2.
PEMIKIRAN
2.1 TENTANG
ATOM
Demokritos dan gurunya, leukippos,
berpendapat bahwa atom adalah unsur-unsur yang membentuk realitas. Disini,
mereka setuju dengan ajaran Pluralisme, Empedokles dan Anaxagoras bahwa
realitas terdiri dari banyak unsure, bukan satu. Akan tetapi, bertentangan
dengan Empedokles dan Anaxagos, demokritos mengangga bahwa unsur- unsur
tersebut tidak dapat di bagi-bagi. Karena itulah, unsur-unsur tersebut diberi
nama atom ( bahasa yunani atomos : a berbarti “tidak” dan tomos berarti
“terbagi”).
Atom-atom tersebut merupakan
unsur-unsur terkecil yang membentuk realitas. Ukurannya begitu kecil sehingga
mata manusia tidak bisa melihatnya. Selain itu, atom juga tidak memiliki kualitas, seperti panas
atau manis. Hal itu pula yang membedakan dengan konsep zat-zat Empedokles dan
benih-benih dari Anaxagoras. Atom-atom tersebut berbeda satu dengan yang
lainnya melalui tiga hal:
a. Bentuknya
( seperti huruf A berbeda dengan huruf N).
b. Urutannya
( seperti AN berbeda dengan NA).
c. Posisinya
( huruf A berbeda dengan Z dalam urutan abjad).
Dengan demikian, atom memiliki kuantitas belaka,
termasuk juga massa. Jumlah atom yang membentuk realitas ini tidak berhingga.
Selain itu, atom juga dipandang sebagai tidak
dijadikan, tidak dapat dimusnahkan,dan tidak berubah. Yang terjadi pada atom
adalah gerak. Karena itu, Demokritus menyatakan bahwa “ prinsip dasar alam
semesta adalah atom-atom dan kekosongan”. Jika ada ruang kosong, maka atom-
atom itu dapat bergerak. Demokritus membandingkan gerak atom dengan situasi
ketika sinar matahari memasuki kamar yang gelap gulita melalui retak-retak
jendela. Disitu terlihat bagaimana debu bergerak kesemua jurusan, walaupun
tidak ada angin yang menyebabkan bergerak. Dengan demikian, tidak diperlukan
prinsip lain untuk membuat atom-atom itu bergerak, seperti prinsio “ cinta “
dan “ benci ” menurut Empedokles. Adanya ruang kosong sudah cukup membuat
atom-atom itu bergerak.
2.3 Tentang Dunia
Dunia dan
seluruh realitas tercipta karena atom-atom yang berbeda bentuk saling mengait
satu sama lain. Atom-atom yang berkaitan itu kemudian mulai bergerak berputar,
dan makin lama makin banyak atom yang ikut ambil bagian dari gerak tersebut.
Kumpulan atom yang lebih besar tinggal di pusat gerak tersebut sedangkan
kumpulan atom yang lebih halus dilontarkan ke ujungnya. Demikian dunia
terbentuk.
2.2 Tentang Manusi
Tentang
manusia, Demokritos berpandangan bahwa manusia juga terdiri dari atom-atom jiwa
manusia digambarkan sebagai atom-atom halus. Atom-atom ini digerakan oleh
gambaran-gambaran kecil atas suatu benda yang disebut eidola. Dengan demikian muncul kesan-kesan indrawi atas benda-benda
tersebut.
2.3 Tentang
pengenalan
Sebelumnya
telah dikatakan bahwa setiap benda, yang tersusun atas atom-atom, mengeluarkan
gambaran-gambran kecil yang disebut eidola.
Gambaran-gambaran inilah yang masuk ke panca indra manusia dan di salurkan
kejiwa. Manusia dapat melihat karena gambaran-gambaran kecil tersebut
bersentuhan dengan atom-atom jiwa. Proses semacam ini berlaku bagi semua jenis
pengenalan indra lainnya.
Lalu
bagaimana dengan kualitas yang diterima oleh indra manusia, seperti pahit,
manis, warna, dan sebagainya? Menurut Demokritos atom-atom tersebut tidak
memiliki kualitas, jadi darimana kualitas-kualitas seperti itu dirasakan oleh
manusia? Menurut Demokratos, kualitas-kualitas seperti itu dihasilkan adanya
kontak antara atom-atom tertentu dengan yang lainnya. Misalnya saja, manusia
merasakan manis karena atom jiwa bersentuhan dengan atom-atom yang licin.
Kemudian manusia merasakan pahit bila jiwa bersentuhan dengan atom-atom yang
kasar. Rasa panas didapatkan karena jiwa bersentuhan dengan atom-atom yang
bergerak dengan kecepatan tinggi.
Dengan
demikian, Demokritos menyimpulkan bahwa kualitas-kualitas itu hanya dirasakan
oleh subyek dan bukan keadaan benda yang sebenarnya. karena itulah, Demokritos
menyatakan bahwa manusia tidak dapat mengenali hakikat sejati suatu benda. yang
dapat di amati hanyalah gejala atau penampakan benda tersebut Demokritos
mengatakan:
“ Tentunya akan menjadi jelas. Ada satu
masalah yang ttidak dapat dipecahkan. Yakni bagaimana keadaan setiap benda
dalam kenyataan yang sesungguhnya, kita sama sekali tidak tahu sebab kebenaran
terletak didasar jurang yang dalam.”
2.4 Etika
Menurut
Demokritos, nilai tertinggi di dalam hidup manusia adalah keadaan batin yang
sempurna ( euthymia ). Hal itu dapat
dicapai bila manusia menyeimbangkan semua faktor di dalam kehidupa. Kesenangan,
dan kesusahan, kenikmatan dan pantangan. Yang bertugas mengusahakan
keseimbangan ini adalah rasio.
Zaman
Patristik dan Skolastik ( 300 M- 1500 M)
1.
Zaman Patristik (Para Bapa Gereja)
Pemikiran
filsafat para Bapa Gereja Katolik mengandung unsure neo-platonisme. Para Bapa
Gereja berusaha keras untuk menyoroti
pokok-pokok iman kristiani dari sudut pengertian dan akalbudi. Memberinya
infra struktur rasional, dan dengan cara itu membuat pembelaan yang nalar atas
aneka serangan. Pada dasarnya Alloh menjadi pokok pembahasan utama, hakekat
manusia Yesus Kristus dan manusia pada umumnya dijelaskan berdasarkan
pembahasan tentang Allah. Ditegaskan, terutama oleh Agustinus (354-430 M) bahwa
manusia tidak sanggup mencapai kebenaran tanpa terang ( lumens) dari Allah.
Meskipun demikian dalam diri manusia sudah tertanam benih kebenaran ( yang
adalah pantulah Allah sendiri). Benih itu memungkinkannya menguak kebenaran.
Sebagai ciptaan, manusia merupakan jejak Allah yang istimewa “ imago Dei”
(citra Allah), dalam arti itu manusia sungguh mamantulkan siapa Allah itu
dengan cara lebih jelas dari pada segala ciptaan lainnya.
“ Tuhan, engkau
lebih tinggi daripada yang lebih tinggi dalam diriku, dan lebih dalam daripada
yang paling dalam batinku”. Itu ungkapan Agustinus tentang pengalaman manusia
mengenai transendensi dan imanensi Allah dalam satu rumusa. Dalam zaman ini
pokok-pokok iman kristiani dinyatakan dalam syahadat
iaman rasui (teks “Aku Percaya” yang
panjang ). Didalamnya dituangkan rumusan ketat pokok-pokok iman, termasuk
tentang trinitas tentu saja dalam kategori pemikiran filsafat pada waktu itu
dan dengan bahan dari al-kitab.
Agustinus
menerima penafsiran metaforis atau figuratife atas kitab kejadian, yang
menyatakan bahwa alam semesta diciptakan creation
ex nihilo dalam 6 hari, dan pada hari ke 7 Allah beristirahat sesudah
melihat semua itu baik adanya. “ Allah tidak ingin mengajar kepada manusia
hal-hal yang tidak relevan bagi keselamatan mereka”. Penciptaan bukanlah suatu
peristiwa dalam waktu, namun waktu diciptakan bersama dengan dunia penciptaan
adalah tindakan tanpa dimensi waktu yang melaluinya waktu menjadi ada, dan
tindakan kontinu yang melaluinya Allah memelihara dunia. Istilah ex nihilo tidak
berarti bahwa tidak itu merupakan semacam materi, seperti patung dibuat dari
perunggu, namun hanya berarti “tidak terjadi dari sesutau yang sudah ada”.
Hakikat alam ciptaan ialah menerima seluruh adanya dari yang lain, yaitu sang
Khalaik. Alam ciptaan adalah ketergantungan dunia kepada Tuhan.
Disini tidak
disinggung persoalan, apakah penciptaan itu terjadi dalam waktu, atau terjadi
pada suatu ketika atau sudah ada sejak zaman kelanggengan. Para ahli filsafat
pada umumnya sependapat bahwa a prioprikita tidak dapat memastikan mana yang
terjadi.Menciptakan,sebagai tindakan aktif,di pandang dari sudut
Tuhan,merupakan cetusan kehendak-Nya yang beri]sifat langgeng, karena segala
sesuatu dalam tuhan adalah langgeng. Tetapi dipandang dari sudut ciptaan, secara
pasif, ketergantungan, terciptanya itu dapat terjadi dalam arus waktu, atau
diluarnya, sejak zaman kelanggengan. Jadi, kelirulah jika dibayangkan bahwa
tuhan suatu ketika menciptakan alam dunia lalu mengundurkan diri. Andaikata
tuhan seolah-olah beristirahat, maka buah ciptaan runtuh kembali ke nihilum,
ketiadaan. Dunia terus menerus tergantung kepada tuhan ( creatio dan sekaligus
conservation).
Ketika ditanya
mengenai apa yang dilakukan Allah sebelum menciptakan dunia, Agustinus menjawab
tidak ada artinya bertanya mengenai itu, karena tidak ada waktu sebelum
menciptakan tersebut.
1. Zaman Skolatik
Saya
membagi zaman skolantik dalam 2 tahap :
1.
Zaman skolatik
timur, yang siwarnai situasi dalam komunitas islam ditimur tengah, abad 8 – 12
M dan
2.
Zaman skolatik barat,
abad 13 – 15 M, yang diwarnai oleh perkembangan di eropa (termasuk jazirah
spanyol ).
Secara
sederhana, dalam zama patristik, “ filsafat teologi”, dengan tanda dapat dibaca
sebagai “identik dengan”, “ sama sebangun dengan”, “praktis tidak berbeda dengan”.
Semetara dalam periode skolantik timur, terdapat berbagai interpretasi atas
simbul dalam rumusan “filsafat teologi”, dalam periode skolantik barat tidak
ada keraguan tentang mana simbul dalam rumusan “filsafat teologi”.
Zaman Skolantik dan Abad Pertengahan
Sebutan
skolastik mengungkapkan, bahwa ilmu pengetahuan abad pertengahan yang
diusahakan oleh sekolah-sekolah, dan ilmu tersebut terikat pada tuntutan
pengajaran di sekolah-sekolah itu, semula skolastik timbul di biara-biara
tertua di Gallia selatan, tempat pengungsian ketika ada perpindahan
bangsa-bangsa. Sebab di situlah tersimpan hasil-hasil karya para tokoh kuna dan
para penulis kristiani. Dan biara-biara Gallia selatan itu kemudian skolastik
timbul disekolah-sekolah kapitel, yaitu sekolah-sekolah yang dikaitkan dengan
gereja. Sifat filsafat skolastik adalah pengetahuan yang di gali dari buku-buku
diberi tekanan berat. Jagad raya memang dipelajari, akan tetapi bukan dengan
penelitiannya, melainkan dengan menanyakan kepada pendapat para filsuf yunani
tentang jagad raya itu. Ada yang mengatakan juga bahwa skolastik itu filsafat
yang berdasarkan atas agama atau kepercayaan. Abad ke-5 sampai abad ke-9
terjadi perpindahan bangsa-bangsa. Suku
bangsa Hun pindah dari Asia ke Eropa. Bangsa Jerman pindah-pindah melewati
perbatasan kerajaan Romawi, dan begitu seterusnya. Eropa kacau balau.
Perkembangan teologi dan filsafat tidak begitu besar. Nama seperti Boethius
(480-534) dan Alcuinus berasal dari masa ini. Baru pada akhir abad ke-9 muncul
nama-nama yang mempengaruhi teologi dan filsafat seperti:
1.
Johanes Scotus
Eriugena (810-877),
2.
Anselmun dari
Canterbury (1033-1109),
3.
Petrus Abeladrus
(1079-1142),
4.
Ibn Sina
(980-1073) orang Arab dengan nama latin Avicenna,
5.
Ibn Rushd
(1126-1198) juga orang Arab nama latin Averroes,
6.
Moses Maimodes
(1135-1240) orang Yahudi,
7.
Bonaventura
(1221-1274),
8.
Albertus Agung
(1205-1280),
9.
Thomas Aquinas
(1225-1274).
Ia
adalah yang paling terkenal, Thomas Aquinas sangat terpengaruh oleh filsafat
Aristoteles. Orang katolik terima Thomas Aquinas sebagai Bpak Gereja. Orang
protestan banyak menolak argument-argumen Thomas yang terlalu terpengaruh oleh
Aristoteles sehingga kadang-kadang menyimpang dari exegese yang sehat dari
Alkitab.
Disini
ditekankan bahwa teologi dan filsafat saling mempengaruhi walaupun ada
peringatan dari Tertulianus akan bahayanya pengaruh filsafat non-kristen pada
imam kristiani. Kalau pada zaman patristic pengaruh Plato yang terasa sangat
dominan. Zaman skolastik terbagi menjadi 2 tahapsebagai berikut:
1.
Zaman skolastik timur,
yang diwarnai situasi dalam komunitas islam di Timur Tengah abad ke 8-12 M,
2.
Zaman skolastik
barat, abad ke 12-15 M, yang diwarnai oleh perkembangan di Eropa(termasuk
jazirah spanyol).
Secara sederhana
dalam zaman patristik filsafat teologi dengan tanda dapat dibaca sebagai “
identik dengan”, “sama sebangun dengan”, “praktis tidak berbeda dengan”.
Sementara dalam periode skolastik timur, terdapat berbagai interpretasi atau
simbul dalam rumusan filsafat teologi, dalam periode skolastik Barat tidak ada
keraguan tentang makna simbul dalam rumusan filsafat teologi.
1.
Periode
Skolastik Timur
Abad ke- 5
sampai abad ke-9 Eropa penuh kericuhan oleh perpindahan suku-suku bangsa dari
Utara. Pemikiran filsafati praktis tidak ada, sebaliknya di Timur Tengah, sejak
munculnya agama islam dan munculnya peradaban baru yang bercorak islam, ada
perhatian besar kepada karya-karya filsuf Yunani. Itu bukan tanpa alasan, pada
awal abad ke-8 krisis kepemimpinan melanda Timur Tengah, amanat Nabi seperti
terancam untuk menjadi pudar dan dalam situasi tak menentu itu dikalangan pada
mukmin muncullah deretan panjang ahli pikir yang ingin berbuat Sesutu,
berpangkal pada pengguna akal dan azas-azas rasional, dan menyelamatkan islam.
a)
Mazhab
Mu’tazila (725-850-1025 M)
Meminjam konsep-konsep
pemikiran Yunani dan melihat akal sebagai pendukung iman. Pengakuan akal
sebagai sumber pengetahuan ( selain sumber wahyu) mendorong penelitian tentang
manusia (kodrat, martabat dan tabiatnya). Mengikuti etika Aristoteles, karena
akal membuat manusia mampu membedakan baik dan buruk. Maka berbuat baik adalah
wajib. Pemimpin harus mewajibkan umatnya
berbuat baik, masing-masing warga menjauhkan diri dari perbuatan tercela.
Daripadanya dijabarkan hubungan antar manusia dan antar bangsa, dan hak azasi (kemauan
bebas) manusia. Pandangan in cocok dengan Al-Qur’an (surah 3 ayat 110): “amr
bil-a’ruf wa’l nahy an’almunkar”
Mazhab mu’tazila
ada pada pendapat bahwa Al-Qur’an tercipta, artinya “dirumuskan oleh manusia,
dengan latar belakang tempat dan zaman yang khusus”. Maka para Mu’tazila
membaca A-Qur’an dengan kacamata rasionalis.
b)
Mazhab
Falsafah Pertama (830-1037 M)
Berhaluan
Neoplatonis dan Aristoteles, kata “falsafah” dipakai untuk mengartikan filsafat
Hellenis dalam kosakata bahasa Arab, ahli fikirnya disebut “faylasuf” (falasifa
yaitu jamak), ada empat tokoh bedar yaitu:
1.
Al-Kindi
(800-870 M),
2.
Al-Razi (865-925
M),
3.
Al-Farabi
(872-950 M),
4.
Ibn Sina
(980-1037).
Menggumuli
masalah klasik “perbedaan antara dhat dan wujud” (distinction realis inter
essentiam et existentiam). Mereka ada pada pendapat, bahwa akal adalah
pendamping iman. Al-Razi menolak ijazu’l Qur’an tulis Al-Razi “ Tuhan member
kepada manusia akal sebagai anugrah terbesar. Dengan akal kita mengetahui
segala apa yang bermanfa’at bagi kita dan yangdapat memperbaiki hidup kita.
Berkat akal itu kita mengetahui hal yang tersembunyi dan apa yang terjadi.
Dengan akal kita mengenal Tuhan, ilmu tertinggi bagi manusia. Akal itu
menghakimi segala-galanya, dan tidak boleh dihakimi oleh sesuatu yang lain. Kelakuan
kita harus ditentukan oleh akal semata-mata.”
c)
Mazhab pemikiran yang ketiga
disebut kalam Ashari
Berpusat di Bgdad, dan bercorak atomisme ( yang dicetuskan pertama kali
oleh Democritus 370 SM) dan bergumul dengan soal sebab musabab, kebebasan
manusia, dan keEsaan Tuhan. Para tokohnya:
1. Al-Ash’ari (873-935 M),
2. Al-Baqillani (?-1035),
3. Al-Ghajali (1065-1111 M).
Pandangan yang bercorak atomistis berpangkal pada pendapat bahwa
peristiwa alam dan perbuatan manusia tidak lain daripada kesempatan atau tanda
penciptaan langsung dari tuhan. Daya alam serta hubungan wajib sebab-akibat
dalam penciptaan itu tidak ada. Segala sesuatu terjadi oleh campur tangan
Al-khaliq. “ tiada yang tersembunyi daripada-Nya seberat diharapkan”.
(Al-Qur’an surat 34 ayat 3). Tapi kejadian terdiri atas deretan terputus-putus
atom-atom, tanpa ada hubungan kausal. “ kami menyangka bahwa makan dan minum
menyebabkan kenyang.” Yang ada hanya monokausalitas mutlak illahi. Apabila
tampak sesuatu akibat dari suatu tindakan, maka itu hanya semu, karena Allah
menghendaki hal itu. Tuhan Maha Kuasa dan mendalangi setiap kegiatan insane.
Manusia tidak memiliki kehendak bebas, yang bebas itu hanya semu saja. Manusia
hanya boneka atau wayang dalam pergelaran semalam suntuk. “bila manusia
bertindak baik, itulah ditentukan Allah sesuai Rahmat-Nya , bila dia berbuat
jahat itu dikehendaki Allah sesuai keadilan-Nya.
Dalam “At-Tahafut Al-Filasifah” Al-Ghazali membuat sistematisasi atas
filsafat dalam 20 dalil dan membuat kajian dan bantahan keras atas tiap-tiap
dalil itu. Empat dari 20 dalil diberi nilai kufurat. Ilmu sebagai pengetahuan
sesuatu melalui sebab-sebabnya dimungkiri. Seluruh pengetahuan ilmiah adalah
sia-sia. Secara singkat “al-aql laysa lahu fi’l-shar’ majal” untuk akal tiada
tempat dalam agama.
d)
Jauh dari pusat Khilafh
Abbasiyah di Timur Tengah
Dikawasan yang dikenal sebagai MaghribAl-Aqsa (barat jauh: Afrika Barat
Laut, Jazirah Andalusia, yaitu spanyol sekarang). Berkembanglah pusat islam
dalam kesenian, ilmu pengetahuan dan filsafat. Ibn Bajjah (1100-1138 M), Ibn
Tufail (?-1185), dan Ibn Rushd (“Averroes”) (1126-1198 M). merupakan 3 filsuf
utama dalam perioda filsafat kedua (1100-1195 M).
Ciri para filsuf ini pada umumnya menolak haluan anti-rasional
Al-Ghazali. Ibn Bajjah menegaskan adalah tugas seorang filsuf untuk
meningkatkan martabat hidupnya dengan merenungkan kenyataan rohanu sampai akhir
hayat. Akal adalah hal yang paling berharga yang dikaruniakan Tuhan kepada
abdi-Nya yang setia.
Ibn Tufayl terkenal oleh buku roman filsafi yang berjudul Risalat HAYY IBN YAQZAN fi asrar
al-himah al-mashiriyyah.
Ibn Rushd dikenal oleh 3 kelompok karyanya: tafsir atas Aristoteles,
karangan polemis ( tentang karya-karya filsafat dikawasan timur) dan karangan
apologetic ( yang membela Islam dari ancaman dari dalam). Tahafut al-tahafut merupakan serangan frontal atas al-tahafut al-filasifah al- Ghazali. Menolak pandangan al-Ghazali, ditegaskannya bahwa ilmu
secara esensial adalah pengetahuan sesuatu berdasarkan sebabnya. Kita
menanggapi hubungan sebab-akibat dengan panca indra, dan memahaminya sebagai
nyata dengan akal. Dengan akibat atau setiap perubahan diciptakan secara
langsung oleh iradat ilahi tanpa pengantaraan sebab tercipta (wasa’ith),
seluruh dunia dimerosotkan menjadi kaos dan irasional, tanpa tata tertib, tanpa
nizam atau inayah. Itu bertentangan dengan akal sehat dan menentang wahyu
Qur’an yang melukiskan dunia sebagai karya teratur Allah yang Maha Bijaksana.
Karya Apologetisnya (2 buku yang ditulis pada tahun 1179 M) juga
membela hak hidup filsafat dalam islam, baik sebagai ilmu otonom, maupun
sebagai ilmu bantu dalam teologi. Rushd melihat filsafat sebagai sahabat
al-ashar’at w’ahat al-ruzdat, teman teologi ibarat saudari sesusuan. Filsafat
diwajibkan oleh Al- Qur’an agar manusia dapat memuji karya Tuhan didunia ini
(antara lain surah 3 ayat 188, surah 6 ayat 78, surah 7 ayat 184, surah 59 ayat
2, dan surah 88 ayat 17 ). Bila studi hokum (fiqh) tidak di sertai filsafat,
fiqh membuat budi sempit dan memalsukan agama.
Pengaruh Ibn Rushd sang filsuf dari Cordova itu terhadap alam pikiran
islam selanjutnya mungkin tidak seberapa, dia bahkan dikatakan hanya mewariskan
sekeranjang buku seberat sosok mayatnya. Tetapi naskahnya populer di
Eropa,khususnya dilingkungan kampus Universitas Paris dan menyebar dari sana.
Dengan karyanya, Aristoteles yang dijuluki “sang filsuf” diperkenalkan mutiara
pemikirannya oleh Ibn Rushd yang oleh karena itu mendapat julukan “sang
komentator”. Sebagai akibatnya, obor perenungan filsuf Yunani, seperti diarak
melalui Timur Tengah ke Barat jauh oleh para filsuf muslim (yang sering hidup
menderita), dan dengan itu diestafetkan kepada para filsuf Eropa (Barat) dan
keseluruh dunia. Itulah sumbangan berharga para filsuf muslim dalam khazanah
perenungan tak kunjung henti manusia dalam menemukan jati diri dan realitas di
sekelilingnya.
2.
Periode Skolastik Barat
Awal abad 13
ditandai dengan 3 hal penting
1. Berdirinya Universitas-universitas,
2. Munculnya ordo-ordo kebiaraan baru
(Fransiskan dan Dominikan),
3. Diketemukannya filsafat Yunani, melalui
komentar Ibn Rushd, yang dipelajari, dikritik dan diteliti dengan cermat oleh
Thomas Aquinas (1225-1274 M).
Tema filsafat periode ini adalah hubungan akal budi dan iman, adanya
dan hakekat Tuhan,antropologi, etika dan politik.
Otonomi filsafat yang bertumpu
pada akal, yang merupakan salah satu kodrat manusia dipertahankan. Menurut
Aquinas, akal memampukan manusia mengenali kebenaran dalam kawasannya yang
alamiah. Sebaliknya teologi memerlukan wahyu adikodrati. Berkat wahyu
adikodrati itu teologi dapat mencapai kebenaran yang bersifat misteri dalam
arti ketat (misalnya misteri tentang trinitas, inkarnasi, sakramen). Karena itu
teologi memerlukan iman, karena hanya dapat dijelaskan dan diterima dalam iman.
Dengan iman yang meruoakan sikap penerimaan total manusia atas wibawa Allah,
manusia mampu mencapai pengetahuan yang mengatasi akal. Meski akal tidak dapat
menemukan (menguak) misteri, akal dapat meratakan jalan menuju misteri
(prae-ambulum fidei).
Dengan ini Thomas Aquinas
menegaskan adanya dua pengetahuan yang tidak perlu bertentangan atau
dipertentangkan tetapi berdiri sendiri berdampingan. Pengetahuan alamiah (yang
berpangkal pada akal budi ) dan pengetahuan iman (yang bersumber pada kitab
suci san tradisi keagamaan) adalah Wihelm Dilthey (1839-1911) yang akhirnya
membedakan dengan tegas “Geisteswissenschften” sama dengan “Human Science” dari
“naturwisensshaften” sama dengan “natural science”, sementara Max Weber
membedakan “erklaeren” sebagai cirri-ciri ilmu alam dari “verstehen” yang
merupakan cirri khas ilmu-ilmu kemanusiaan.
Filsafat Eksistensialisme
Aliran filsafat
eksistensialisme adalah filsafat yang pemahamannya berpusat pada manusia atau
individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas, tanpa mendalami
nilai kebenaran sesuatu. Sebenarnya bukannya tidak mendalami atau mengetahui
mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar
bahwa kebenaran itu relative, maka masing-masing individu bebas menentukan
sesuatu mereka anggap benar.
Eksistensialisme adalah
salah satu aliran besar tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme mempersoalkan
keberadaan manusia, dan keberadaan itu dihadirkan leewat kebebasan. Pertanyaan
utamayang berhubungan dengan eksistensialisme adalah selalu persoalan
kebebasan. Apakah kebebasan itu? Bagaimana manusia yang bebas? Dan sesuai
dengan ide utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah
bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri.
Filsafat eksistensialisme
hadir lewat Jean Paul Sartre (versi pembelajaran filsafat di sekolahan) . Sartre dengan diktumnya “human is condemned to be free” , manusia dikutuk untuk bebas. Maka dengan kebebasan itulah kemudian
manusia bertindak. Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai derivasi
kebebasan eksistensialis adalah sejauh mana kebebasan tersebut bebas? Atau
dalam istilah orde baru apakah eksistensialisme mengenal kebebasan yang
bertanggung jawab? Bagi eksistensialis ketika kebebasan adalah satu-satunya
universalitas manusia, maka batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah
kebebasan individu lain. Namun, bapak filsafat eksistensialisme ini adalah
Soren Aabye Kierkegaard dialah yang pertama kali mencetuskan filsafat
eksistensialisme kemudian diturunkan kepada Sartre walaupun akhirnya Sarte
lebih banyak dikenal dalam studi filsafat eksistensialisme karena
karya-karyanyanya.
Namun menjadi
eksistensialis, bukan melulu harus menjadi seorang yang lain daripada yang
lain, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali
manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang unik ataupun yang unik ataupun yang
baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas
dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggungjawabnya dimasa depan adalah
inti dari eksistenistensialisme.
Soren Aabye Kierkegaard
Soren Aabye Kierkegaard
lahir di Kopenhagen, Denmark 5 Mei 1813 dan meninggal di Kopenhagen Denmark 11
November 1855 pada umur 42 tahun. Dia adalah seorang filsafat dan teolog abad
ke-19. Kierkegaard sendiri melihat dirinya sebagai seseorang yang religious dan
seorang anti filsuf, tetapi sekarang ia dianggap sebagai bapaknya filsafat
eksistensialisme. Kierkegaard menjembatani jurang yang ada antara filsafat
Hegelian dan apa yang kemudian menjadi eksistensialisme. Kierkegaard tertama
adalah seorang kritikus Hegel pada masanya dan apa yang dilihatnya sebagai
formalitas hampa dari Gereja Denmark. Filsafatnya merupakan sebuah reaksi
terhadap Dialektika Hegel. Banyak dari karya-karya Kierkegaard membahas
masalah-masalah agama seperti misalnya hakikat iman, lembaga Gereja Kristen,
etika dan teologi Kristen, dan
emosi derta perasaan individu ketika diperhadapkan dengan pilihan-pilihan
eksistensial. Karena itu, karya Kierkegaard kadang-kadang digambarkan sebagai
eksistensialisme Kristen dan psikologi eksistensial. Karena ia menulis kebanyakan
karya awalnya dengan menggunakan berbagai nama samara, yang sering kali
mengomentari dan mengkritik karya-karyanya yang lain yang ditulis dengan
menggunakan nama samara lain, sangatlah sulit untuk mebedakan antara apa yang
benar-benar diyakini oleh Kierkegaard dengan apa yang dikemukannya berbagai
argument dari posisi seorang pseudo pengarang. Ludwig Wittgenstein berpendapat
bahwa Kierkegaard sejauh ini adalah pemikir yang paling mendalam dari abad
ke-19.
Pemikir
Kierkegaard
Pemikiran
Kierkegaard sebagai kritik atas Hegel, menekankan pada aspek subjektivisme.
Mengingat seluruhnya pada dasarnya adalah manifestasi dari apa yang disebut
Hegel sebagai fenomenologi roh maka individu manusia direduksi menjadi kawanan.
Hal ini akan melenyapkan individu dari tanggung jawab pribadinya secara etis
bahkan juga melenyapkan eksistensi individu didalam kerumunan kawan. Penekanan
pada eksistensi individu inilah yang menjadikan Kierkegaard dianggap sebagai
bapak eksistensialismng dipopulerkan oleh Sartre kelak.
Pemikiran
lain yang menarik adalah sebuah dialeksasi eksistensialis yang menggambarkan
religiusitas manusia dari apa yang disebutnya tahap estesis, tahap estesis
hingga tahap religious. Tahap pertama adalah tahap estesis yaitu ketika menusia
berkesistensi berdasarkan prinsip kesenangan indraei, sebagaimana arti kata
estesis yang bermakna mengindra. Tokoh dalam peradaban barat yang menjadi
contoh adalah Don Juan yang memburu kesenangan.
Tahapan
kedua dicapai dengan satu lompatan menuju tahap dimana manusia bereksistensi
dengan pertimbangan moral universal dalam kerangka benar dan salah. Tokoh yang
dapat dijadikan contoh adalah Socrates yang mengorbankan dirinya demi prinsip
moral universal. Tahap terakhir adalah tahap keimanan puncak yang tidak dapat
dinilai dengan penilaiaan moral universal namun menemui sifat paradox keimanan.
Tokoh
yang dijadikan teladan adalah Ibrahim atau Abraham dalam kisah penyembelihan
anaknya (Ishak dalam agama Kristen dan Ismail salam agama islam ) yang
tindakannya tersebut, sebagai manifestasi dari keimananya, tidak dapat dinilai
dengan penilaian moral universal. Sebuah tindakan yang mengandung dasar paradox
karena di satu sisi Ibrahim menyerahkan diri sepenuhnya, dan kehilangan
segala-galanya, dengan gerakan imannya dan di sisi lain secara bersamaan, dia
mendapatkan segalanya dengan cara yang baru. Sebuah kegilaan Ilahi, sesuatu
yang tidak dikutuk tapi justru dianjurkan oleh Kierkegaard yang akan tampak
absurd apabila dimasukkan ke dalam kategori moral universal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar