BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia secara
bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa arabnya, yang berasal dari kata
nasiya yang berarti lupa dan jika dilihat dari kata dasar al-uns yang berarti
jinak. Kata insane dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki
sifat lupa dan jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan
yang baru disekitarnya. Manusia cara keberadaannya yang sekaligus membedakannya
secara nyata dengan mahluk yang lain. Seperti dalam kenyataan mahluk yang
berjalan diatas dua kaki, kemampuan berfikir dan berfikir tersebut yang menentukan
manusia hakekat manusia. Manusia juga memiliki karya yang dihasilkan sehingga berbeda
dengan mahluk yang lain. Manusia dalam memiliki karya dapat dilihat dalam seting
sejarah dan seting psikologis situasi emosional dan intelektual yang melatar belakangi
karyanya.
Dari karya yang
dibuat manusia tersebut menjadikan ia sebagai mahluk yang menciptakan sejarah.
Manusia juga dapat dilihat dari sisi dalam pendekatan teologis, dalam pandangan
ini melengkapi dari pandangan yang sesudahnya dengan melengkapi sisi
trasendensi dikarenakan pemahaman lebih bersifat fundamental. Pengetahuan
pencipta tentang ciptaannya jauh lebih lengkap dari pada pengetahuan ciptaan
tentang dirinya. (Musa Asy’ari, Filsafat
Islam, 1999).
Berbicara
tentang manusia, maka yang
tergambar dalam fikiran adalah berbagai macam persfektif, ada yang mengatakan
manusia adalah hewan rasional (animal rasional) dan pendapat ini diyakini oleh
para filosof. Sedangkan yang lain menilai manusia sebagai animal simbolik adalah
pernyatakan tersebut dikarenakan manusia mengkomunikasikan bahasa melalui
simbol-simbol dan manusia menafsirkan simbol-simbol tersebut. Ada yang lain
menilai tentang manusia adalah sebagai homo feber dimana manusia adalah hewan
yang melakukan pekerjaan dan dapat gila terhadap kerja. Manusia memang sebagai
mahluk yang aneh dikarenakan disatu pihak ia merupakan “mahluk alami”, seperti
binatang ia memerlukan alam untuk hidup. Dipihak lain ia berhadapan dengan alam
sebagai sesuatu yang asing ia harus menyesuaikan alam sesuai dengan kebutuh-kebutuhannya.
Manusia dapat disebut sebagai homo sapiens, manusia arif memiliki akalbudi dan
mengungguli mahluk yang lain. Manusai juga dikatakan sebagai homo faber
haltersebut dikarenakan manusia tukang yang menggunakan alat-alat dan
menciptakannya. Salahsatu bagian yang lain manusia juga disebut sebagai homo
ludens (mahluk yang senang bermain). Manusia dalam bermaian memiliki ciri
khasnya dalam suatu kebudayaan bersifat fun. Fun disini merupakan kombinasi
lucu dan menyenangkan. Permaianan dalam sejarahnya juga digunakan
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latarbelakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah:
1. Apa hubungan manusia dan ilmu pengetahuan?
2. Bagaimana eksistensi pengetahuan manusia?
3. Bagaimana filsafat tentang eksistensi?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan ditulisnya makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian tasawuf irfani.
2. Mengetahui tokoh-tokoh dan paham dari aliran tasawuf irfani.
D.
Metode
Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini metode
penulisan yang kami gunakan adalah metode kepustakaan, dengan mencari
bahan-bahan materi dari berbagai sumber, baik media cetak ataupun dari
kajian-kajian Islam multi media.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Manusia dan Ilmu Pengetahuan
Sebagai makhluk yang paling sempurna
diantara makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya, manusia diberi oleh Tuhan beberapa
kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya yaitu akal dan daya nalar.
Kemampuan manusia untuk berpikir dan bernalar itu dimungkinkan pada manusia
karena ia memiliki susunan otak yang paling sempurna dibandingkan dengan otak
berbagai jenis makhluk hidup lainnya.
Oleh karena itu, dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu terus
berusaha untuk menambah dan mengumpulkan llmu pengetahuannya. Ilmu pengetahuan
yang didapatkan adalah untuk memelihara bumi ini dari segala kerusakan, karena
manusia diutus untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Manusia mendapatkan
ilmu pengetahuan dari pengalaman yang didapatkannya ( empiris ) dan juga logika
yang mereka miliki (rasional) dari pengalaman tersebut manusia terus-terusan
mengolahnya dengan cara berpikir sehingga menghasilkan suatu ilmu pengetahuan.
Manusia yang cerdas akan mampu menggali kumpulan pengetahuan yang diperlukan
untuk mengelola muka bumi ini. Namun, tidak selamanya pengetahuan yang
diperoleh manusia ini bermanfaat, ada juga pengetahuan yang ternyata
menimbulkan suatu permasalahan ataupun mudarat.
Di dalam
Islam, orang-orang yang berilmu dan beriman akan mendapat martabat yang tinggi
di sisi Allah swt, kekayaan terbesar dalam islam adalah pengetahuan dan hikmah
maka doa yang dimintakan Allah agar kita mohonkan kepada-Nya ialah untuk
menambah pengetahuan. Oleh karena itu, dalam Islam menuntut ilmu hukumnya wajib
sehingga dapat menyebarluaskan ilmu tersebut kepada orang lain. Di dalam hidup
agar dapat membuat keputusan yang benar juga harus diiringi dengan pengetahuan
sehingga terwujud kehidupan yang baik. Pengelolaan sumber daya alam juga harus
diiringi dengan pengetahuan yang memadai untuk pemanfaatan yang benar dan
sebagai pengelola bumi yang baik harus tak henti-hentinya belajar, karena ilmu
pengetahuan itu berubah. Ada yang ternyata salah dan harus di buang dan ada pula
yang harus ditambahkan.
Kemampuan
manusia dalam mengembangkan pengetahuan tidak lepas dari kemampuan menalar.
Manusia satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara
sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai
pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas hanya untuk kelangsungan hidupnya
(survival). Manusia mengembangkan
pengetahuan bukan hanya sekadar untuk
kelangsungan hidup, tetapi dengan memikirkan hal-hal baru; manusia
mengembangkan kebudayaan, manusia member makna pada kehidupan, dengan kata lain
semua itu pada hakikatnya menyimpulkan bahwa manusia itu dalam hidupnya
mempunyai tujuan yang lebih tinggi dari sekadar kelangsungan hidupnya. Inilah
yang menyebabkan manusia mengembangkan pengetahuannya dan mendorong manusia
menjadi makhluk yang bersifat khas di muka bumi.
Pengetahuan
mampu dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni, pertama, manusia
mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang
melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, manusia mempunyai kemampuan
berpikir menurut alur kerangka berpikir tertentu yang disebut penalaran. Kedua
hal inilah yang memungkinkan manusia mengembangkan pengetahuannya.
Manusia
berpikir karena memiliki akal. Manusia memiliki kemampuan untuk membuat dan
mengambil keputusan hal inilah yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya.
Manusia dapat mengambil keputusan terletak pada kemampuan manusia untuk
berpikir dan bernalar, sedangkan kemampuan berpikir dan bernalar itu
dimungkinkan pada manusia karena ia memiliki susunan otak yang paling sederhana
dibanding dengan otak berbagai Jenis makhlik hidup lainnya. Berpikir merupakan
suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang baru. Apa yang disebut benar
bagi tiap orang adalah tidak sama, maka kegiatan berpikir untuk menghasilkan pengetahuan
yang benar itupun berbeda-beda karena masing-masing mempunyai yang disebut
dengan criteria kebenaran yang merupakan suatu proses penemuan kebenaran
tersebut. Manusia berpikir dan bernalar untuk mengumpulkan pengetahuan yang
tersembunyi di alam raya ini. Proses mengumpulkan pengetahuan merupakan suatu
proses belajar yang dialami manusia sejak ia lahir hingga ke liang lahat.
Kemudian pengetahuan yang dikumpulkan manusia melalui penggunaan akalnya
disusun menjadi suatu bentuk yang berpola.
Dengan berpikir,
manusia berkesempatan mendapatkan pendidikan membentuk sistem kekeluargaan yang
akhirnya terbentuk manusia yang cerdas sehingga dapat bermasyarakat dengan
baik. Tanpa kecerdasan yang bersumber dari kemampuan berpikir, manusia tidak
mampu menggali kumpulan pengetahuan yang diperlukan untuk mengelola bumi dan
memanfaatkan sumber daya alam yang ada.
Secara umum
maka tiap perkembangan dalam idea, konsep dan sebagainya dapat disebut
berpikir. Akan tetapi, pemikiran keilmuan bukanlah suatu pemikiran yang biasa.
Pemikiran keilmuan adalah pemikiran yang bersungguh-sungguh, artinya suatu cara
berpikir yang berdisiplin, dimana seseorang yang berpikir sungguh-sungguh
takkan membiarkan idea dan konsep yang sedang dipikirkannya berkelana tanpa
arah, namun kesemuanya itu akan diarahkannya pada suatu tujuan tertentu.
Berpikir keilmuan sering digunakan oleh para peneliti dan juga penemu yang
mempunyai minat untuk terus mengolah pemikiran mereka sehingga mengasilkan
suatu ilmu ataupun konsep. Orang yang berpikir kelimuan tidak akan membiarkan
ide dan konsep yang ada dipikirannya hilang begitu saja. Tetapi dalam bidang keilmuan, berpikir
seperti ini ternyata kurang penting karena titik berat terletak dalam usaha
untuk memahami obyek yang belum ditetapkan dan cara berpikir seperti ini
dinamakan penalaran (reasoning).
Jika
berpikir dengan sungguh-sungguh, maka kita akan mendapatkan pengetahuan dan
juga ilmu, namun disini terdapat perbedaan antara ilmu dan juga pengetahuan
yang didapatkan oleh manusia.
Pengetahuan adalah suatu hasil dari pengamatan dan juga pengalaman yang
dirasakan oleh panca indra, sehingga kita menjadi tahu, dan bagian dari
pengetahuan adalah ilmu. Ilmu adalah hasil dari proses berpikir dengan
pertanyaan “bagaimana hal itu bisa terjadi ?”, dengan pertanyaan itu maka
manusia akan berusaha untuk melakukan sebuah penelitian sehingga akan
mendapatkan kesimpulan atau dengan kata lain ilmu adalah pengetahuan yang
didapat melalui proses tertentu. Akibatnya adalah bahwa teori-teori kelimuan
tidak merupakan kebenaran yang pasti. Apa yang mampu dilakukan ilmu, dan apa
yang sebenarnya memang dilakukan ilmu, semuanya hanyalah bersifat kemungkinan
(peluang). Ilmu memberi kita, sebagai tambahan terhadap uraian gejala yang
diamati, pernyataan yang bersifat peluang.
Pada
gilirannya manusia dengan eksistensi dirinya secara potensial untuk memperoleh
dan mengembangkan pengetahuan. Dengan menggunakan akal, manusia dapat berfikir
berfilsafat, merenungkan, mengamati, dan meneliti. Kegiatan akal sebagaimana
disebutkan, menjadi cirri khas sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling
sempurna di antara makhluk lain yang diciptakan Allah.
Berfikir
merupakan kegiatan yang melekat pada eksistensi manusia. Berfikir menjadi
aktivitas manusia yang hidup dalam menyadari eksistensinya. Paling dilihat dari
sifat-sifatnya, kegiatan berfikir dikelompok kepada beberapa hal, yaitu:
1.
Berfikir Biasa
Berfikir biasa adalah bergaul dengan pengalaman-pengalaman indrawiah untuk
membentuk pengetahuan. Berfikir biasa disebut juga berfikir kongkrit atau
berfikir sederhana. Kegiatan berfikir yang dilakukan berkenaan dengan semua
pengalaman indrawi yang disimpan dalam kawasan tahu seseorang tentang sesuatu
objek dalam dirinya dan lingkungannya. Proses berfikir biasa berlangsung pada
diri setiap orang yang sadar akan diri dan lingkungannya berlangsung setiap
saat, kecuali dalam keadaan tidur, mabuk, dan gila.
2.
Berfikir
Logis
Tugas utama logika adalah member aturan-aturan, hukum-hukum dan
kaidah-kaidah serta penjelasan bagaimana seharusnya manusia berfikir tepat dan
benar. Tegasnya, berfikir logis adalah suatu teknik penalaran untuk dapat
menarik kesimpulan yang sah/benar. Salah satu perspektif Islam tentang
keharusan manusia berfikir logis ditegaskan Allah dalam surat Al-Baqarah ayat
164.
3.
Berfikir
Filsafati
Satu-satunya alat yang digunakan oleh para filosof dalam kegiatan
berfilsafatnya adalah akal. Karena dengan akal sendiri merupakan suatu unsur
dari rohaniah manusia. Tidak mungkin keseluruhan dimengerti sebagian saja.
Apakah dengan intuisi saja keyakinan dapat dicapai? Jawabannya sama, bahkan
terdapat banyak kesulitan dengan intuisi. Maka jelaslah bahwa filsafat bukan
satu-satunya alat untuk mencapai kebenaran hakiki, karena kebenaran hakiki bisa
dicapai dengan keseluruhan rohaniah manusia, yaitu akal pikirannya, perasaan,
intuisi, naluri, pendek kata seluruh kedirian manusiawinya seorang anak manusia
menuju kebermaknaan hidup yang memungkinkan dicapai seseorang dibandingkan
dengan makhluk lain ciptaan Tuhan di alam ini sampai akhir zaman.
4.
Berfikir
Ilmiah
Kegiatan berfikir adalah kegiatan akal budi yang berada dalam tataran
ilmiah, yaitu dengan menggunakan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang umum.
Suatu pernyataan dikatakan benar bila didasarkan kenyataan-kenyataan yang sudah
pasti. Karena itu, kepastian sebagai syarat bagi suatu penyelidikan untuk
disebut ilmiah. Suatu prosesberfikir dikatakan ilmiah apabila dilakukan secara
sistematis, metodis dan objektif dalam rangka mencari kebenaran dalam ilmu
pengetahuan. Dalam Al-Qur`an dijelaskan Allah dalam surat Ar-Rum ayat 8.
5.
Berfikir
Theologis
Salah satu tiang ajaran Islam yang penting adalah penghargaan terhadap akal
manusia seta melindunginya terhadap kemungkinan tindakan orang yang mau
mengabaikan nikmat Allah yang tak ternilai ini. Islam menempatkan akal pada
posisi yang terhormat dan menjadikan akal sebagai alat untuk meyakini adanya
Tuhan, eksistensi Allah. Karena iti, kehadiran Islam yang memuliakan manusia,
telah memobilisasi terhadap akal dengan membuka sera menggerakkan akal pada
tempat yang wajar dari semestinya dalam kehidupan rohaniah dan jasmaniah
manusia. Dengan demikian, berfikir theologies adalah suatu corak berfikir
qur`ani yang betujuan untuk mencapai suatu keyakinan bahwa Allah adalah wujud
al-Haq. Maka dorongan Islam terhadap manusia untuk menggunakan akal sehat dan
pikiran logis itu sebagai sarana mencapai kebenaran merupakan sesuatu yang tak
terbantahkan.
B.
Eksistensi Pengetahuan Manusia
Manusia
berupaya mengenal dirinya dan mengenal dunia. Manusia ingin lebih tahu siapa
dirinya dan bagaimana dunia. Dua jenis pengetahuan ini menentukan evolusi,
kemajuan dan kebahagiaannya. Dari dua jenis pengetahuan ini mana yang lebih
penting dan mana yang kurang penting? Jawaban untuk pertanyaan ini tidaklah
mudah. Ada yang menganggap mengenal diri itu lebih penting, dan ada yang
memandang mengenal dunia lebih penting. Perbedaan jawaban untuk pertanyaan ini
terjadi akibat perbedaan cara berpikir Timur dan Barat. Juga akibat perbedaan
pandangan ilmu pengetahuan dan pandangan agama. Ilmu pengetahuan adalah sarana
untuk mengetahui dunia, sedangkan agama adalah produk dari kenal, tahu atau
sadar diri.
Ilmu pengetahuan,
selain berupaya membuat manusia mengenal dirinya, juga berupaya membuat manusia
mengenal dunia. Tanggung jawab ini diemban berbagai cabang psikologi. Namun
kalau manusia mengenal dirinya melalui ilmu pengetahuan, maka kenal diri
seperti ini menjemukan dan tidak hidup. Kenal diri seperti ini tidak
menghidupkan jiwa manusia dan juga tidak membangkitkan kemampuan terpendam
manusia. Namun kalau manusia mengenal dirinya melalui agama, maka kenal diri
seperti ini membuatnya mengetahui realitasnya, menghilangkan apatinya, membakar
jiwanya dan membuatnya memiliki rasa kasih sayang dan simpati. Tugas seperti
ini tak mungkin diemban oleh ilmu pengetahuan dan filsafat. Bukan saja itu,
ilmu pengetahuan dan filsafat terkadang justru membuat manusia tidak sensitif
dan lupa akan dirinya. Itulah sebabnya mengapa ilmuwan dan filosof tidak
sensitif dan egois. Kata pepatah, mereka ini laksana anjing dalam palungan (bak
tempat makanan dan minuman ternak ). Mereka lupa akan dirinya, sedangkan banyak
orang tak berpendidikan sadar akan dirinya.
Agama
mengajak manusia untuk mengenal dirinya. Pokok-pokok ajaran agama adalah:
Kenalilah dirimu agar kamu tahu Tuhanmu. Jangan lupa Tuhanmu agar kamu tidak
lupa akan dirimu. Al-Qur'an mengatakan: Danjanganlah kamu seperti orang-orang
yang lupa akan Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa akan diri mereka
sendiri. Mereka itulah orang-arang yang fasik. (QS. al-Hasyr: 19).
Nabi saw
bersabda, "Barangsiapa kenal dirinya, maka kenal Tuhannya."
Imam All bin Abi Thalib as mengatakan, "Pengetahuan yang paling
bermanfaat adalah pengetahuan tentang diri." Imam Ali as juga
mengatakan, "Saya heran mengapa orang yang mencari apa-apa yang
dihilangkan oleh dirinya, tidak mencari dirinya."
Entah kita
memandang lebih penting mengenal diri atau mengenal dunia, atau kita memandang
keduanya itu sama penting, maka yang pasti perluasan pengetahuan berarti
perluasan kehidupan manusia. Hidup sama saja dengan pengetahuan, dan
pengetahuan sama saja dengan hidup. Barangsiapa lebih mengenal dirinya dan dunia,
maka dia lebih memiliki kehidupan. Jelaslah dalam konteks ini arti mengenal
diri bukanlah mengetahui isi kartu identitas diri seperti nama diri, nama kedua
orang tua, nama tempat kelahiran, nama tempat tinggal dan sebagainya. Juga
artinya bukan mengetahui biologi diri yang dapat diikhtisarkan dalam
pengetahuan tentang binatang yang lebih tinggi daripada beruang dan kera. Untuk
lebih jelasnya, kita lihat secara ringkas berbagai jenis sadar diri. Kita
loncati saja sadar diri sebagai mengetahui kartu identitas itu, yang sifatnya
kiasan dan tidak riil itu. Ada beberapa jenis sadar (mengenal) diri yang nyata.
C. Filsafat Tentang Eksistensi
Eksistensi”
dari kata dasar “exist”. Kata ”exist” itu sendiri adalah bahasa latin yang
terdiri dari dua kata yaitu ”ex” yang berarti keluar, dan “st (sistare)”
artinya berdiri. Jadi eksistensi adalah berdiri engan keluar dari diri sendiri.
Eksistensialisme
adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang
bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam
mana yang benar dan mana yang tidak benar. Akan tetapi eksistensialisme sadar
bahwa kebenaran relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan
sesuatu yang menurutnya benar.
Aliran
eksistensialisme ini mempersoalkan keberadaan manusia, dan keberadaan itu
dihadirkan lewat kebebasan. Selain itu, eksistensialisme juga merupakan suatau
aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan pada manusia, dimana manusia
dipandang sebagai suatu makhluk yang harus bereksistensi, mengkaji cara manusia
berada di dunia dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan
eksistensialisme adalah manusia konkret. Eksistensialisme menyatakan bahwa cara
berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia menyadari dirinya berada
di dunia, mengerti gunanya pohon, batu dan salah satu diantaranya ialah ia
mengerti bahwa hidupny mempunyai arti. Artinya adalah bhwa manusia adalah
subyek. Subyek artinya menyadari. Barang-barang yang disadarinya disebut obyek.
Ada beberapa
ciri eksistensialisme, yaitu selalu melihat cara manusia berada, eksistensi
diartikan secara dinamis sehingga ada unsur berbuat dan menjadi, manusia
dipandang sebgai suatu realitas yang terbuka dan belum selesai. Tokoh-tokoh
filsafat eksistensialisme diantaranya: Martin Heidegger, Jean Paul Sartre, Karl
Jaspers, Friedrich dan Soren Aabye Keikeegaard.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Eksistensi
manusia sebagai tema sentral dalam filsafat eksistensialisme membuka wawasan
baru akan pentingnya suatu pemikiran yang bebas dan tidak terbatas. Pikiran
yang bebas dan tidak terbatas pada manusia seperti halnya daya imaginasi yang
tidak terkekang oleh jarak, ruang dan waktu merupakan keistimewaan ( special
gift ) manusia dalam memahami eksistensinya sebagai makhluk berakal.
Pikiran yang bebas dan tidak terbatas bukan berarti
bahwa manusia mempunyai hak untuk bertindak seperti apa yang dipikirkannya.
Karena pikiran dan tindakan adalah dua hal berbeda yang mempunyai tujuan yang
sama yaitu menunjukan eksistensi manusia sebagai makhluk individu yang berakal,
tetapi mempunyai dampak yang berbeda. Pikiran yang bebas dan tidak terbatas
tidak akan berefek apapun selama masih hanya berbentu pikiran namun setelah
direalisasikan dalam tindakan maka harus memenuhi terma dan syarat ( T&C )
yang sesuai dengan situasi, kondisi, pandangan, norma, adat istiadat, culture
dan hukum-hukum yang mengikat dan menjadi dasar disuatu wilayah dimana manusia
tersebut berada. Karena jika tidak, maka tindakan tersebut akan mengancam
eksistensi manusia itu sendiri.
Eksistensi manusia yang paling penting untuk disadari
oleh setiap orang dalam dunia ini adalah bahwa Manusia tercipta untuk saling
melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Manusia sebagai makhluk sosial
tidak bisa berdiri sendiri sebagai satu individu yang terpisah tanpa
dipengaruhi oleh segala yang berkaitan dengan aktivitas-aktivitas manusia
lainnya.
Segala aktivitas manusia terhadap lingkungannya hanya
bisa dinilai dan diartikan oleh dua hal. Aktivitas yang sejalur dengan
peradaban sosial, norma dan aturan serta cultur dan budaya di wilayah yang
dihuninya maka akan disebut aktivitas baik. Sementara aktivitas yang melawan
arus yang berbeda dan bertentangan dengan segala peraturan yang ada di
sekelilingnya maka akan dikonotasikan sebagai aktivitas jahat (buruk). Manusia
yang melakukan aktivitas baik disebut orang baik, sedangkan yang melakukan
aktivitas jahat disebut orang jahat.
Eksistensi manusia wujud karena keberadaan manusia
lain disekitarnya. Jika seorang manusia hidup sendiri, mengasingkan diri dari
manusia yang lainnya maka eksistensinya sebagai manusia tetap ada namun
diragukan atau tidak dianggap sama sekali. Karena sebagai tema sentral dalam
existensialisme manusia, manusia haruslah menjadi makhluk sosial yang saling
melengkapi satu sama lainnya sehingga tercipta suatu ritme yang harmonis.
B. Saran
Kepada
pembaca yang sekiranya menemukan kejanggalan atau tidak sesuai dan kekurangan
dalam makalah ini, kami memohon untuk memberikan kritik serta sarannya yang
akan menjadikan perbaikan bagi kami di masa yang akan datang dan menjadikan
makalah yang akan kami buat di kemudian hari lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Martin, Vincent, O.P. 2003. Filsafat
Eksistensialisme. Pustaka Pelajar; Yogyakarta.
Takeshita, Masataka, 2005. Manusia Sempurna Menurut
Konsepsi Ibn ‘Arabi. Terjemah dari: Ibn ‘Arabi’s Theory of Perfect Man
and Its Place in Islamic History. Pustaka Pelajar; Yogyakarta.
Gazalba, DRS. SIDI. 1981. Sistematika Filsafat.
N. V. Bulan Bintang; Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar