yahudi memikul bersama mukiminin selama dalam peperangan
 وان يثرب حرام جوفهالاهل هذه الصحيفة
Pasal 39 Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam ini
 وان الجار كالنفس غير مضار ولااثم
Pasal 40 Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat
 وانه لا تجارحرمة الا باذن اهلها
Pasal 41 Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya
 وانه ما كان بين اهل هذه الصحيفة من حدث واشتجار يخاف فساده فان مرده الى الله عزوجل والى محمد صلىالله عليه وسلم وان الله على اتقى ما فى هذه الصحيفة وابره
Pasal 42 Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini
 وانه لاتجار قريش ولا من نصرها
Pasal 43 Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka
 وان بينهم النصر على من دهم يثرب
Pasal 44 Mereka (pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib
 واذا دعوا الى صلح يصالحونه (ويلبسونه) فانهم يصالحونه ويلبسونه وانهم اذا دعوا الى مثل ذلك فانه لهم علىالمؤمنين الا من حارب فى الدين على كل اناس حصتهم من جابنهم الذى قبلهم
Pasal 45 Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi perdamaian serta melaksankan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-masing sesuai tugasnya
 وان يهود الاوس مواليهم وانفسهم على مثل مالاهل هذه الصحيفة مع البر الحسن من اهل هذه الصحيفة وان البر دون الاثم
Pasal 46 Kaum Yahudi Al-‘Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah palingmembenarkan dan memandang baik isi piagam ini
ولا يكسب كاسب الاعلى نفسه وان الله على اصدق فى هذه الصحيفة وابره وانه لا يحول هذا الكتاب دون ظالم وآثم وانه من خرج آمن ومن قعد آمن بالمدينة الا من ظلم واثم وان الله جار لمن بر واتقى ومحمد رسول الله صلى الله عليه وسلم
Pasal 47 Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Rasulullah SAW






















BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.    Masyarakat madani pada prinsipnya memiliki multimakna, yaitu masyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparan, toleransi, berpotensi, aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsisten, memiliki perbandingan, mampu berkoordinasi, sederhana, sinkron, integral, mengakui emansipasi, dan hak asasi, namun yang paling dominant adalah masyarakat yang demokratis.
2.    Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer.
3.    Rasulullah yang baru tiba di Madinah, berikut sambutan masyarakat Madinah yang begitu antusias dengan kedatangan Rasul langsung melakukan konsolidasi dengan penduduk setempat. Dalam hal ini, Rasulullah sebagai seorang pemimpin, melihat secara jelas tiga tipologi masyarakat Madinah dalam perspektif keyakinan dan aliran kepercayaannya.
4.    Berdasarkan hasil telaahan penulis, ternyata term “masyarakat madani”      (المجتمع المدنى) memang tidak ditemukan dalam Alquran. Namun, ada dua kata kunci yang bisa menghampirkan pada konsep masyarakat madani itu sendiri, yakni term ummah dan term madīnah. Kedua term ini, menjadi nilai dasar dan nilai-nilai instrumental bagi terbentuknya masyarakat madani.
5.    Ciri-ciri masyarakat madani adalah sebagai berikut: 1) Menjunjung tinggi nilai; 2) Memiliki perabadan yang tinggi; 3) Mengedepankan kesederajatan dan transparansi; 4) Ruang publik yang bebas; 5) Supremasi hokum; 6) Keadilan social; dan 7) Partisipasi sosial






DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Warson al-Munawir. (1984). Kamus Al-Munawwir. Pustaka Progresif. Surabaya

Al-Bāqy, Muhammad Fu’ad ‘Abd.. (1992) al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāzh al-Qur’ān al-Karīm. Dar El Fikr. Beirut.

Departemen Agama RI, (1992). Alquran  dan Terjemahnya. Proyek Penggandaan Kitab Suci Alquran. Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1994). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet II, Balai Pustaka. Jakarta.

Ibnu Hisyam (Abu Muhammad Abdul malik). Tt. Siratun-Nabiy saw., juz II. Darl El Fikr. Beirut

Koentjaraningrat, (tt). Pengantar Antropologi. Cet. V. Aksara Baru. Jakarta.

Kuntowijoyo, (1997). Identitas Politik Umat Islam. Mizan. Bandung.

Mansur Hidayat. (2008). Ormas Keagamaan dalam Pemberdayaan Politik Masyarakat Madani. Jurnal Komunitas

Parker dan Anderson, (1964). Society its Organization and Operation. Toronto-London- New York; Mostrand co, Inc

Rahardjo, M. Dawam. (1996). Ensiklopedi Alquran ; Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci. Cet. I. Paramadina. Jakarta.

Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri. (2012). Ar-Rahiq al-Makhtum. Ummul Qura. Jakarta

Susanto, Astrid S. (1979).  Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Cet I. Bina Cipta. Bandung.


Syamsuddin, M. Din, (2002). Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani. Logos. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar